We Are The Police and We Are Back!

We Are The Police and We Are Back!

 

Oleh Wendi Putranto*

 

Begitu kalimat pertama yang diucapkan Sting di malam Grammy setelah mempetieskan The Police selama 23 tahun. Bangun tidur dan mendapat wangsit untuk reuni, Sting akhirnya rela dibilang gila demi membahagiakan dua kawan lamanya. Jika bukan untuk uang dan ketenaran, apa lagi?

“Kami melakukan ini untuk satu sama lain, kami manggung untuk satu sama lain. Kami dedikasikan ini untuk Kim, tur manajer kami yang telah wafat dan untuk Ian, adik Stewart yang juga telah wafat,” ujar Sting. Dan ketiga Policemen ini pun menangis.

 

Sheila malam itu sangat gelisah dan terus terjaga hingga pukul 5 dini hari di kamar hotel. Pagi harinya ia bakal menyaksikan peristiwa penting yang takkan terlupakan sepanjang hidupnya. The Police, band favoritnya sepanjang masa bakal menggelar “latihan” dan konferensi pers di klub rock legendaris Whisky A Go Go yang terletak di Sun Set Strip, Los Angeles. Beberapa jam sebelumnya mereka sukses mengejutkan penonton Grammy Awards 2007 saat memainkan lagu tentang seorang pelacur bernama “Roxanne.”

Ia dan ibunya yang terpaksa cuti kerja terbang dari Colorado ke Los Angeles hanya untuk momen historikal ini. Sheila adalah salah satu dari 20 orang kontestan yang memenangkan kontes radio untuk hadir ke Whisky. Ketika menerima e-mail konfirmasi tentang kemenangannya ia spontan menderita keram perut dan hampir pingsan.

Ia jatuh cinta pada The Police sejak pertama kali mendengar “Every Breath You Take” yang disetel ayahnya ketika berusia 10 tahun. Kaset pertama yang dibelinya adalah Zenyatta Mondatta dan saat itu The Police telah lama bubar. Hingga kini Sheila mengoleksi semua yang berhubungan dengan band tersebut. Telah menyaksikan konser Sting lima kali dan sudah ratusan kali memutar beberapa DVD live The Police. Kini mimpinya akan menjadi kenyataan: Menyaksikan konser reuni The Police di stadion!

Sejam sebelum waktu yang ditentukan Sheila dan ibunya tiba di depan Whisky A Go Go yang tepat dibawah bannernya terdapat neonlights putih bertuliskan “The Police: Live In Concert.” Suasana sibuk. Banyak orang berkeliaran sepagi itu di sebuah klub malam tentu jarang terjadi. Seluruh media massa terkemuka Amerika hadir disana dan repot mewawancara siapa saja yang terlihat seperti penggemar berat The Police. Reporter, cameramen, fotografer dari mana saja hadir di tempat. CNN, MTV, Fox News, CBS, New York Times dan ROLLING STONE tampak siap dengan “senjata” masing-masing. Mungkin mirip suasana konferensi pers Presiden Bush saat hendak membombardir Irak empat tahun lalu.

Sheila kemudian bergabung dengan para pemenang lainnya sementara ibunya memutuskan kembali ke hotel. Ia cukup senang melihat anaknya senang. Sekitar dua jam lamanya mereka menunggu dan Sheila merasa waktu berjalan sangat lambat. Menjelang pukul 10 tiba-tiba sebuah sedan parkir di depan Whisky dengan Stewart Copeland, drummer The Police yang super-jangkung di dalamnya. Sontak semua orang yang lama mengantri berteriak memanggil namanya dan bertepuk tangan. Pendiri The Police yang mengenakan mantel dan kacamata hitam itu membalas dengan menyunggingkan senyum nan lebar. Tampaknya ia merupakan orang paling berbahagia di seluruh dunia saat itu.

Beberapa menit kemudian Andy Summers, gitaris sekaligus personel paling tua The Police keluar dari dalam limosin hitam sembari menggendong sebuah tas kulit. Para jurnalis yang berniat mendekatinya segera dihalau bodyguard Whisky yang bertubuh kekar. Sting dengan mobil Humvee hitam datang paling terakhir dan sempat melambaikan tangan serta menebar senyum kepada para penggemarnya yang histerik. Sheila adalah salah satu di antaranya. Tak lama kemudian terdengar musik sayup-sayup dari dalam Whisky. The Police mengirim pesan. Soundcheck dengan “Message in the Bottle.” Tanpa dikomando puluhan orang yang mengantri ikut bernyanyi kegirangan. Beberapa bahkan ada yang sampai menempelkan telinganya ke tembok. “I’ll send an S.O.S to the world/I’ll send an S.O.S to the world.” 

            Sekitar jam 11 para wartawan mulai dipersilakan masuk ke dalam venue. Disusul kemudian tamu-tamu VIP The Police. Sheila sempat memperhatikan ada beberapa selebriti masuk dalam antrian tersebut. Gitaris Fall Out Boy, para personel OK GO hingga drummer Foo Fighters yang sekaligus “anak murid” Stewart Copeland, Taylor Hawkins. Kebetulan band Hawkins ikut pula menjadi supporting act konser The Police di Amerika Utara bersama Fiction Plane, trio rocker yang dikomandani putra sulung Sting, Joe Sumner (bass/vokal).

Terakhir barulah Sheila dan 19 orang pemenang kontes lainnya masuk ke dalam Whisky. Ia resah mencari posisi terbaik dari klub sempit yang telah dipenuhi sekitar 200 orang tersebut. Belum lagi kamera foto  dan tripod kamera televisi ada dimana-mana. Tiba-tiba dari kegelapan seseorang berteriak, “Pemenang kontes ambil posisi di depan panggung.” Perintah ajaib! Berhubung depan panggung sudah penuh terisi, Sheila akhirnya mengisi kanan panggung dan hanya berjarak empat meter saja dari ampli gitar Andy Summers.

Lampu blitz berkilatan dari lantai atas. Sementara rekaman suara Sting yang menegaskan “Jika saya reuni dengan The Police maka saya sudah resmi gila” diputar berulang-ulang kali. Satu persatu mereka turun dari lantai atas Whisky disertai sorak sorai dan aplaus yang membahana. Urutannya, Stewart Copeland (drums), Andy Summers (gitar), Sting (vocal/bass) : The Police!

“Selamat pagi semuanya. Saya sangat menikmati suasana semalam di Grammy dan semoga hari ini kalian juga merasakan hal yang sama,” sapa Sting kepada seluruh audiens simpatik.

“Hey, Andy, kamu tahu ‘Message in the Bottle’?” canda Sting.

“Di kord apa kamu ingin memainkan lagu ini?,” balas Andy.

“Saya mau main di C minor.”

Well, coba lihat itu. Kamu menggunakan teleprompter dan berbagai alat bantu?,” giliran Stewart meledek Sting dari balik drumnya.

“Bukan untuk saya. Itu untuk kamu…”

“Untuk saya? Saya tidak bisa baca itu dari balik drum ini. Bahkan Trey Anastasio saja tidak pernah menggunakan alat-alat seperti itu,” jawab Stewart seraya merujuk gitaris Phish yang juga mantan bandmate-nya di Oysterhead dulu.

“Kayaknya lagu ini dimulai dengan drums dulu, Stewart,” teriak Sting.

“Apakah temponya oke denganmu?”

“Jika terlalu cepat saya akan menyuruhmu berhenti. Seperti biasalah, kamu pasti tahu itu,” ledek Sting yang segera dibalas teriakan “One, two, three, four” dari Stewart dan berkumandanglah “Message in the Bottle.” Dalam tempo cepat, bukan versi balada yang di remake Sting. Ketika lagu ini dimulai Sheila merasa langit mulai runtuh. Setetes air mata tiba-tiba membasahi pipinya. Sheila menarik nafas panjang dan mulai mengatur geraknya. Aman.  

“Oke, kami beberkan semuanya sekarang. Kami akan menggelar tur,” tukas Sting usai lagu pembuka. Kali ini teriakan dan jeritan yang berasal dari penonton jauh lebih nyaring dibanding sebelumnya. Andy pun langsung meredamnya dengan intro gitar “Voices Inside My Head” yang di medley dengan “When the World Is Running Down.”

Setelah 23 tahun berpisah dan puluhan kali Sting menolak proposal reuni yang disodorkan Stewart dan Andy, akhirnya The Police resmi bergabung kembali. Arthur Fogel, promotor tur dari Live Nation adalah pihak yang bertanggungjawab atas produksi tur raksasa ini. Ia berada di balik sukses tur dunia Madonna dan U2 yang kabarnya meraup keuntungan 200 juta Poundsterling. Profit yang sangat mungkin bakal di dapat pula dari The Police nantinya. “Saya sudah bertahun-tahun menanyakan ini ke Sting. Apakah ia mau mempertimbangkannya. Bulan Desember tahun lalu saya menerima telepon dari Sting dan ia setuju. Saya kaget setengah mati,” ujarnya.

“Suatu hari saya bangun tidur dan langsung memikirkan hal itu. ‘Mari melakukannya.’ Insting saya berkata saya harus melakukannya. Dan insting saya tidak ada hubungannya sama sekali dengan logika. Logika meninggalkan band ketika berada di puncak kesuksesan adalah aneh,” aku Sting seperti dikutip dari The Sunday Times.

Manajer Sting, Kathryn Schenker ikut bertanggungjawab pula atas reuni ini. Ia yang pertama kali menyampaikan “amanat” Sting kepada Andy Summers dan Stewart Copeland di sebuah rapat. Awalnya mereka ingin membicarakan rencana merilis ulang lima album penuh The Police sebagai perayaan atas ulang tahun band ini ke-30. “Mereka sangat terkejut dan ini bukan main-main,” kenang Schenker. “Mereka sangat bahagia dan berminat namun sangat, sangat, sangat, sangat terkejut.”

Trio ini terakhir kali manggung bersama pada Maret 2003 lalu saat menghadiri proses pelantikan The Police ke dalam museum bergengsi Rock ‘N’ Roll Hall of Fame. Ikut pula dilantik saat itu “musuh abadi” mereka yang juga memainkan style musik serupa, The Clash.

Sebelumnya The Police juga sempat manggung di pesta pernikahan Sting dengan istri keduanya Trudie Styler di tahun 1992. Sadar seluruh personel The Police hadir semua di resepsi tersebut, para undangan lantas mendaulat mereka untuk manggung. Digeberlah “Roxanne” dan “Message in the Bottle.” Juni 1986 Sting, Stewart, Andy juga sempat tiga kali menggelar konser reuni yang digelar LSM Amnesty International bertema “A Conspiracy of Hope Tour.”

Usai tur, The Police segera masuk studio rekaman. Niatnya mencoba merekam beberapa lagu baru bagi album greatest hits namun ternyata Sting tidak mau menyumbangkan lagu ciptaannya bagi The Police. Agaknya ia menyimpan untuk album solo kedua miliknya yang rilis tahun 1987 …Nothing Like the Sun. Akhirnya diputuskan untuk merekam ulang “Don’t Stand So Close to Me” dan “De Do Do Do De Da Da Da.” Belum beres direkam Stewart mendadak cidera saat bermain polo yang membuat rekaman tertunda. Every Breath You Take: The Singles dirilis menjelang Natal 1986. Berbarengan dengan rilisnya album tersebut The Police diam-diam kemudian membubarkan diri. 

Ketika Stewart Copeland, seorang anak dari agen CIA dan Intelijen Inggris, membentuk The Police di awal 1977 scene musik London sedang ingarbingar dengan gemuruh punk rock yang dipopulerkan oleh The Sex Pistols. Dari sebuah subkultur elit yang hanya dimengerti segelintir anak-anak muda yang nongkrong di Kings Road, punk rock kemudian mewabah di kalangan generasi muda Inggris Raya. Dibenci orangtua sekaligus digandrungi anak muda. The Police adalah salah satu di antaranya. Sayangnya, kemunculan band ini sendiri sempat mendapat resistensi keras dari elit-elit punk rocker dan media massa Inggris.

Mereka dituding sebagai band punk palsu, oportunis, poser yang tidak memiliki street credibility. Kebanyakan lirik lagu yang mereka tulis juga tidak berhubungan dengan perlawanan politik atau pemberontakan, melainkan percintaan. Rambut mereka yang dicat pirang sebelum album debut rilis tidak mencerminkan anti-kemapanan. Saat mereka bangkrut dan membutuhkan uang bagi kelanjutan album, sebuah produk permen karet terkenal menawarkan trio ini menjadi bintang iklannya.   

 Saat membentuk The Police, Stewart, Sting dan Andy memang tergolong bukan ABG lagi. Ketika album debut Outlandos d’Amour dirilis tahun 1978 Sting telah berusia 27 tahun, Stewart Copeland 26 tahun dan Andy Summers 36 tahun! “Street credibility adalah tahi kucing. Itu hanya rekayasa jurnalis yang mengada-ada. Siapapun yang mengklaim memiliki street credibility adalah pembohong besar,” ujar Stewart ketus saat diwawancara ROLLING STONE tahun 1979. 

Padahal yang benar adalah para personel The Police terlalu pandai dalam bermusik. Skill musikal masing-masing individunya dahsyat, jauh meninggalkan musisi punk rock kebanyakan. Stewart yang dibesarkan oleh ayahnya yang juga pemain jazz merupakan mantan drummer band progresif rock Curved Air.

Andy Summers lebih gila lagi. Sempat bergabung dengan band jazz progresif Soft Machine, ia sudah bermain band sejak dekade 60an bersama segudang musisi terkemuka seperti The Animals, Neil Sedaka, Kevin Ayers dan sebagainya. Sementara Sting walau tidak banyak yang mengenal band-band dia sebelumnya namun bakat musikalitasnya justru mengungguli kedua personel lainnya. Ia menulis hampir keseluruhan lagu-lagu The Police dan mencetak semua hits dari band ini.   

   Rekaman pertama The Police adalah single “Fall Out” yang rilis Mei 1978 dibawah indie label I.R.S yang dibentuk Stewart bersama kakaknya Miles Copeland yang kemudian menjadi manajer The Police. Single ini terjual hingga 70.000 keping. Tak lama kemudian gitaris pertama Henry Padovani mundur dari band dan digantikan oleh Andy Summers.

The Police teken kontrak dengan A&M menjelang musim semi 1978 dan segera merilis single “Roxanne” yang gagal masuk chart karena tidak mendapat dukungan dari radio akibat tema lagu kontroversial. Semangat indie yang menjadi karakter grup membuat The Police menggelar sendiri tur Amerika mereka tanpa dukungan financial dari label. Dalam DVD terbaru karya Stewart Copeland, Everyone Stares: The Police Inside Out dapat disaksikan band ini berkeliling Amerika untuk clubshow dengan van sewaan berisi empat orang saja: Sting, Andy, Stewart dan Kim, tur manajer pertama mereka. 

 

November 1978 album debut Outlandos d’Amour di rilis dan perlahan menembus chart Top 10 Inggris dan Billboard Top 30. Single yang dilepas adalah “So Lonely,” sebuah nomor punk-reggae pertama dari The Police. Musim semi 1979 mereka merilis ulang single “Roxanne” yang kali ini sukses masuk peringkat 12 di chart Inggris dan meroketkan album ke peringkat 6 dalam tangga albumnya. Di tahun ini juga Sting memulai debutnya sebagai aktor dalam film Quadrophenia yang diangkat dari judul album The Who.

Oktober 1979 giliran album kedua Reggatta de Blanc dirilis ke pasaran dengan single perdana “Message in the Bottle” yang sukses merajai chart di Inggris dan menjadikan mereka rock star di Inggris dan kawasan Eropa lainnya. Miles Copeland lantas membuat sebuah rute tur yang terbilang tidak lazim untuk The Police. Mereka manggung di Mesir, India, Yunani hingga Thailand.

Album ketiga yang rilis Oktober 1980, Zenyatta Mondatta merupakan batu loncatan mereka untuk menguasai Amerika. Sanggup menembus Billboard Top 10 dan Top 10 Kanada dengan single pertama “Don’t Stand So Close To Me” yang dilanjutkan dengan single kedua “De Do Do Do De Da Da Da” yang juga sukses besar. Di Inggris album ini malah bertengger di puncak chart selama empat minggu berturut-turut. “Every Little Thing She Does Is Magic” merupakan single perdana dari album keempat Ghost in the Machine yang rilis Oktober 1981 dan menjadi salah satu hit terbesar The Police hingga sekarang.

            Menjelma sebagai salah satu band terbesar di dunia dengan angka penjualan album dan tur konser yang spektakuler membuat The Police tak dapat lagi dipandang sebelah mata. Keberhasilan mereka meraih tiga penghargaan bergengsi Grammy Awards dan The Best Brit Group dari Brit Awards membuat mereka merasa perlu untuk mengisitirahatkan The Police sepanjang tahun 1982. Selama liburan masing-masing personel menjalankan aktivitas masing-masing. Sting main film Brimstone and Treacle, Copeland mengerjakan scoring film Rumble Fish karya sutradara andal Francis Ford Coppola dan merilis album solo dengan nama Klark Kent. Sementara Andy Summers merekam album instrumental, I Advance Masked bersama Robert Fripp.

The Police baru kembali merilis album di pertengahan tahun 1983 dengan merilis album kelima sekaligus terakhir, Synchronicity. Album ini penjualannya terbesar bagi The Police dan bertengger di posisi puncak baik di Amerika dan Inggris berkat single balada “Every Breath You Take.” Disusul dengan hits single “King of Pain” dan “Wrapped Around Your Finger” yang menjadikan album ini meraih sertifikasi multi-platinum di dua negara pusat industri musik dunia tersebut. Usai menggelar tur dunia Synchronicity band ini seakan menghilang.

 

Usai medley Sting dengan santai berkomunikasi lagi dengan para penonton.

“Saya ingin memperkenalkan anggota band ini. Andy, ini Stewart,” ledek Sting. Stewart keluar dari belakang drum dan menunjuk Andy.

“Hey, saya ingat Anda.”

Andy yang memegang gitar membalasnya dengan menunjukkan jari telunjuknya ke dahi, seperti hendak mengingat sesuatu. Penonton tertawa. Suasana pagi itu di Whisky sangat santai dan akrab. Masing-masing personel saling bercanda dan kadang meledek satu sama lain di depan penonton. Konsep konferensi pers ini sama sekali berbeda dengan biasanya. Panggung rock menggantikan meja dan suasana yang kaku. Tanya jawab dengan jurnalis dilakukan di atas panggung “latihan band.” Sempat terlihat Sting duduk sembari mengigiti kuku jarinya ketika Stewart menjawab pertanyaan para jurnalis. Aneh. Intim. Santai.

Ketika ada yang nyeletuk, “Apakah Anda akan menulis lagu-lagu baru?” Dengan aksi pantomim lebih dulu Sting membuka mulutnya tanpa bersuara, “I’ll try.” Sesi latihan pun berlanjut.

“Mari memainkan…” Sting terlihat bingung memilih lagu saat kerumunan penonton mulai berteriak merequest lagu-lagu The Police. Stewart coba menengahi sembari menjelaskan ke penonton bahwa mereka manggung tanpa set list. “Set list are for whimps!,” ujarnya. Penonton tertawa dan bertepuk tangan. “Benar. Lagipula ini latihan band,” ujar Andy. Sementara Sting memamerkan kertas putih kosong ke penonton.

“Kami tak tahu apa yang bakal dimainkan setelah ini. Sekarang biarkan Sting berpikir apa yang kami lakukan selanjutnya,” canda Stewart lagi.

“Oke, kami akan memainkan ‘I Can’t Stand Losing You.’ Saya tidak yakin bagaimana lagu ini berakhir dan tidak paham juga apa yang bakal terjadi di tengah lagu nantinya,” tukas Sting disambut gelak tawa penonton.

“Andy, kamu tahu lagu ini?” kata Sting lagi.

“Mudah-mudahan.”

Setelah menggeber lagu ini, konferensi pers dan “latihan band” The Police yang bersejarah sepanjang 45 menit ditutup kembali dengan “Roxanne.” Sheila mendengar seseorang disampingnya bertanya, “Bisakah kita meminta mereka encore?” Temannya pun menjawab, “Encore untuk sebuah ‘latihan band’? Saya tidak tahu.” Dan Sheila hanya tersenyum. Selain Stewart Copeland, ia merupakan orang kedua yang paling berbahagia di dunia saat itu.

 

Box 1

 

KING OF PAIN

 

Kisah [hampir terkenal dan hampir jutawan] mantan personel asli The Police

 

Mungkin tak banyak orang tahu seseorang bernama Henry Padovani. Gitaris asal Prancis ini merupakan personel asli The Police dari formasi pertama. Tercatat hanya 8 bulan saja ia bergabung di band ini. Hijrah dari Prancis ke London, Inggris di akhir tahun 1976, Henry Padovani bertemu Stewart Copeland di konser perpisahan band progresif rock Stewart, Curved Air. Usai konser, Stewart yang tahu Henry bisa bermain gitar lantas mengajaknya untuk ngejam di rumah Stewart.

Awal Januari 1977 untuk pertama kalinya Henry, Stewart,  Sting dan istri pertamanya, Francess, seorang aktris, bertemu di Mayfair Squat. Sting saat itu baru datang dari Newcastle dengan membawa putra sulungnya yang masih bayi, Joe. 12 Januari 1977 untuk pertama kalinya The Police latihan di apartemen kumuh Stewart di London. Saat itu seluruh repertoar lagu yang dimainkan datang dari Stewart. Selama sebulan penuh mereka rutin berlatih sebelum akhirnya mulai manggung di pub/klub seputaran London dan Inggris. Formasi pertama The Police ini sempat merekam tiga lagu di bulan Maret 1977  yaitu “Fall Out,” “Nothing Achieving,” “Visions of the Night.”

Juni 1977 gitaris kedua The Police Andy Summers bergabung dan sebulan kemudian kuartet The Police (Sting, Stewart, Andy, Henry) mulai latihan bersama. Tak lama kemudian The Police sempat diundang konser di sebuah festival punk di Prancis bersama The Clash, The Damned hingga Eddie and The Hot Rods.

Hubungan antara Andy dan Henry makin memburuk, ini karena Andy kesal dengan minimnya pengetahuan dan skill bermusik Henry. “Kami sering berdebat. Saya sebal sekali dengannya saat itu,” kenang Henry. Empat hari setelah konser di Prancis tersebut Henry memutuskan mundur dan The Police kembali menjadi trio untuk selamanya. Selanjutnya Henry Padovani lantas bergabung dengan Wayne County & The Electric Chairs.

“Sebenarnya saya mundur untuk bergabung dengan band yang lebih besar tapi siapa yang pernah tahu kalau The Police ternyata jadi jauh lebih sukses,” ujar Henry seperti dikutip dari The Daily Mirror. The Police formasi pertama juga sempat melakukan “reuni” di tahun 2004 saat Sting dan Stewart membantu Henry merekam lagu “Welcome Home” untuk album solo miliknya.

Saat The Police reuni untuk pertama kalinya dalam 23 tahun dan menerima bayaran advance sekitar 70 juta Poundsterling, Henry hanya bisa termenung memikirkan kembali keputusan (bodoh?) yang dibuatnya 30 tahun lalu. “Saya sudah mengalami semuanya di bisnis ini sejak mundur dari The Police dan takkan pernah mau menukarnya seumur hidup. Saya sangat bangga pernah bergabung dengan The Police di awal karir mereka.” [W.P.] 

 

Box 2

 

Every Little Thing They Did Was Magic

 

Sejak 1978 hingga 1983 The Police merilis lima album penuh ajaib dan menjual lebih dari 50 juta keping di seluruh dunia. Berikut beberapa masterpiece The Police dalam retrospeksi dan prestasi.

 

Outlandos d’Amour

 

Rilis: 2 November 1978

RS 500 Albums: #434

 

Album debut ini awalnya ingin diberi judul Police Brutality oleh manajer The Police, Miles Copeland. Belakangan setelah mendengar “Roxanne” ia langsung mengganti dengan judul berbahasa Prancis yang artinya Penjahat Cinta. Bagi sebagian penggemar ini merupakan album terbaik The Police. Sejak awal Sting telah menunjukkan dominasi karyanya di album ini. Stewart dan Andy hanya ikut menciptakan dua lagu, “Peanuts” dan “Be May Girl-Sally,” masih bersama Sting. “So Lonely” adalah konsep lagu punk-reggae pertama dari trio ini. “Roxanne” yang bercerita tentang pelacur diciptakan Sting setelah mereka menginap di hotel murah yang terletak di kompleks prostitusi di Paris. Hits lainnya adalah “Can’t Stand Losing You,” “Born in the 50’s,” “Next to You.”

 

Reggatta de Blanc

 

Rilis: 5 Oktober 1979

RS 500 Albums: #369

Award: Grammy Awards 1981

     “Reggatta de Blanc” (Best Rock Instrumental Performance)

 

Album yang artinya Reggae Kulit Putih ini judulnya merupakan gabungan bahasa Italia dan Prancis. Andy Summer dan Stewart Copeland sepakat menjadikan album yang direkam beberapa minggu ini sebagai favorit mereka. Diduga karena peran mereka berdua dalam pembuatan album kedua ini cukup besar. Mayoritas masih mengandalkan formula punk-reggae, album ini memiliki banyak hits keren seperti “Message in the Bottle,” “Walking on the Moon,” “Bring on the Night” hingga “The Bed’s Too Big Without You.” “Reggatta de Blanc” yang merupakan lagu instrumental yang diciptakan trio ini ketika jeda manggung meraih Grammy di tahun 1982.

 

Zenyatta Mondatta

 

Rilis: 3 Oktober 1980

Award: Grammy Awards 1982

    “Behind My Camel” (Best Rock Instrumental Performance)

    “Don’t Stand So Close to Me” (Best Rock Performance by Duo or Group with Vocal)

 

Demi album ketiga, The Police terbang ke Belanda dan merekam Zenyatta Mondatta selama sebulan penuh di sana. Rekaman lagu terakhirnya usai tepat jam 4 pagi di hari yang sama mereka mesti berangkat tur dunia berikutnya.  Judul album ini merupakan permainan kata yang menggabungkan Zen, pendiri Kenya Jomo Kenyatta dan Monde, bahasa Prancis untuk Dunia. Zenyatta merupakan album terakhir mereka bereksplorasi dengan gitar, bass dan drums, di album berikutnya pengaruh keyboards/synthesizer dan saxophone dominan terdengar. Hits dari album ini di antaranya adalah “Don’t Stand So Close To Me,” “De Do Do Do, De Da Da Da,” “Canary in a Coalmine” hingga “Bombs Away” yang diciptakan Stewart Copeland.

 

 

Box 3

 

HUNGRY FOR THE POLICE

 

25 konser The Police sold out, 2 konser sold out dalam 14 menit!

 

Usai mengejutkan pembukaan Grammy Awards 2007 dan mengumumkan tur reuni keliling dunia di Whisky A Go Go esok harinya, tiket konser The Police di Amerika Utara dan Eropa sontak diburu jutaan orang. Dalam waktu singkat, tiket untuk 25 konser dari 37 konser yang direncanakan di Amerika Utara ludes terjual secara on-line. Ini termasuk tiket konser pembukaan di Vancouver (28 Mei), Toronto (22 & 23 Juli), Montreal (25 & 26 Juli) dan dua tanggal (1 & 3 Agustus) di Madison Square Garden, New York yang sold out dalam waktu 14 menit! Total tiket yang terjual di Amerika Utara sementara ini  mencapai 415.000 tiket. Untuk benua Eropa, dari 20 konser yang direncanakan sementara telah 6 konser yang sold out. “Minat dan sambutan orang untuk menyaksikan The Police sangat menggembirakan,” ujar Arthur Fogel dari Live Nation, promotor tur ini. Untuk kawasan Asia, Australia dan Selandia Baru hingga kini belum ada jadwal pasti. Kemungkinan besar akhir tahun ini atau awal 2008. Bagaimana dengan Indonesia? Kabarnya tiga promotor lokal terkemuka telah mengajukan penawaran untuk mengundang The Police ke tanahair. Berdoa, dimulai…

 

*The Police merupakan band rock pertama yang didengar Wenz Rawk pada tahun 1982 setelah sang ayah menghadiahkan sebuah kaset  bertitel Zenyatta Mondatta di hari ulang tahunnya. “De Do Do Do, De Da Da Da” adalah lagu pertama yang disukainya saat itu. Walau kini sang ayah telah lama tiada namun Zenyatta Mondatta dan band ini masih akan terus tersimpan rapi dalam lemari kenangan. Selamanya.    

Komentar

  1. belom pasti juga, ded. gue sempet e-mail2an sama agent mereka dan katanya penawaran dari asia itu rame banget. mudah2an jadi sih. berangkat juga, ded?

    BalasHapus
  2. hajar!!!
    anjis the cure aja udah menguras kocek, the cure berangkat gak wen?

    BalasHapus
  3. Mudah2an berangkat, ded. Lagi mau jualan dulu di seputaran Gelora Senayan neh. Lumayan juga dapet 2 bulan kalo dari weekend besok mulainya. Hehe.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

IKJ: SCHOOL OF ROCK [Editor's Cut]

LED ZEPPELIN Reunion 2007: The Full Report From David Fricke