IKJ: SCHOOL OF ROCK [Editor's Cut]



  

 

Institut Kesenian Jakarta adalah kampus yang banyak mencetak “gembel naik kelas.” Gembel-gembel yang kemudian sukses menjadi rockstars. Naif, Clubeighties, The Upstairs, The Adams, Rumahsakit hingga White Shoes & The Couples Company adalah beberapa di antaranya. Siapa sangka band-band tersebut awalnya ngeband karena iseng-iseng belaka?



Oleh Wendi Putranto

Foto Oleh Timur Angin


“Tahun ini udah tiga kali kami reuni. Mudah-mudahan ini benar-benar reuni kami yang terakhir dan tidak ada reuni lagi di masa depan,” ujar Andri, vokalis Rumahsakit dengan nada datar seraya menurunkan stand mikropon yang terlihat agak ketinggian bagi dirinya. Para penonton yang mayoritas mahasiswa Institut Kesenian Jakarta [IKJ] hanya tersenyum saja mendengar ucapannya. “Sebelum ada Rumahsakit, musik di IKJ cuma Rolling Stones, The Doors dan Bob Marley,” puji Ricky MH Malau dan Jimi Multhazam usai Rumahsakit manggung. Dua orang berkarakter keras tersebut malam itu menjadi MC bagi acara Nostalgia di Plaza Luwes. Di penghujung dekade 90an, dynamic duo ini memang MC sakti yang setia mengawal berbagai acara musik di IKJ dengan banyolan-banyolan cerdas mereka.

Malam itu memang malam yang istimewa, khususnya bagi scene musik IKJ. Band-band seperti Rumahsakit, Naif, Clubeighties, The Upstairs, White Shoes & The Couples Company, The Adams, Goodnight Electric, The Sastro dan sebagainya manggung reuni di kampus untuk merayakan ulang tahun IKJ yang ke-36 sekaligus bernostalgia di almamater yang telah melahirkan mereka semua. Tidak terlalu berlebihan rasanya jika dibilang satu dekade belakangan ini adalah the golden era dari scene musik IKJ mengingat kiprah mereka yang istimewa di luar kampus.

Ricky MH Malau, alumnus Seni Rupa Angkatan 1995 yang juga salah satu penggagas acara ini awalnya tergerak ketika melihat fenomena berbagai pentas seni [pensi] SMA di Jakarta hampir semua bintang utamanya adalah band-band sukses yang berasal dari kampusnya sendiri. Sebut saja Naif, Clubeighties, The Upstairs, The Adams atau Goodnight Electric. Ini fenomena yang aneh sekaligus menarik baginya, mengingat ia cukup mengenal latar belakang masing-masing individu di band tersebut ketika mereka kuliah dulu.

“Gue langsung menghubungi manajemen masing-masing band ketika mereka manggung di pensi-pensi itu. Ternyata semuanya tertarik. Ya udah, kami bikin tim kepanitiaan, menghubungi Senma Seni Rupa dan Dema IKJ, ngobrol-ngobrol dengan pihak band dan jadilah acaranya dalam sebulan saja,” ujar Malau yang belakangan menekuni karier sebagai aktor di berbagai film dan sinetron nasional.  

Malam sebelumnya, delapan belas band atau sekitar 90 orang yang bakal tampil di acara Nostalgia dijadwalkan berkumpul bersama di kampus untuk melakukan sesi pemotretan khusus bagi ROLLING STONE. Saya sempat membayangkan kesulitan luar biasa ketika harus mengumpulkan “seniman sableng” sebanyak itu di waktu yang bersamaan. Jika saya beruntung maka delapan belas band IKJ berkumpul dalam satu frame adalah anugerah, jika sial maka foto ini tidak akan berbicara apa-apa, tidak seru alias biasa saja. Apalagi menunggui para seniman semalam suntuk untuk sebuah sesi pemotretan jelas ide yang buruk.

“Kita mau mulai foto jam berapa nih? Tahu sendiri deh anak-anak,” tanya Timur Angin, contributing photographer ROLLING STONE yang kebetulan juga alumnus IKJ Angkatan 1998. “Sebentar lagi, kita masih menunggu Andri dan Rumahsakit. Kalau nggak ada mereka kurang lengkap sejarahnya,” jawab saya. Indra Ameng, mantan manajer Rumahsakit yang kini manajer White Shoes & The Couples Company mengabarkan bahwa Andri dan para personel Rumahsakit masih di perjalanan menuju kampus.

Tak lama kemudian tiba-tiba saja satu persatu band mulai berkumpul di Plaza Seni Rupa. Mereka semua datang tepat waktu dan sangat kooperatif. Pihak panitia yang dikomandani Gandung pun luar biasa membantu sesi pemotretan ini. The Adams, Naif, Clubeighties, Goodnight Electric, Kebunku, The Upstairs, The Sastro, Be Quiet, Brisik, Sekarwati, That’s Rockefeller, White Shoes & The Couples Company, Pendulum, Samudra, Karon N’ Roll, Bikinies, Trio Flamenco dan terakhir Rumahsakit. Mungkin hanya Bandempo saja band yang berhalangan hadir. Seluruh grup tersebut di atas memiliki kredibilitas tinggi di masing-masing scene musik ibukota, entah di indie scene atau mainstream scene tanah air. Satu hal yang tidak bisa kita temukan di kampus lain manapun di republik ini tentunya.

Suasana yang tadi sepi mulai ingar bingar dan penuh warna karena band yang hadir kebanyakan mengenakan kostum panggung dan saling bergurau hangat satu sama lain. Semua orang tampak bahagia menyambut sesi foto ini, bagai perantau yang mudik lebaran dan berfoto bersama keluarga untuk dipajang di gerobak rokok atau tembok warteg mereka. Kebetulan lagi ini adalah momen pertama dalam kurun waktu 12 tahun sejak scene musik IKJ ini terbentuk.

Ketika Andri dan para personel Rumahsakit lainnya datang di lokasi segera dimulailah proses pengambilan gambar. Mendadak terjadi kegemparan. Ekay, gitaris Be Quiet, masuk ke lokasi pemotretan dengan kostum ala gerilyawan Afghanistan bersenjata AK-47, mainan. Semua orang tertawa terbahak-bahak. Selalu ada kejutan dari kampus ini. Semua ingin menjadi bagian sejarah dengan cara mereka sendiri. Belum sempat Timur Angin mengambil gambar dengan kameranya, tiba-tiba saja……byar pet! Lampu penerang padam. 90 orang yang sudah ganteng berpose pun berteriak rusuh. Timur Angin pun panik……

 

 * * *


Andri Ashari adalah figur sentral Rumahsakit, sebuah band pop yang menjadi pelopor lahirnya scene musik IKJ di awal dekade 90-an. Pria lajang berusia 33 tahun yang terlihat sangat awet muda ini masuk ke Fakultas Seni Rupa Desain IKJ pada tahun 1992. Ia sebenarnya lulus SMA tahun 1991 dan sebelumnya sempat gagal dua kali tes masuk ITB. Seniornya di IKJ kemudian memberinya julukan Andri Lemes karena kondisinya yang sering terlihat lemas. Belakangan saya mendengar julukannya berubah menjadi Andri Kenceng karena makin meningkatnya aktivitas di berbagai diskotik dan klub malam Jakarta.

Awal masuk kuliah Andri masih berambut gondrong dan menggemari musik thrash metal/grindcore seperti Slayer, Godflesh, Nocturnus dan Death Angel. Kebetulan zaman itu memang masa jayanya thrash metal dan tak sedikit anak muda ibukota yang kemudian masuk lingkaran setan: menjadi “anak metal.” Suatu malam di tahun 1989 Andri menyaksikan program Chart Attack di RCTI yang menampilkan video klip “I Wanna Be Adored” dari The Stone Roses. Video itulah yang kemudian mengubah hidup Andri untuk selamanya. “Waktu itu RCTI masih pakai decoder untuk menangkap sinyal siarannya, tapi nggak tahu kenapa TV di rumah gue bisa menangkap siarannya tanpa decoder. Aneh,” ujarnya mengenang.

Itulah momen perselingkuhan pertamanya dengan band-band pop asal Manchester, Inggris yang di kemudian hari secara tak langsung ikut mempengaruhi lahirnya scene musik bermutu dari sebuah sekolah seni. “Ternyata di dalam hati gue suka banget sama musik pop seperti ini. Pelan-pelan gue saat itu mulai meninggalkan metal,” ujar Andri ketika diwawancara bersama para scenester IKJ lainnya di markas ROLLING STONE beberapa waktu lalu. Selera musik Andri pun berganti seiring dengan dikoleksinya album-album dari The Stone Roses, The Charlatans, The Smiths hingga Inspiral Carpets. Awal dekade 90an trend musik dunia berubah. Musik metal terjungkal dari singgasananya dan trend grunge/rock alternatif mulai melanda tanah air.

Di tahun 1994 Andri mendirikan Rumahsakit bersama Shendy [bass], Marky [gitar], Dion [gitar] dan Gory [drums]. Nama band ini terinspirasi setelah empat personel bandnya sembuh sakit dalam waktu berdekatan. Tujuan mereka mendirikan Rumahsakit sederhana saja. Andri dan kawan-kawan seangkatannya ingin agar IKJ terkenal. “IKJ harus ngetop. Bukan cuma ngetop di bandnya aja. Jalurnya macam-macam, band cuma salah satunya. Gue sama anak-anak terus bikin Sekte Komik yang kerjaannya bikin demo komik dimana-mana,” cerita Andri. Ternyata yang lebih dikenal orang justru bandnya, hingga ia pun mulai mengurangi aktivitasnya di komik.

 

Sekte Komik IKJ tahun 1996. Yang mana Pepeng Naif, Adi Cumi dan Andri Lemes?

[Foto: dok. Andri lemes]

 


Rumahsakit saat show di Poster Cafe [1997]

[Foto: dok. Andri Lemes]

 


Rumahsakit di Classic Rock Stage tahun 1997. Paling kanan ada David Naif dan Baja

[Foto: dok. Andri Lemes]

 

Panggung pertama Rumahsakit terjadi di kampus IKJ pertengahan 1994. Saat itu Andri baru masuk kerja dan gaji pertamanya ia alokasikan untuk menggelar acara musik bernama Blender. “Asli dari duit gue sendiri dan bikinnya nggak ada izin dari senior karena memang nggak ada yang paham. Gue pengen banget bikin sesuatu yang beda, konser musik dengan segala macam jenis musik ada di dalamnya,” cerita Andri. Ia kemudian mengundang band-band dari luar kampus seperti Waiting Room dan Pestol Aer yang telah lebih dulu mengcover The Stone Roses. “Ada juga Adi Cumi dengan bandnya Fable, Chapter 69 yang bawain Smashing Pumpkins dan menjadi cikal bakal Clubeighties,” kenangnya. Di acara itu untuk pertama kalinya Rumahsakit mengumumkan nama permanen bagi band mereka. “Sebelumnya namanya beda terus tiap manggung. Norak-norak gitu namanya. Salah satunya adalah Kerah Kodok,” kata Andri seraya tertawa.

Rumahsakit di awal terbentuknya sempat menjadi band cover version The Stone Roses. Setelah tiga kali manggung barulah mereka fokus menulis materi lagu sendiri.  “Dulu nyari tempat manggung untuk jenis musik pop seperti ini masih susah banget, karena pop di underground-nya sendiri masih tergolong minoritas juga. Jadi minoritas diantara minoritas,” tutur Andri. Saking susahnya manggung, Andri bercerita kalau Rumahsakit sampai sempat ikut audisi untuk manggung di acara grindcore. “Gue bawain lagu ‘Boys Don’t Cry’ dan akhirnya bandnya gagal tembus seleksi [tertawa].”

Andri juga bercerita Rumahsakit generasi awal saat itu sempat dibantu oleh Emil [bassis Naif] dan Pepeng [drummer Naif] jika sedang live. Naif sendiri waktu itu belum terbentuk. “Gue ingat banget Chandra [mantan kibordis Naif, Red] pertama kali ngasih dengar lagu ‘Piknik 72’ ke gue waktu itu. Gue langsung punya feeling kalo bandnya Chandra ini bakal jadi band gede nantinya,” tukas Andri antusias. Sejak itu Andri merelakan Pepeng dan Emil untuk lebih serius dengan band barunya, Naif. Cikal bakal Naif sendiri terjadi di pertengahan tahun 1995 ketika David, Pepeng dan Jarwo bermalam di rumah Shendy [bassist Rumahsakit] untuk mengerjakan tugas kuliah bersama-sama.

Belakangan Rumahsakit kemudian teken kontrak dengan Independen Records/Aquarius Musikindo dan merilis dua album s/t (1998) dan Nol Derajat (2000). Naif yang kini tercatat sebagai band asal IKJ paling sukses secara komersial akhirnya di-signed oleh Bulletin Records dan sempat merilis empat album penuh disana: s/t (1998), Jangan Terlalu Naif (2000), Titik Cerah (2002), Retropolis (2005) serta sebuah album greatest hits Naif bertitel The Best (2005).

Suasana acara musik kampus dalam kampus IKJ tahun 1996 [Foto: dok. Andri Lemes]

 


Acara Nostalgia malam itu memang tak hanya diisi oleh penampilan band-band asal IKJ yang belakangan terkenal di luar kampus saja. Mereka juga memberikan waktu kepada para alumnus untuk bernostalgia dengan cerita-cerita seru jaman mereka kuliah di IKJ dulu. Salah satunya adalah Boyke Mulyana, alumnus Seni Rupa IKJ Angkatan 1975 yang kini menjadi staf pengajar di sana. Boyke atau akrab dipanggil “Mas Boyke” oleh para mahasiswanya ini merupakan mantan aktivis kampus yang sangat paham sejarah dan tradisi berkesenian di kampus yang didirikan oleh Gubernur Jakarta [saat itu] Ali Sadikin pada tanggal 26 Juni 1970 tersebut. 

Boyke ketika diwawancara bercerita bahwa tradisi membuat konser musik di IKJ memang telah mengakar sejak akhir tahun 70an. Setiap tahunnya di kampus tersebut kerap kali digelar acara musik gratis yang biasanya memiliki tema acara sesuai dengan momen-momen tertentu. “Judul acaranya aneh-aneh, Musik Gratis Tahun Babi atau pas jaman ngetrendnya Komet Halley, nama acaranya Musik Gratis Komet Halley,” cerita Boyke seraya tertawa.

Akhir tahun 1979, Boyke bersama kawan-kawannya, salah satunya aktor Subarkah Hadi Sarjana sempat membentuk band kampus bernama Benclang-Benclung. “Sebelum grup saya ini, di kampus IKJ adanya cuma vocal group saja, Karena saat itu trendnya memang begitu,” ujar Boyke lugas. Benclang-Benclung yang, menurut Boyke, memainkan musik pop Indonesia standar adalah band panggung yang tak sempat masuk dapur rekaman namun populer karena lirik-liriknya yang absurd dan menghibur. Seperti lagu berjudul “PKI” berikut ini; Oh PKI / Kenapa engkau selalu komunis? / Nggak cocok dengan dapur serta hobiku /Artinya kalender  atau lirik “HoreHoreHo,” Bengkel kereta api ke Amerika / Kantor pos dan bus kota lain agama. Lirik-lirik lagu Benclang-Benclung pun menarik perhatian para penyair besar Taman Ismail Marzuki saat itu.

Di era Benclang-Benclung ini pulalah kemudian lahir lagu “Gembel Naik Kelas Dipotret Gubernur” yang hingga kini masih populer di kalangan mahasiswa IKJ. Boyke kemudian menjelaskan, “Gembel disitu maksudnya mahasiswa yang gembel banget. Nggak punya apa-apa. Tapi walau gembel tetap naik kelas dan dipotret sama gubernur waktu itu, Ali Sadikin. Jaman sekarang mana ada gubernur mau difoto sama gembel [tertawa],”

Awalnya Benclang-Benclung dibentuk untuk ikut acara Festival Musik Humor Tingkat Nasional yang digelar oleh Lembaga Musik Humor Indonesia di Taman Ismail Marzuki. “Waktu itu tujuannya cuma satu, pengen mengalahkan anak-anak geng Radio Prambors,” ujar Boyke yang mengaku akibat sibuk ngeband ia baru ikut ujian negara tahun 1982. Akhirnya yang terpilih sebagai juara pertamanya saat itu adalah Jaduk Ferianto asal Yogya. Juara kedua, Benclung Benclung, juara ketiganya Tom Slepe dan juara harapannya Iwan Fals.

“Iwan saat itu belum terkenal sebagai penyanyi hebat, tapi dia sempat menyanyikan lagu ‘Omar Bakrie’ di acara itu,” tukas Boyke lagi. Iwan Fals sendiri pada tahun 1980 memang sempat kuliah dua semester di FSRD IKJ. Ketika karier musiknya makin jelas dan ia mulai banyak konser belakangan kuliahnya ditinggalkan. “Dia masuk IKJ setelah kenal kami di acara musik humor tadi. Istrinya Iwan, Mbak Yos, itu anak Seni Rupa Angkatan 1979 dan mereka ketemunya jaman Iwan masih kuliah di IKJ juga,” demikian Boyke bercerita dengan antusiasnya.

 

* * *

Setelah gelombang pertama scene musik IKJ berlalu bersama band Nikotin [vokalisnya Ipang eks-Plastik/kini BIP], Seni Rupa Barat, Rumahsakit, Fable [ikut kompilasi Indie Ten (1997) bersama Padi, Cokelat, Naff, Caffeinne] dan Naif, berikutnya hadirlah gelombang kedua di era 1996-1998 dengan hadirnya band-band seperti Be Quiet, Bandempo, Jukebox, Sekarwati, Kebunku,  Pendulum hingga Clubeighties. Gelombang kedua ini menawarkan jenis musik yang lebih variatif dan berhasil dikenal di luar kampus setelah Poster Café, sebuah kafe musik legendaris yang terletak di Museum TNI Satria Mandala terbuka bagi band-band cutting-edge.

Be Quiet adalah band crossover-punk/hardcore yang sempat menjadi rumah bagi Jimi Multhazam [drummer, kini vokalis The Upstairs] dan Henry “Batman” Foundation [kini vokalis Goodnight Electric]. Sebelumnya Be Quiet sendiri adalah band luar kampus yang dibentuk Ekay [gitar] dan kerap mengcover The Cranberries. Setelah Jimi bergabung, Be Quiet berkembang menjadi band dengan referensi musik AMQA, DRI, SOD dan belakangan Beastie Boys setelah Reza Asung - yang menurut Jimi vokalnya mirip dengan Mike D -ikut bergabung. Be Quiet di tahun 1998 sempat merilis album bertitel It’s Be Quiet e.p. secara independen.

Bandempo adalah band rock n’ roll yang namanya terinspirasi dari pelawak Srimulat dan dibentuk tahun 1997, di antaranya oleh Anggun Priambodo [vokalis, kemudian menjadi video clip maker The Jadugar] dan Bondan [gitar, kini menjadi Bondi Goodnight Electric]. Mereka sempat meng-cover lagu Tetty Kadi “Pergi Ke Bulan” di album debut kaset mereka yang packaging-nya ala mainan anak-anak di tahun 2000. Sementara Jukebox adalah band pop dengan vokalis perempuan yang musiknya terpengaruh The Cardigans. Para personelnya di antaranya adalah Baja [kini manajer Naif] dan Martino [guitar technician Jarwo Naif]. Jukebox juga sempat merilis album debut di tahun 2001.

Kebunku adalah trio punk rock yang terdiri dari Tombak [drums], Johan [gitar, vocal] dan Oki [bass]. Band yang sangat berkarakter dan memiliki fan base besar di kampus ini telah merilis beberapa album secara independen dan sempat dikontrak oleh label milik Ivanka Slank, Green Records. Belakangan ini dikabarkan Johan telah mengundurkan diri dari Kebunku.

Sekarwati adalah band asal IKJ yang melestarikan semangat orkes mahasiswa semacam Pancaran Sinar Petromak dan Pengantar Minum Racun. Bedanya band ini terkadang memfusikan musik dangdut dengan rock jauh sebelum munculnya Pemuda Harapan Bangsa [Bandung] dan Kornchonk Chaos [Yogya]. Pengaruh terbesarnya mungkin Soneta mengingat di show terakhirnya mayoritas personelnya mengenakan seragam ala Soneta Group pimpinan H. Rhoma Irama. Belum lama ini mereka merilis album debut yang berjudul Teka-Teki Sekarwati, tentunya dalam packaging ala TTS. Band ini adalah band yang paling sukses responnya jika tengah mengguncang arena kampus-kampus di Jakarta, khususnya pada performa vokalisnya, Anto Mamang yang cenderung absurd.

Pendulum merupakan band yang paling berbeda dengan band-band asal IKJ  lainnya yang kebanyakan bernuansakan retro. Band yang awalnya dibentuk Iman [bass] dan Turi [gitar] menjelang akhir 1998 ini mengusung jenis musik progressive rock mutakhir. Bulan September 2001 silam Pendulum sempat menjadi headliner di acara Progressive Rock Festival yang diselenggarakan oleh Indonesian Progressive Society [IPS]. Tahun 2003 mereka merilis album debut bertitel HypNotiZe dibawah label Chico-Ira Production.

Band terakhir yang terlahir di era ini adalah band yang kemudian jauh lebih mengkilap namanya dibanding band-band seangkatan lainnya. Mereka adalah Clubeighties. Band beraroma pop Indonesia 80an ini pertama kali dibentuk oleh Lembu [vocal], Desta [gitar] dan Batman [drum, kini Goodnight Electric] hanya seminggu sebelum manggung di acara Bakar-Bakaran 1998. Line-up kemudian berubah dengan mundurnya Batman dan berpindahnya Desta ke drum berbarengan dengan masuknya Yton[keyboards], Cliff [gitar] dan Vincent [bass]. Masa-masa awal Clubeighties dihabiskan dengan “manggung paketan” bersama Bandempo, Be Quiet dan Sekarwati di berbagai kampus di Jakarta.

Clubeighties tahun 1999 lantas sign dengan Universal Music Indonesia dan merilis album debut self-titled mereka setahun berikutnya. Video klip perdana mereka, “Gejolak Kawula Muda” yang sempat diganjar sebagai Best Video of The Year 2002 oleh MTV Indonesia mengandalkan figuran para personel band-band asal kampus IKJ.

Tradisi ngeband yang akhirnya menciptakan ledakan band di IKJ sebenarnya justru terjadi di acara-acara intern kampus mereka. Hampir semua band yang terlahir di areal kampus yang berlokasi di dalam Taman Ismail Marzuki ini tercipta berkat acara bernama Tamasya Rimba, Oktaria, hingga Bakar-Bakaran.

Menurut Batman dari Goodnight Electric, acara yang sudah menjadi tradisi dari tahun 80an ini biasanya memiliki urutan waktu tersendiri. “Anak-anak Fakultas Film & TV bikin di hutan, namanya Tamasya Rimba. Kalau anak FSRD pasti bikin di pinggir pantai, nama acaranya Oktaria. Tiap acara itu pasti ada ngebandnya. Target anak-anak untuk bikin band sebenarnya untuk main di acara-acara itu tadi dan biasanya terakhir main di dalam kampus di Bakar-Bakaran.”

Aria Baja Zulfitri, manajer Naif, ikut menambahkan, “Bakar-Bakaran dibikin oleh angkatan baru FSRD sebagai ucapan terima kasih buat para senior mereka yang telah membuat acara-acara di atas.” Bondi dari Goodnight Electric juga berkomentar, “Biasanya dari acara-acara kayak gitu kemudian terinspirasi untuk bikin band. Banyak band yang berawal dari acara Oktaria, misalnya seperti Naif, Bandempo, The Upstairs, The Sastro sampai That’s Rockefeller.”

Uniknya, untuk setiap acara intern kampus yang diselenggarakan seluruh sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk sebuah produksi konser telah siap sedia membantu di berbagai lini. “Anak sinema bantu ngambil gambar atau video, anak teater bantu setting lighting atau setting panggungnya. Memang ada semua di IKJ jadi bikin gampang semuanya,” ujar Indra Ameng.

Gilanya, berbagai acara musik di IKJ itu bisa bermuatan maksimal 50 band dalam sehari yang mengakibatkan acara berjalan semalam suntuk bagaikan pergelaran wayang kulit. Respon para penonton IKJ terhadap band yang manggung juga sangat berbeda dengan kebanyakan audiens konser lainnya, ini jika tak ingin dibilang buas atau barbar. Umpatan, celaan, ejekan kasar penonton IKJ adalah santapan bagi band yang harus dikunyah dengan hati ikhlas di atas panggung.

“Itu mungkin akibat minuman keras, yah [tertawa]. Kalau nggak mabuk gue rasa nggak ada yang berani ngomong. Awalnya setahu gue dari jaman ospek. Gue kenal celetukan, ‘Elo jelek, anjing! Elo nggak keren, turun aja deh.’ Setelah ospek dan acara macam-macam tetap begitu. Ternyata dari dulu habit-nya memang begitu. Tapi kalau nggak ada celetukan kayak gitu gue pikir nggak bakal ada Jimi Upstairs, Anggun Bandempo, Lembu Clubeighties dan David Naif,” ujar Baja menjelaskan.

Menurut Baja, dahulu ketika Eka Annash [eks-vokalis Waiting Room, kini The Brandals] dan bandnya manggung di IKJ, ia sempat diejek penonton dengan muatan rasial. “Akhirnya dibalas Eka dengan membuka celananya di atas panggung dan memamerkan pantatnya ke arah penonton.” Lain lagi cerita tentang vokalis Petasan ketika manggung di sana. “Setelah diejek penonton tiba-tiba Budi Rap buka kaos dan di dadanya ada tulisan ‘TAHI’. Dia udah nulis sebelumnya dan udah prepare kalau bakal dicela nanti dia punya senjata. Setelah dia bikin aksi begitu penonton sebaliknya malah memberi respon meriah,” tambah Baja lagi.

Selain mesti berterima kasih kepada acara-acara yang telah melahirkan mereka, scene musik IKJ sebenarnya juga berhutang kepada figur-figur di balik layar yang posisinya sangat strategis dalam pengembangan image dan karier band mereka berikutnya. Ada yang berperan sebagai desainer grafis [Tony Tandun, Adi Cumi], indie label [Andri ‘Rebel Records’], sutradara video klip [Platon Theodoris, Anggun-Batman ‘The Jadugar’, Eugene Panji, Bimbo Syauqi], hingga manajer band [Indra Ameng, Baja, Dito]. Belum lagi nama-nama lainnya yang bertanggungjawab menangani produksi konser seperti road crew, sound engineer yang memang SDM-nya kebanyakan diambil dari teman-teman kampus juga. Misalnya seperti para road crew Naif, Clubeighties, The Upstairs, The Adams dan sebagainya.

Gelombang ketiga ledakan band di kampus IKJ terjadi pada era 2000-2003 dengan lahirnya band-band seperti Brisik, The Sastro, The Upstairs, That’s Rockefeller, Karon N’ Roll, The Adams, Goodnight Electric, White Shoes & The Couples Company hingga Bikinies. Pada era ini band-band tersebut sempat dibesarkan diluar kampus oleh klub-klub rock legendaris seperti BB’s Bar [Menteng], Nirvana Café [Tendean] hingga Parc [Kebayoran]. Bahkan RuangRupa, sebuah kolektif berkesenian di Jakarta yang terdiri dari alumnus IKJ dan ISI Yogyakarta juga memberikan kontribusi cukup besar bagi band-band IKJ yang besar di gelombang ketiga ini.

Napalm Death era Scum dan Los Crudos adalah dua pahlawan yang berpengaruh besar bagi terbentuknya duo grindcore Brisik yang terdiri dari Cocot [gitar, vocal] dan Sistus [drums]. Band yang dibentuk tahun 2000 dan belum lama sempat tur konser di Bali ini setahun berikutnya merilis sebuah album dengan judul paling provokatif sepanjang masa, Ngentot! Sejauh pemantauan selama ini, t-shirt bajakan Brisik justru lebih banyak beredar dibanding album debut mereka tersebut. Band paling misterius yang pernah terlahir dari scene IKJ.

The Sastro adalah band yang dibentuk - sekali lagi - untuk berpartisipasi di acara Oktaria yang digelar di Pantai Anyer pada 20 Oktober 2001. Pendiri band yang hampir bernama Street Patrol ini adalah Ritchie Ned Hansel [gitar] dan Sastro [vokal, gitar]. Band yang mengaku tidak terinspirasi Dian Sastro ini musiknya sangat terpengaruh oleh pahlawan Manchester, The Smiths, Morrissey dan The Police. Pertengahan tahun lalu The Sastro merilis album debut mereka, Vol.1 dibawah label independen Kenanga Records.

The Upstairs sendiri bisa dibilang lahirnya hampir berbarengan dengan The Sastro yang memang sengaja diciptakan untuk show di acara Oktaria. Band new wave yang dibentuk oleh Jimi Multhazam [vocal] dan Kubil Idris [gitar] ini hingga kini telah merilis satu album mini [Antahberantah, 2002] dan dua album penuh [Matraman, 2004] dan Energy yang rilis dibawah major label Warner Music Indonesia belum lama ini. The Upstairs sendiri telah eksis jauh sebelum terjadi ledakan new wave revivalist seperti yang dipopulerkan di dunia oleh The Killers atau Franz Ferdinand.

Sementara Goodnight Electric justru tidak langsung terlahir di IKJ, proyek yang tercetus di RuangRupa tahun 2003 ini awalnya justru di desain Henry ‘Batman’ Foundation hanya sebagai recording artist saja. Proyek electronic pop ini awalnya juga menampilkan Rebecca Theodora [eks-penyanyi latar The Upstairs, Rumahsakit, kini membantu unit metalcore Straightout] yang bernyanyi di album Love and Turbo Action [2005]. Personel Goodnight Electric lainnya kini adalah Oom Leo [keyboards] dan Bondi Ned Robot [keyboards, eks-Bandempo].

Jika ada jalinan asmara berkembang tidak melulu menjadi mahligai perkawinan melainkan sebuah band, maka White Shoes & The Couples Company adalah contoh konkretnya. Sari dan Rio, dua mahasiswa FSRD yang saat itu pacaran akhirnya memutuskan untuk bermain band bernuansakan pop balada Indonesia dengan pengaruh jazz klasik setelah mengajak Saleh di tahun 2002. Mereka lantas mengajak sepasang suami istri muda, Ricky dan Mela untuk bergabung mengisi posisi bass dan keyboards. Hasilnya adalah sebuah album self-titled yang rilis tahun 2005 di bawah label Aksara Records dan jalur distribusi Universal Music Indonesia. White Shoes & The Couples Company sendiri kini memiliki seorang fan istimewa yang bernama Guruh Soekarno Putera.

Pada tahun 2003 Jimi Multhazam, Bondan dan Ario Hendarwan berinisiatif untuk membuat sebuah album kompilasi dari band-band IKJ yang tujuannya sekadar untuk mendokumentasikan musik yang pernah terlahir dari kampus seni ini. Setelah penggarapan beberapa lama akhirnya rilislah album Kampus 24 Jam Hits [IKJ Records] yang menampilkan single dari Angkatan Udara, Proteshkrash, Samudra, Liga Memek, Imanissimo, Fable, Rumahsakit, Sekarwati, Lonely [kini The Adams], The Upstairs, Kebunku dan sebagainya. Album yang beredar terbatas ini tercatat sebagai satu-satunya album yang pernah mendokumentasikan sebuah band bernama Lontong Sayur dengan ‘hit single’ mereka “Pacarku Dientot Orang”.

 

* * *

Siang hari terik di markas ROLLING STONE yang asri di pertengahan bulan lalu saya kemudian menghabiskan waktu dengan mewawancara para scenester yang ikut menggerakkan scene musik IKJ selama ini. Aria Baja Zulfitri [manajer Naif], Indra Ameng [manajer White Shoes & The Couples Company], Jimi Multhazam [vokalis The Upstairs], Batman, Bondi [Goodnight Electric] dan Andri Lemes [vokalis Rumahsakit]. Sementara wawancara dengan Boyke Mulyana dilakukan secara terpisah.

Bagaimana ceritanya band-band IKJ kemudian bisa keluar kampus dan dikenal luas?

Andri: Dulu yang pertama bawa demo Rumahsakit ke Radio Prambors itu teman gue, Bimbo. Kebetulan dia lagi freelance bikin Bulletin Prambors waktu itu. Kami bikin demo tiga lagu dan kita sebar ke teman-teman. Waktu itu gue titip demo untuk dikasih ke Dodo Abdullah, Music Director Radio Prambors [saat itu, Red]. Beberapa bulan kemudian single “Datang” masuk chart Indie Lapan dan langsung menjadi nomor satu disana.

Baja:  Waktu itu lucunya di satu chart Indie Lapan ada single Rumahsakit dan Naif juga. Acara itu pendengarnya lumayan banyak waktu itu. Pokoknya berangkatnya Naif sampai akhirnya bisa ditonton dan didengar orang banyak itu sebenarnya berkat teman-teman juga. Andri dengan Bimbo sementara Naif dibawa oleh teman kami, Iwang [Irwan Ahmett]. Iwang dengar lagunya dan tertarik untuk bikin sampul album Naif yang pertama. Sementara itu [Almarhum] Teguh Kidnap Katrina yang bawa demo itu ke Bulletin Records. Saat itu Naif mendengar kabar kalau Bulletin mau buat album kompilasi band-band baru. Ternyata Naif malah disuruh sekalian bikin album penuh, padahal awalnya anak-anak ngasih demo tiga lagu itu [“Benci Libur,” “Piknik 72,” “Jauh”] untuk apply buat kompilasi itu.

Andri: Dulu waktu ke Bulletin yang dibawa sebenarnya Naif sama Rumahsakit, cuma yang diambil hanya Naif. Rumahsakit akhirnya diambil Dodo yang baru bikin label Independen Records dengan Aquarius Musikindo.

Indra Ameng: Salah satu momennya karena berbarengan juga dengan eksisnya Poster Café. Kalau dulu mungkin nggak bisa dikenal diluar kampus karena memang manggungnya hanya di dalam kampus aja. Karena ada band luar yang main di dalam kampus akhirnya mereka gantian mengundang band IKJ untuk manggung di luar juga. Generasi pertama punya Poster Café maka generasi kedua ada di BB’s Bar. Momennya pas. Jadi mereka yang sukses main di Bakar-bakaran misalnya, langsung diundang untuk main di BB’s.  Generasi selanjutnya dibesarkan oleh Parc, kayak Goodnight Electric dan Bikinies.

Kenapa band-band IKJ hampir semuanya bersifat retro?

Baja:  Nah, kalau itu sih sebetulnya karena sekolah art. Karena art school makanya environment yang berbau 70’s, 60’s atau apa itu lebih keren ketimbang yang sekarang. Waktu itu era 90an setelah 80an yang kancut banget. Gue masih sempat ngeliat ada anak IKJ pakai celana baggy waktu gue baru masuk tahun 1994. Karena kami punya referensi buku-buku dan senior-senior kami sebelumnya juga ngajarinnya begitu jadi yang keluar akhirnya keren saja. Mengalir begitu saja. Semuanya suka retro tapi dengan terjemahan yang berbeda-beda. Dulu kalau Rumahsakit kami udah tahu karakteristiknya kayak begini. Nah, setelah itu pasti nggak bakal ada band kayak Rumahsakit lagi. Bandempo, Sekarwati, Be Quiet, Goodnight Electric, The Upstairs masing-masing berbeda karakter. Dan sebelum Jimi dengan The Upstairs memang nggak ada band seperti itu di kampus.

Indra Ameng: Mungkin karena rata-rata referensi musiknya lama. Akibatnya visualnya juga kelihatannya jadi terlihat lama. Ini juga akibat anak-anak sering berbelanja baju di Poncol, Senen.

Jimi: Dan Poncol itu udah ada dari akhir tahun 80an kayaknya. Pas gue lulus tahun 1992, gue sempat kerja dan gue tahu Poncol dari teman kerja gue yang sering belanja celana panjang di Poncol yang modelnya aneh-aneh.

Kalau tidak ada Poncol mungkin tidak ada fashion seperti itu?

Baja: Mungkin, tapi memang jadi lebih sulit aja mendapatkannya. Dulu gue sempat bilang Poncol itu sebagai TIN [Taman Indie Nasional] karena kita malu untuk bilang belanja pakaian di Poncol, Pasar Senen.

Andri: Tapi kalau dibilang retro gue kurang setuju juga. Karena pada era itu, gue selalu ngasih anak-anak baru musik-musik yang baru juga.

Baja: Sebenarnya secara elo nggak sadari, Ndri. Maksudnya, kayak Blur itu kan kesan mods-nya kental banget. Pulp musiknya nggak jaman dulu tapi imejnya retro. Album pertamanya The Cardigans kurang retro apa tuh. Nggak ada kata lain lagi selain jadul deh

Apa bener mahasiswa IKJ pada membentuk band karena suntuk kuliah akibat tugas yang bertumpuk?

Boyke Mulyana: Sama dengan jaman saya. Itu lirik-lirik lagu saya kacau kan? Karena saya merasa kekacauan yang saya dapat. Mau dibawa kemana kita ini? ada kesan itu.

Andri: Kalau ada orang yang bilang anak-anak Seni Rupa itu kuliahnya enak banget, santai, ngeband, padahal sih nggak. Sebenernya kami stres berat [tertawa]. Tiap hari terpaksa nginap di kampus untuk mengerjakan tugas.

Baja: Naif pun sampai akhirnya menjadi band sebenarnya gara-gara nginap di rumah teman, hidup nomaden, ngerjain tugas kuliah. Sampai akhirnya mereka dekat satu sama lain dan punya selera musik yang sama. Jadi semangat awalnya bukan karena ngeband untuk dibikin keren sih.

Ketika acara Nostalgia kabarnya sempat ada kekecewaan terhadap angkatan baru IKJ yang terkesan pasif?

Baja: Bukan kecewa sih sebenarnya, canggung. Ini di rumah kita tapi kayak nggak terasa di rumah kita. Kemana nih suasana yang dulu. Ada yang terasa kurang aja. Penontonnya cuma duduk, itu nggak IKJ banget. Biasanya kalau anak-anak manggung berantakan tuh di depan panggung. Sekarwati main aja gue biasanya joget. Kemarin memang agak aneh.

Ameng: Nggak tahu, yah. Tapi yang nggak enaknya kemarin yang inisiatif bikin acaranya tetap angkatan lama. Kayaknya nggak ada prestasi aja dari angkatan yang sekarang.

Jimi: kalau menurut gue sih sebenarnya karena suasana kampusnya sih yang udah beda. Kalo dulu kan tugas menumpuk kita ngerjain di kampus dan stuck akhirnya kita hura-hura aja. Anak-anak sekarang gue lihat udah pada mapan. Kalau datang ke kampus aja sekarang nyari parkir susah. Dulu parkir mobil kayaknya lega banget, padahal kampus sekecil itu, sekarang susah banget. Mahasiswa sekarang kayaknya udah mapan, datang ke kampus, kuliah, terus pulang. Sore kampus udah sepi. Jaman kami jam tiga pagi aja kampus masih ramai, terang semua lampunya. Karena suntuk akhirnya pada ngeband. Kalau sekarang mereka memang menunggu liburan untuk benar-benar hilang dari kampus. Kita dulu bahkan lebaran Idul Fitri hari kedua pun kampus udah ramai lagi. Gue rasa karena situasi itu sih band-band dari IKJ kayak berkurang.

Andri: Iya, sekarang kayak bukan IKJ, lebih mirip Atmajaya [tertawa]. Karena gue kemarin lihat anak Atmajaya di tasnya ada pin IKJ Cool. Gue jadi trenyuh gitu. Setidak-tidaknya tujuan gue sedikitnya udah tercapai [tertawa]. Yah, sedikit kecewa sih karena udah bukan seperti IKJ yang dulu.

Jimi: Padahal dulu sampai sempat ada pihak luar yang anti juga sama IKJ. Mereka bikin pin IKJ coret, “Seni bukan milik institusi” [tertawa], keren kan.

Setelah band-bandnya terkenal di luar, kenapa IKJ tidak menyelenggarakan festival musik  sendiri di luar kampus yang bisa ditonton orang banyak?

Baja: Nggak, soalnya IKJ nggak pernah kasih apa-apa kalau kami bikin something yang berbau IKJ…..

Jimi: Keenakan mereka nanti.

Baja: Iya. Tapi gue bukannya apatis sih sama IKJ….

Bondi: Sekarang pas udah gede baru deh….

Baja: Nah, sekarang kami justru sedikit bingung menyikapi kalau kami ini sebenarnya anak IKJ tapi di sisi lain malas juga. Mungkin kalau kami buat acara di luar kampus nantinya nggak akan membawa nama IKJ.

Jimi: Intinya, sebenarnya kemarin kami bikin acara Nostalgia di kampus itu untuk bernostalgia dengan suasana kampusnya, bukan karena IKJ-nya. (*)(*)

 

 +++++++++++++++++++++++++

 

 

MASA DEPAN ROCK IKJ

 

Institut Kesenian Jakarta tidak hanya produktif mencetak seniman, rocker-rocker masa depan negeri ini juga digodok disini. Tersaji langsung dari kawah candradimuka, band-band berikut ini niscaya masa depan rock scene IKJ.    

 

THE ADAMS

Power pop maskulin

 

Personel: Arfan (bass, backing vocal), Gigih (drums), Ario (gitar, vokal), Saleh (gitar, backing vocal), Retiara (keyboards, backing vocal).

 

Band yang sempat melejitkan hit single “Konservatif” dari soundtrack film Janji Joni ini awalnya bernama Lonely yang terbentuk di kampus IKJ akhir tahun 2000. Anehnya, panggung pertama mereka justru baru terjadi dua tahun kemudian di acara Bakar Bakaran yang terkenal banyak melahirkan band-band indie bermutu. Jimi Multhazam [vokalis The Upstairs] adalah orang yang paling sering mengompori mereka agar lebih serius ngeband dibanding kuliah. Walhasil, album self-titled The Adams yang rilis tahun lalu dibawah indie label Aksara Records adalah debut mereka yang banyak menuai pujian dari berbagai media. Setelah sempat mengalami perubahan line-up, The Adams kini termasuk jajaran band yang ikut dibesarkan oleh sirkuit pensi SMA ibukota dan luar kota. Band yang bersenjatakan harmonisasi gitar dan merdunya paduan suara ini belakangan tengah bersiap untuk merilis album kedua mereka yang bertitel v2.05 masih di bawah bendera Aksara Records. Single pertama mereka yang ramah menyapa mantan bassist [“Halo Beni”] yang belakangan sibuk ngedrum di The Upstairs merupakan lagu terbaik mereka hingga saat ini. Tetapi mengapa The Adams berkhianat dan berkibordis seorang perempuan sekarang? “Ah, The Adams kan sudah pasti membutuhkan kaum hawa,” ujar Ario menerawang.

 

 

THAT’S ROCKEFELLER

Rock melayang Cikini

 

Personel: Aufa (vocal), Juliansyah (gitar), Zaky (bass), Aryarindra (drums)

  

Salah satu band psikedelik rock dengan vokalis paling berkarakter yang pernah dimuntahkan oleh scene musik IKJ. That’s Rockefeller yang merupakan gabungan antara mahasiswa Film & TV dengan Seni Rupa ini dibentuk pada tanggal 5 Oktober 2000 ketika untuk pertama kalinya mereka tampil di acara hura-hura intern kampus bernama Oktaria. Berkiblat pada The Doors dan Flowers, That’s Rockefeller pada tahun 2005 merilis album mini bertitel Petrov yang ditujukan sebagai penghormatan bagi keyboardis mereka yang gugur dalam tugas, Hendra ‘Petrov’ Saputra. Belakangan ini That’s Rockefeller tengah sibuk membuat materi baru bagi album debut mereka yang rilis akhir tahun ini juga.    

 

 

KARON N’ ROLL

Honda CB rock & roll 

 

Personel: Stiv (vocal), Pepeng (gitar), Apoy (lead guitar), Yakobus (bass),  Joen (drums)

 

Band yang memiliki nama aneh [“norak dan berguling, terinspirasi  dari gaya bahasa terbalik yang saat itu sempat ngetrend di kampus,” ujar Yakobus] ini belakangan sedang laris ditanggap berbagai pensi SMA terkemuka di Jakarta. Dengan tampang para personelnya yang sangar, siapa yang bakal menyangka kalau mereka ternyata memainkan style musik rock n’ roll ceria nan menggembirakan yang dipengaruhi band-band era 60an seperti The Beach Boys, The Rolling Stones hingga The Beatles. Dengan dress code ala hippie sekolah seni, Karon N’ Roll yang semuanya mahasiswa Film & TV bakal segera memikat hati dengan lagu-lagu andalan mereka yang cukup anthemic. Mulai dari kegembiraan mengendarai “Honda CB,” mewarisi tradisi “Goyang 70an” hingga cerita absurd tentang peri ungu dalam “Purple Fairy.” Dijamin band ini berbeda dengan kebanyakan band rock n’ roll lainnya yang kadang terlalu memanjakan distorsi.

 

BIKINIES

 

Personel: Shapie (vokal), Meyti (gitar), Cika (bass), Sari (drums), Tiffany (keyboards)

 

Kwintet yang para personelnya terdiri dari mahasiswi Seni Rupa ini merupakan band termuda yang ikut mewarisi tradisi art school rock scene IKJ. Berangkat sebagai band yang tadinya sengaja dibentuk hanya untuk bermain di acara Bakar-Bakaran 2003, Bikinies karakter musiknya banyak dipengaruhi oleh band-band rock perempuan seperti The Donnas, Jossie & The Pussycats bahkan hingga The Who. Awal tahun ini mereka ikut memasukkan single mereka yang berjudul “Like An Idiot” di album kompilasi indie Thusrday Riot dan single tersebut menerima banyak pujian hingga belakangan Bikinies cukup sering tampil di berbagai pensi SMA ternama di ibukota. 


 

Feature ini pernah dimuat di Majalah Rolling Stone Indonesia edisi Agustus 2006. 

Komentar

  1. hebat yah...sampe anak sekolah mo masuk ikj cuma mo ngeband doang
    hehehe....

    BalasHapus
  2. good article.

    kapan mungkin bikin artikel tentang scene indpendent (indie) dari mulai roots di pid pub, poster sampe parc wen, terus bkin family tree gitu band-bandnya.

    BalasHapus
  3. huhuh...
    yg jadi pertanyaan.....
    kesuksesan di ngeband..
    berbanding lurus ama sekulahnya gak ya?
    tabukah dibahas?heuhehe

    BalasHapus
  4. i love ikj band..
    tp knp fotonya ga kebuka wen

    BalasHapus
  5. wah kayaknya kalo gue baca semua coment dari elo mau di drs ato di manapun selalu sangat menyudutkan ya hehehe .... ok maaf2 aja hampir semua individu yang ngebikin band di IKJ ini adalah SSN (sarjana seni) dan masing - masing dari mereka semua hampir mempunyai perjalanan karir yang bisa di bilang sangat ok sebagai contoh :

    Jimi Multazam sebelum dia ngebentuk The Upstairs dia udah lulus dari kapan tau dan udah sering banget bikin pameran salah satunya PORNO dan WARHOL bersama Henri Batman ,beberapa art project bersama JAKART dan RUANGRUPA .

    Aprilia Apsari : sebelum White Shoes and The Couples Company kebentuk dia juga udah lulus dari IKJ dan pernah juga ikut beberapa pameran dan art project .... pameran bersama untuk UNI EROPA ,pameran IKJ - ISI , dan beberapa art project ADA YANG GAK ADA bersama RUANGRUPA .

    John Navid : emang dia belom lulus tapi tapi perjalanan karir musik nya udah sangat jauh sekali !! kepilih untuk ngikutin World Youth Orchestra , dan masih banyak lagi ...

    Anggun Priambodo : vokalis Bandempo ini juag udah lulus dari IKJ kapan tau ... udah berapa kali pameran di dalam & luar dan karya2 nya elo bisa liat bersama Henri Batman dia bikin The Jadugar

    Jadi tolong yaa sebelum kita mau ngeband kita juga mikir bahwa kuliah yg di atas segala-galanya dan asal elo tau kita semua bikin band emang karena cuma buat ISENG - ISENG karena suntuk abis bikin tugas yg super banyak dan emang karena anak - anak di lingkungan kampus haus suasana !!!!

    sory ya kalo gue banyak nerangin ....

    BalasHapus
  6. wen, keren banget artikelnya bos.

    foto yang ada di majalahnya gak di-upload sekalian? yang pada ngumpul itu loh.

    BalasHapus
  7. Saya Rio... karena saya ga punya account, maka saya minjem multiplynya si kampret ini..

    menurut gua :

    Sama sekali tidak tabu untuk di bahas...

    Sukses Kuliah bukan jaminan kesuksesan hidup..
    bukan juga jaminan kesuksesan ngeband..
    tapi jaminan kebahagiaan orang tua..

    jadi masalah sukses ngeband sama sukses berkuliah adalah hal yang sangat berbeda.. gitu ya..

    semoga di mengerti oleh semua

    terima kas

    BalasHapus
  8. Saya Rio... karena saya ga punya account, maka saya minjem multiplynya si kampret ini..

    menurut gua :

    Sama sekali tidak tabu untuk di bahas...

    Sukses Kuliah bukan jaminan kesuksesan hidup..
    bukan juga jaminan kesuksesan ngeband..
    tapi jaminan kebahagiaan orang tua..

    jadi masalah sukses ngeband sama sukses berkuliah adalah hal yang sangat berbeda.. gitu ya..

    semoga di mengerti oleh semua

    terima kasih

    BalasHapus
  9. weeeeh....napsu ya pren!
    membantu skali papa riki dan oom rio, gw dukung! semua diraih pake kerja keras juga kan,
    latarbelakang akademis masing2 personil juga bagus kan, ga sia sia kuliah juga kan,
    setidaknya ilmu yg didapat tersalurkan....
    dan ga masalah juga setelah kuliah lo mo jadi apa...
    *ngebantu ga pren? ngga ya...hihihihi...ogut juga nepsong si pren....

    BalasHapus
  10. Thanks, man.
    Udah kepikiran untuk bikin artikel kayak gitu buat RS cuma belom ada rencana diturunkan dalam waktu deket ini, risetnya panjang tuh hehe. Gue malah ada rencana mo wawancara bokap elo nih untuk artikel tentang God Bless buka Deep Purple di tahun '75 dulu. Mungkin bisa dibantu?

    BalasHapus
  11. koreksi dikit hehehe
    kalo gak salah judul lagunya "i wanna be adored" by the stone roses,
    tapi kalo saya salah ma'afkan yah wenz! =)

    ps: tadi gue quote bagian itu tapi kebawa semua...jadinya gak gue quote lagi hehehe

    BalasHapus
  12. Hehehe...pastinya nggak tabu sih diomongin. Bebaskeun!

    Joe Strummer, Paul Simonon [The Clash] mereka juga nggak kelar kuliah art school-nya tapi kontribusinya buat sejarah musik dunia gue pikir gak perlu dipertanyakan lagi.

    BTW, ini pendapat gue:

    Gue juga gagal aka drop-out kuliah gara-gara Revolusi Mei 1998. Padahal gue gondrong 12 taon, sempet jadi Ketua Senat, IPK bagus, tinggal skripsi doang dan salah satu wasiat almarhum bokap gue adalah lulus kuliah. Gue belum pernah tau gimana rasanya sukses tapi yang pasti sekarang gue punya dua pekerjaan yang berangkatnya sama-sama dari hobi dan pergaulan, 100% gue kerjain ini semua sepenuh hati. Total! Gue nggak punya titel [selaen HM: haji metal] dan ijazah kuliah formal: ....and I don't care. Banyak temen-temen gue yang udah lulus kuliah dan punya ijazah masih jadi pengangguran. Salah satunya malah sempet masuk fotonya di koran, lagi ikut ngantri bareng ribuan pelamar untuk ngambil formulir di acara bursa kerja. Menyedihkan. Ada juga yang cerita kalo dia udah kerja di salah satu perusahaan tapi dia benci setengah mati sama pekerjaannya [dan juga boss-nya!]. Gue cuma tersenyum aja denger ini.

    Buat gue, sekolah gue adalah semua tempat dimana gue bergaul dan dosen gue adalah semua temen-temen yang gue temuin.

    Gue sangat percaya masa depan gue juga ada di temen-temen gue, bukan karena ijazah, dekan, sekolah ato kampus.

    Ever get the feeling that you've been cheated?

    BalasHapus
  13. Bener tuh, ga. Thank you buat koreksinya :) Gue up-date dulu deh.

    BalasHapus
  14. Thanks, rik. Foto-fotonya udah gue upload juga di photo section tuh.

    BalasHapus
  15. Kalo gue loves IKJ good bands, to ;)
    Foto udah di upload di photos section kok.

    BalasHapus
  16. Simpelnya sih gak usah takut sama masa depan. Dan gak usah mikirin masa depan. Yang penting pikirkan apa yg bisa loe lakukan sekarang ini, hari ini, menit ini, detik ini. Dan tekankan terus itu setiap hari. Untuk apa memplaning rencana2 untuk masa depan tapi diwaktu yg sekarang kita gak melakukan apa2. Gitu kali yee? Heheh.

    BalasHapus
  17. keren...seru nih tulisan... apa lagi ada tullisan si ini ex band ini, si itu ex band yg itu... itu dia yg bikin gua doyan....menambah wawasan hahahahah.... bisa sotoy2an ke tmen gua yg doyan musik ikj nih hehehe...

    BalasHapus
  18. yang jadi pertanyaan... yang beginian mengapa di pertanyakan dik..?... hehehehe.... gila'! mikir buat makan hari ini aja dulu' kali'.... hahahahaha.....

    BalasHapus
  19. are you kidding? gue 100% mendukung friend, tinggal hubungin gue aja kapan lo mau =)

    BalasHapus
  20. wah, bung terror incognita a.k.a bamby, temanku dari semarang ini harusnya ditanya ke gue yah, secara gue yang paling goblog belum lulus kuliah gara-gara ngeband, hehehe. gue selalu salut sama orang yang bisa membagi antara ngeband dan kerja/kuliah karena gue susah banget buat itu =)

    BalasHapus
  21. iman! gue pikir lo dah lulus! hehehehe
    ayo dong susul gue! hehehehe
    abis itu ngeband lagi! hehehehe

    BalasHapus
  22. bangsaaaaaaaaaattt.....hahahahahhaa

    BalasHapus
  23. lalalala....huaaeeemmm...aduh ngantuk deh....bobo dulu aaaahh....hehehehe

    muaaaaaahh!!!

    BalasHapus
  24. Yang gak IKJ gak boleh masuk ya..ya deh....

    BalasHapus
  25. hahahaha keuntungan jadi mahasiswa ikj tuh hehe

    BalasHapus
  26. pertanyaan lo gw kembalikan lagi pada individunya sendiri.

    ang pasti di ikj bukan cuman modal gokil doank. tapi otak juga jalan.

    kalo ga gmana bisa hasil karya mereka bisa diakui masyarakat?

    BalasHapus
  27. tulisan ini gw save ya bos, bt punya2an...
    hmm,, tulisan ini ada versi audio visualnya pasti seru kali ya... ada yg mau nonton gak ya ntar? hehehe

    BalasHapus
  28. hei kawan semua.... kita semua akan ketemu lagi bentar lagi di School of Rock!
    14-15 April 2013 di The Basement - Swissbel Hotel Kemang.

    BalasHapus
  29. apa gue doang yang baca artikel nya di 2017? wkwkwk sumpah ngakak ampe berak-berak sambil ketawa wkwkw gokil.sukses selalu buat anak-anak ikj,ya walaupun gue bukan di ikj wkwkw congratss..

    BalasHapus
  30. 2020.dan gw masih baca ni artikel dong..

    mana nihh yg sama2 baca ni tulisan gara2 ngobryls jim x malau, hahahhaaa

    BalasHapus
  31. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

LED ZEPPELIN Reunion 2007: The Full Report From David Fricke