Arogansi Media

 

Gue pernah ngalamin kejadian menyebalkan pas kerjasama dengan salah satu media di Jakarta.

 

Mereka telpon ngasih penawaran show buat band yang gue manajerin di sebuah sekolah, a surprise show. Sponsornya salah satu provider ponsel terkemuka. Band kita menjadi satu-satunya band yang manggung di sana. Mereka nggak bisa menyediakan artist fee, it's OK, hal yang lazim kalo kita kerjasama dengan media atau underground gig. Yang penting cost produksi dan road crew band kita dapet honor, itu yang penting dan utama. Benefit lain bisa didapet dari media itu dengan dibarter promosi, misalnya.

 

Setelah negosiasi dengan penawaran benefit yang laen mereka bilang bakal mendiskusikan dulu dengan atasan. Setelah itu mereka nggak pernah kontak gue lagi dan jreeeng... tiba-tiba nama band kita udah dipromosikan dimana-mana, iklan radio & poster, padahal belom ada kontrak sebelumnya (bahkan sesuatu yang berbentuk draft kontrak pun gak pernah gue terima). Walau kesel tapi gue bisa mentolerir, they're the media!

 

Sampe akhirnya H-1 gue nggak juga dihubungi. SMS dan e-mail dari fans sebelumnya udah banyak yg menanyakan jadi atau tidaknya kita manggung di acara itu. Jawaban gue: Belom pasti. Besoknya pas Hari H sekitar jam 9 pagi telepon gue berbunyi. Oh, it's that media guy. Kira-kira percakapannya gini:

 

"Selamat pagi, gimana persiapan shownya untuk nanti siang?"

 

"Show? Nanti siang? Nggak ada show kok hari ini."

 

"[Nada kaget] Lho? Jadi kan nanti?"

 

"Nggak. Kontraknya mana?"

 

"Wah, kalo dengan artis2 yang laen biasanya mereka percaya sama kita. Kontrak dan pembayarannya pas di venue nanti. Kalo sama band elo memang begitu ya?"

 

"Ah, nggak juga. Kayaknya ini prosedur standar semua band. Terserah juga sama band lain tapi di band ini begitu policy-nya. Masak  kontrak pas hari H. Terus gimana dengan technical riders kita, lu kan belum tau mesti nyiapin backline apa aja. Belum lagi masalah soundcheck."

 

"Jadi kalian nggak datang nanti siang?" [Mulai cemas]

 

"Nggak bisa. Tim kita ada 18 orang, mereka pasti udah punya jadwal masing2 hari ini. Nggak mungkin gue ngontak mereka semua mendadak kayak gini. Minimal kalo kemaren lu telpon masih bisa dikejar. Kalo sekarang gue yang bakal didamprat anak-anak dong."

 

"Oke deh, thanks."

 

"Sama-sama."

 

Nggak lama kemudian telepon gue bunyi lagi. Kali ini dari orang yang berbeda di media yang sama. Lebih ramah.

 

"Selamat pagi, bos."

 

"Pagi juga, bos."

 

"Katanya si pulan tadi band lu nggak bisa manggung nanti siang? Ada apa ya?"

 

"Iya. Karena yang pertama nggak ada kontrak dan kedua nggak mungkin juga ngumpulin tim kalo mendadak kayak gini."

 

"Oh, masalah kontrak ya. Gue sebelumnya minta maaf deh kalo kemaren belom kontrak. Karena setelah gue kontak waktu itu selanjutnya temen-temen laen yang nerusin. Menurut anak-anak si bos susah banget ditelponnya."

 

"Nggak mungkin. Telepon gue 24 jam on-line kok. Kan bisa dicoba terus. Dan lagi kemaren udah sempet telpon road manager dan booking agent kita juga kan?"

 

"Iya sih. Jadi tetep nggak bisa ya? Gue mohon maaf deh."

 

"Ya, nggak bisa. Gue juga minta maaf. Tapi menurut gue ini bukan salah kita kok. Karena kalo ada kontrak manggung sebelumnya nggak mungkin ada kejadian kayak gini."

 

"Ya udah, thank you."

 

"Sama-sama."

 

Beberapa menit kemudian ada telpon masuk lagi. Kali ini datengnya dari label rekaman band kita. Salah seorang staf promosinya. Gue udah nebak pasti ada hubungannya dengan kejadian sebelumnya.

 

"Halo Wenz, sorry, lagi sibuk ya?"

 

"Nggak kok, santai. Ada apa, bro?"

 

"Ini sekedar menengahi aja sebenarnya. Gue barusan ditelepon sama orang media itu. Katanya band lu......[ceritanya udah tau kan]."

 

"Oh, mereka menelpon lu juga ya? Nggak ada apa-apa sih. Cuma kita nggak mau manggung karena memang nggak ada kontrak aja sebelumnya."

 

"Iya, tadi gue juga sempat nanya ke mereka. 'Udah ada kontrak?' Dan mereka jawab, 'Ada. Kontraknya secara lisan.' Gue mau ketawa juga pas mereka ngomong gitu tadi."

 

"Hah? Kontrak lisan? Hahahaha... Gokil! Katanya media profesional?"

 

"Iya, gitu. Hehe. Emang aneh banget. Sebenernya gue cuma takut hal kayak gini mengganggu jalannya promosi buat album baru anak-anak aja nantinya. Apalagi media ini berpengaruh banget. Itu aja."

 

"OK, thanks untuk itu, bro. Tapi sebenernya mereka nggak perlu menghubungi label segala sih untuk urusan ini. Percuma. Karena kita nggak dalam masa promosi juga sekarang. Nggak ada hubungannya sama sekali. Ini cuma masalah antara pihak media itu dengan manajemen band."

 

"Betul banget, gue paham. Cuma gue takut imbasnya ke depan aja. Karena mereka panas juga kayaknya sampe minta klarifikasi dan mau bikin kronologisnya segala tentang kasus ini."

 

"Oh ya? Hehe. Lucu. Gue siap. Silakan, kapan aja mau dipertemukan. Gue juga orang media kan dan gue tau persis kebiasaan2 media kalo berhubungan dengan manajemen artis. Konsekuensinya udah gue pertimbangin masak2 kok. Sampe kemungkinan terburuknya juga."

 

"Oke deh kalo begitu."

 

"Kesannya jadi diputarbalikkan ya. Seharusnya kan kita yang menuntut mereka karena udah mempromosikan nama band ini tanpa ada kontrak sebelumnya. Tapi gue masih tolerir aja karena mereka kan media."

 

"Sip, syukur deh kalo lu paham konsekuensinya. Nanti gue atur pertemuannya setelah kedua belah pihak nggak panas lagi."

 

"Oke, bro. Thanks banget untuk semuanya."

 

 

Walhasil, hari itu band yang gue manajerin ini nggak dateng ke venue dan sama sekali nggak tampil di sekolah tersebut! Gue nggak tahu persis apa yang terjadi kemudian dengan surprise show itu. Bener2 surprise kayaknya buat para siswa/i-nya :) Gue nggak tau juga gimana pihak sponsor menerima kenyataan kalo eventnya jadi seperti itu. Kredibilitas semua pihak dipertaruhkan di event itu. Kabarnya mereka mendadak mengganti band yang akan manggung di sana.

 

Belakangan gue denger kabar dari temen gue kalo pihak manajemen band ini, menurut mereka, dianggap melakukan "pembatalan kontrak secara sepihak." Kebetulan temen gue ini juga temennya anak-anak media itu. Temen gue walau nggak paham persis duduk perkaranya langsung ngebela tindakan gue. Anak-anak media itu kontan kaget. Haha. Sangat menggelikan. Sampe sekarang gue duga band yang gue manajerin ini pasti diboikot atau di-banned di media tersebut.  

 

Anehnya, setelah sebulan kejadian itu berlalu sampe sekarang yang namanya pertemuan klarifikasi, tuntutan atau gugatan dari pihak media tersebut nggak juga jadi kenyataan. Gue pikir kayaknya mereka paham banget dari mana sebenernya semua ketololan ini berasal. 

 

Moral ceritanya: Kebanyakan media massa di sini cenderung meremehkan manajemen artis dan kadang tidak menganggap penting arti kontrak pertunjukan. Walau nilai nominal kontrak itu kecil tapi pasal-pasal lain yang ada di dalam situ bisa menyelamatkan kedua belah pihak kalo terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Semuanya sudah diatur secara tertulis di dalamnya. Gunanya untuk menghindari kerugian juga. Jadi bukan karena semata-mata nilai feenya kecil terus yang namanya kontrak itu jadi nggak penting. That's a BIG, BIG NO!

 

Dan juga nggak ada itu yang namanya "Kontrak Lisan." Sangat lucu. Kontrak itu semuanya tertulis...lis. Kesepakatan secara tertulis itu namanya kontrak. Kesepakatan secara salaman (handshake) itu namanya gentlement agreement. Tapi yang terakhir ini sama sekali nggak direkomendasikan. Hindari.

 

BTW, Gue nggak bilang semua media massa seperti itu ya. Karena untuk jenis media yang sama dengan media bermasalah tadi saja gue mengalami kerjasama yang baik-baik saja. Tentu juga dengan Kawanku Teguh, baik-baik aja :) Walau kenal secara dekat tapi mereka tetap menjalankan standar prosedur sebuah kerjasama event. Fren is fren, bisnis is bisnis. Masih aktual kok.

 

Terkadang mereka menganggap manajemen artis itu rewel dan banyak maunya. Jelas2 nggak ada yang berlebihan dalam band riders kita dan semuanya dapat dinegosiasikan juga. Semestinya kalo mereka ngerti gimana caranya menjalankan bisnis ini sesuai prosedur showbiz pasti mereka paham dan bisa lebih pintar.   

 

Oh ya, attitude seperti ini timbul biasanya karena arogansi media. Mereka tau mereka punya 'power' tapi jadinya norak karena etika bisnis diabaikan. Katanya media besar & profesional :) Gue bisa ngomong begini karena gue juga orang media, gue tau persis tengik2nya. Padahal mereka membutuhkan dukungan artis/band untuk kesuksesan dan meriahnya acara mereka, tapi sialnya, mereka nggak peduli apa benefit lainnya bagi band jika manggung di acara tersebut. Oya, jangan juga lupa kalo mereka nggak bisa membayar artist fee ya.

 

Seharusnya yang terjadi adalah "win-win solution." Media senang, band senang, penonton senang. Agar kita semua senang ya dijalankan dong standar prosedur kerjasamanya. That's the way it works.

 

Don't hate the media, just hate the assholes in the media. Hahaha.

 

moga2 bermanfaat.  

 

 

*Tulisan ini awalnya terinspirasi dari e-mail Rekti THE S.I.G.I.T.  dan Teguh Kawanku di milis DRS 

Komentar

  1. Gue kopi reply gue di DRS, Wenz:

    Menarik, Wenz! Ini saya kasih sedikit detail kejadiannya. Biar jelas dan nggak jadi tebak menebak.

    Sebenarnya, yang terjadi antara FFWD Records, The S.I.G.I.T. dan Kawanku memang nggak mengenakan sekali. The S.I.G.I.T. dijadwalkan untuk main di acara Fruit Tea School Party yang digagas Kawanku dan deal dilakukan via gue di FFWD Records.

    Pada waktu itu ada miss komunikasi mengenai siapa yang seharusnya menandatangani kontrak kerja samanya. Karena lazimnya memang gue yang tanda tangan (karena itu deal promosi, harus lewat orang promosi di label yang bersangkutan), hanya saja, pihak promosi Kawanku langsung masuk ke manajemen band. Manajernya nggak mau tanda tangan, karena memang seharusnya itu urusan label, bukan urusan band. Makanya belum ada kesepakatan tertulis hitam di atas putih.

    Di tengah-tengah itu, datanglah konfirmasi dari label partner kerja sama kita di Australia kalo tur The S.I.G.I.T. confirmed. Ya sudah, dengan berat hati harus membatalkan kesepakatan lisan yang sudah dijalin dengan Kawanku.

    Waktu itu, kita sama sekali mengetahui seluruh konsekuensi yang kita dapatkan jika membatalkan kesepakatan secara sepihak. Memang, belum ada hitam di atas putih, hanya saja kita punya tanggung jawab moral yang besar. Waktu itu, gue menawarkan seluruh solusi masuk akal yang mungkin bisa kita ajukan sebagai permintaan maaf. Termasuk konsekuensi kalo misalnya band ini diban oleh media yang bersangkutan.

    Tapi yang seperti Rekti bilang, kesempatan ini bisa jadi nggak datang dua kali. Take it or leave it. Makanya kami harus mengambil keputusan pahit ini.

    Bisnis adalah bisnis dan teman adalah teman. Sampai hari kita gue yakin Teguh dan teman-teman di Kawanku masih mengedepankan itu. Makanya gue angkat topi atas ucapan goodluck yang dia kasih di milis ini.

    Thanks for the support guys! Really appreciate it.

    Cheers,
    Felix Dass.

    BalasHapus
  2. Di KUHPerdata sih diakui yang namanya perjanjian tidak tertulis.

    Hanya saja, masalah pembuktiannya menjadi satu issue penting ketika terjadi perselisihan seperti yang terjadi diatas.

    Kalo lo mau sebenarnya, ketika mereka ngegantungin gitu (melly kaleee), lo kirimin surat, gak usah panjang-panjang, bilang "lo jadi make band gue?" pake kurir dan make tanda terima, jadi kalo tiba-tiba mereka memutarbalikkan fakta kayak yang terjadi sekarang, lo punya bukti tertulis yang akan melindungi elo dan band elo, dan menendang orang yang buang bodi itu ke neraka.

    Btw, band lo kapan ngeluarin album baru? Ditunggu loh.

    Kapan konser tunggal? Di JCC aja, bikin konsep panggung kayak beck lucu juga kayaknya bos.

    BalasHapus
  3. hahaha.... terkadang manajer band juga asshole kok. thanks udah baca, dhen.

    BalasHapus
  4. gue paling nggak suka diburu-buru panitia untuk ngasih logo untuk segera dipasang di media promosinya sementara sebenarnya belum deal, atau sekedar konfirmasi 'bisa' tanpa deal harga dulu. "Udah mau naik cetak nih Yan!"

    BalasHapus
  5. Ya, sangat dipahami. Gue pikir emang pilihan yang dihadapin THE SIGIT dan FFWD itu berat banget. Tapi kalo gue jadi mereka, gue pasti ngambil keputusan yang sama kok, lix.

    Gue ikut bangga kok sama kerjakeras THE SIGIT dan orang2 yang udah menset-up tur ini. Hebat!

    BalasHapus
  6. KUHP mengatur itu ya? Kurang paham hukum gue, rik. Perjanjian tidak tertulis itu konvensi bukan ya? Biasanya berlaku di dalam adat istiadat, gak tepat untuk bisnis kali ya hehehe.

    Bukan masalah digantungin sih. Gak jadi show disana pun gak masalah kita. Dalam hal ini, gue juga nggak mau follow-up sesuatu yang sebenernya bukan kebutuhan kita. Etikanya kan siapa yang butuh, dia yang kejar dong.

    Album baru kayaknya bakal ketunda lama, rik. Sakitnya Beni cukup parah juga, makanya dia mesti istirahat penuh selama 3 bulan! Semua proses kreatif untuk lagu baru juga jadinya sedikit lamban. Dijadwalnya sih sebelum akhir tahun lah.

    Konser tunggal? Hehehe.. Kita pernah konser dulu di awal 2005 di de basic bar. Kalo JCC nanti dah kalo udah segede Slank. Belom layak sekarang mah. Band2an. JCC kan kaya Madison Square Garden tuh kalo di Amrik.

    BalasHapus
  7. Hahahaha... Ini bener banget, Yan. Sering juga ngalamin kayak gini nih. Termasuk waktu ngurus booking Seringai. "Logonya kapan, Mas Wenz?" "Sabar ya, dik. Kontraknya aja beloman."

    BalasHapus
  8. KUHPerdata wen, bukan KUHP. Konotasi dari KUHP adalah Kitab Undang-undang Hukum Pidana, sedangkan KUHPerdata adalah Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

    Gue gak punya 2-2-nya di samping gue sekarang, jadi gue gak bisa ngasih nomer pasalnya berapa, tapi beneran diakui kok.

    Masalahnya, kalo elo punya perjanjian tidak tertulis, satu-satunya cara adalah dengan memberikan kesaksian bagaimana isi dari perjanjiannya itu. Seringkali cuman satu orang yang ngerasa ada pelanggaran hak di perjanjian itu sedangkan pihak lainnya tidak menerima kalo ada pelanggaran disitu.

    Berhubung hukum acara Indonesia menganut prinsip "unus testis nullus testis" (asli ini prinsip lucu banget, gue ngartiinnya waktu pertama kali denger sebagai "satu testis bukan testis"), yaitu "satu saksi bukanlah saksi", maka dispute atas perjanjian tidak tertulis seringkali mental, bahkan sebelum proses persidangan dimulai.

    Yak. Demikianlah kuliyah singkat mengenai hukum acara perdata. Kuliyah lain dapat diperoleh di fakultas hukum terdekat di kota anda. Atau mau baca HIR atau RIB? Silahkan lohh.

    Lah de basic kan kecil banget bos. Yang gedean dikit, jadi gue bisa nendang-nendangin orang dengan lebih puassss! Lapangan banteng barangkali?

    Yah, semoga beni cepat sembuh lah ya.. Kami, para samsonia dan nidjiholic sangat mengharapkan album the upstairs cepat keluar. Wakakakakakakaak..

    BalasHapus
  9. thanks for sharing wenz! pentil..eh penting nih yang kayak ginih! hehehe

    BalasHapus
  10. Media mana Wenz? GADIS ya? :-)

    BalasHapus
  11. oh iya, ini sedikit out of topic, tapi ada sedikit persinggungan dengan bagian dari cerita lu wenz.

    baru aja, setengah enem sore tadi. seseorang dari distro bandung menelepon gua. .

    "halo mas soleh? saya wendi dari distro....[gua lupa namanya]. begini mas, kami mau mengadakan pembukaan distro baru bulan juli nanti, nah kami ingin mengadakan kerja sama dengan majalah rolling stone untuk meliput acara itu."

    "gimana maksudnya mas?"

    "ya saya ingin rolling stone meliput acara itu."

    "tapi saya bukan di rolling stone."

    "di mana mas"

    "di playboy."

    "oh, playboy ya. oh berarti ketuker tadi. [cengengesan]. saya tau nomer mas dari anak rock n' roll mafia. ya udah, kalau gitu, kami ingin mengadakan kerjasama dengan playboy untuk meliput acara ini. dan kami perlu keputusannya sekarang. soalnya mau dicetak flyernya [atau promonya atau apa lah, gua lupa]. dan kami perlu logonya sekarang mas."

    "biasanya kalau ada kerjasama nggak mendadak begini mas. lagipula, saya bukan orang promo."

    "bisa minta nomer telepon kantor mas? atau orang promonya? tapi, kami perlu keputusannya sekarang mas."

    ...


    ternyata, banyak orang yang nggak ngerti etika ya...

    BalasHapus
  12. Itu pertanda apa ya Leh?... :-)

    BalasHapus
  13. jangan-jangan ini orang rolling stone leh. sok-sok nanya. padahal pengen tau reaksi lo kalo ada masalah mendesak dan butuh keputusan cepat.

    *sok-sok analisa.

    BalasHapus
  14. pertanda bahwa banyak orang yang nggak teliti dib. :p

    BalasHapus
  15. Wah, kayaknya lu cocok nih jadi entertainment lawyer. Disini masih belom banyak yang nekunin tuh posisi itu. Kalo butuh konsultasi masalah legal sama elo aja kali ya, rik?

    "unus testis nullus testis," "satu testis bukan testis" HAHAHAHA...

    HIR ato RIB apaan lagi tuh?

    Jangan lupa Kangenia diajak juga dong, diskriminatif deh ;)

    BalasHapus
  16. Iya, Ga. Nanti di Rolling Stone juga bakal ada rubrik baru 4 halaman ngebahas tentang hal-hal beginian, namanya "Music Biz". Tunggu aja bulan depan yak. Cieeeeeee, promosye.

    BalasHapus
  17. Bukan. Almamater situ menurut gue salah satu yang OK kerjasamanya, dib. :)

    BalasHapus
  18. Gak mungkin lah MTV. Gak tau yang rejim baru ini tapi rejim lama OK2 aja, leh.

    BalasHapus
  19. Wah, banyak banget, leh. Kadang nemuin orang yang sok tau juga, sebenernya kagak tau tapi belagak ditau2in. Indonesia banget lah yang begituan.

    Tapi, serius lu nama orangnya Wendi? Asu juga hehehe.

    BalasHapus
  20. Trax? pas lo gue ajakin event gue dulu, ngaco gak gue Wenz? xp mau gue propose buat part di Mansion di Hollywood sana.. band yang lo manajerin Interpol bukan namanya?

    BalasHapus
  21. iya. wendi. tapi, yang pasti cuma elu cowok bernama wendi dengan nama belakangnya rawk lah. :D

    BalasHapus
  22. ini bukan band deh kalo gak salah...tapi judul lagu hitsnya SNOW.

    BalasHapus
  23. Jangan marah2 dulu..kali aja nama belakangnya di Pawp....

    BalasHapus
  24. haha. trax dulu jasanya gede tuh buat band yg gue manajerin. jaman yang laen belom pada percaya sama band ini tiba2 kita di jadiin cover, walau trax2 tapi tetep aja cover ;)

    Bukan Interpol, yan. Interstudy, kantor manajemennya di Jl. Sunda. Alus2 dah. ^_^

    BalasHapus
  25. Teeet! Salah banget, leh.

    Wendi nama belakangnya Putranto.

    Cuma Wenz yang Rawk!

    \m/

    BalasHapus
  26. hahahaha.... lucu neh, Unbound.

    Susah amat nama lu, mbon. Sok keren ah hahaha.

    BalasHapus
  27. good posting Wenz.. nambah amunisi hati-hati kalo urusan ditanggep. Cheers

    BalasHapus
  28. thanks ya wen, tulisan lo ini sangat bermanfaat :)

    BalasHapus
  29. boleh boleh. kirimin aja pertanyaan lo ke rikigede@gmail.com.

    BalasHapus
  30. wakakakakakakakakkak..ini gw ngakak berat....distro mana leh? whahahahahahahahahahaha..

    BalasHapus
  31. wen...coba tlng kirim edisi ini kepada diriku yaaa.....eeh..waduh jajnjiku pdmu jg blum gw kirim yaa..huhuhuu...asap2

    BalasHapus
  32. nah itu dia tanya. lupa. yang jelas, openingnya bulan juli, pertengahan lah.

    BalasHapus
  33. Thanks udah baca, fren. Emang mesti hati-hati kalo dapet offer dari media. btw, ini Oddie, Michelle atau Achelle? hehe.

    BalasHapus
  34. Sama-sama, dit. Seneng kalo tnty ada manfaatnya :)

    BalasHapus
  35. serius nih, rik. wah, thanks berat. nanti gue e-mail2. cheers.

    BalasHapus
  36. Hehehe. gpp, tante :) gue udah beli tempo hari di aksara citos. tolong kirimin press release-nya aja kali ya: wendi@rollingstone.co.id. thanks.

    BalasHapus
  37. Pada suatu hari di tahun 2003 (kalau nggak salah), ada orang dari SCTV nelfon gue. Waktu itu gue masih kerja untuk Glam Inferno (management Superman Is Dead)...

    "Mbak, ini SID masuk nominasi SCTV Awards. Apakah nanti bisa hadir pada acaranya, tanggal 'sekian sekian' di Jakarta (JHCC kalau nggak salah tempatnya waktu itu)?"

    "Tanggal segitu ada kemungkinan kita main di Jakarta, mas. Tapi acaranya juga belum confirmed. Kalau kita memang ada di Jakarta, saya akan pastikan kita juga hadir di acara tersebut."

    "Oh, ok kalau begitu. Terima kasih ya Mbak. Nanti saya hubungi kembali."

    Dan selama berminggu-minggu, nggak pernah ada kabar tentang undangan buat kita menghadiri acara SCTV Awards tersebut. And I had no problem with that. Toh, cuma undangan untuk datang ke acara awards itu aja - yang gue yakin, anak-anak SID pun sebenernya nggak tertarik untuk datang. Tapi ternyata, pada H-2, si orang yang dulu menghubungi gue itu nelfon lagi.

    "Mbak, besok SID jadi bisa datang ke acara kan?"

    "Wah, acara yang waktu itu ternyata dibatalkan. Jadi mereka tanggal segitu lagi di Bali dan nggak bisa datang, Mas."

    "Lho kok gitu sih? Kan udah diundang?!"

    "Iya tapi kan waktu itu saya bilang, kita akan hadir di acara kalau memang sedang berada di Jakarta... Waktu itu juga acaranya kan belum confirmed."

    "Yah, gimana sih nih SID?! Lain kali tuh bilang kalau nggak jadi!"

    Yeee... Kenapa situ jadi sewot? Kayak pesta sweet seventeen dan pacar menolak hadir gitu? Gelo siah! Tapi ternyataaa... Ada beberapa fans SID yang beberapa hari setelah itu nelfon, SMS dan kirim e-mail ke gue. Rata-rata isinya adalah mengungkapkan kekecewaan mereka, karena SID nggak hadir di acara Road To SCTV Awards yang diselenggarakan di Bandung. Yang nggak hadir bukan cuma SID sih kata mereka, tapi juga The Fly. Bukan cuma itu... Konon, acaranya bahkan NGGAK ADA!

    Lha, gue kan nggak tahu menahu untuk urusan acara itu? Disinggung sama sekali pun nggak! Gue tanya sama mereka yang nanya ke gue itu, "Tau dari mana soal acara ini?"

    Jawabannya, "Ada kok iklannya di TV! Di lokasinya juga banyak spanduk-spanduk acara, ada nama SID juga!"

    Uhm... Kesalahan terbesar gue saat itu adalah: gue nggak tau siapa nama orang yang menghubungi gue pada waktu itu. Pula nomor telfon dia, atau pun jabatan dan departemennya. Ya, soalnya tadinya gue pikir dia cuma mau ngasih undangan untuk datang ke SCTV Awards. As simple as that. Biasanya kan kalau kayak gitu, mereka cukup mengantar undangan ke record label yang menaungi kita... *sigh*

    BalasHapus
  38. Ini namanya argument a silentio hahaha...(sotoy). Wajar kalo fakta bisa abaikan selama tidak ada catatan tentang itu, namanya juga lisan. Bisa jadi jebakan betmen neh. Dulu juga pernah neh kayak gini, perjanjian lisan. Bahkan, orang itu ngomong di hari itu dan hari berikutnya beda. Padahal manusianya ya sama. Namanya juga manusia kan suka lupa. Makanya butuh perjanjian tertulis. Nanti bisa-bisa manis di bibir, memutar kata, malah kau tuduh akulah segala penyebabnya (loh kok nyanyi??). Kalo memang orang media masa ngetik perjanjian di kertas aja sulit. Kalo gak mau repot sebelumnya siapkan saja blanko perjanjian yang tinggal ngetik siapa pihak ! dan pihak II. Kalo gak bisa ketemu kan bisa lewat email.Kirim ajah kontraknya. Gitu aja kok repot...
    fren is fren, esia is esia (halah)

    BalasHapus
  39. gw agak miris bacanya,
    yang paling utama sih, karena takut kualat.
    karena dulu arian, gw, aris, soleh, yarra, avi, yulia paling sering bikin prank phone call buat trax jail.
    parah nih, parah.

    BalasHapus
  40. Wah, kalo untuk urusan awards2 begini emang parah, putz. Kesalahan terbesar industri musik di Indonesia menurut gue karena banyak mempekerjakan orang-orang yang nggak kompeten dalam bisnis musik. Banyak kok orang2 yang kerja di label, TV, EO, dsb tapi sebenarnya gak paham sistem kerja & etika menjalankan bisnis kayak gini. Gue juga goblok masalah beginian cuma gue pengen nyari tau apa aja ttg hal2 kayak gini.

    BalasHapus
  41. tapi pada jamannya rubrik itu gue suka juga, gi. Gokil. Beda lah sama yang beginian. haha.

    BalasHapus
  42. wah...mas wenz. smua yang anda tulis sangat menarik buat saya.. ga salah saya mengidolai anda :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

IKJ: SCHOOL OF ROCK [Editor's Cut]

LED ZEPPELIN Reunion 2007: The Full Report From David Fricke