DIARI KONSPIRASI


 


“Indonesian Noise Conspiracy Tour 2005”


 


 


Oleh: WENDI PUTRANTO


 


 


 


THE (INTERNATIONAL) NOISE CONSPIRACY adalah salah satu band internasional yang tampil di festival musik terbesar di Indonesia saat ini, A Mild Live Soundrenaline 2005 “Reborn Republic”. Kuartet rock n’ roll dengan haluan anarko-politik radikal asal Umea, Swedia ini sebelumnya telah langganan tampil di berbagai festival rock besar di dunia seperti Lollapalooza (Amerika Serikat), Reading Festival (Inggris), Warped Tour (Amerika Serikat), Livid (Australia) hingga Rock Am Ring (Jerman). Band yang album terakhirnya, Armed Love digarap produser legendaris Rick Rubin ini ternyata belum pernah sekalipun berkonser di Jepang. Agak berbeda dengan band-band asal benua Eropa atau Amerika lainnya yang selalu memosisikan Jepang sebagai pasar musik terbesar di Asia. Setelah dua kali sukses menggelar tur di Cina, Indonesia merupakan negara kedua di Asia yang mereka kunjungi. Tour diary The (International) Noise Conspiracy selama di Indonesia yang ditulis promotor Wendi Putranto dari Brainwashed Entertainment ini dikerjakan hanya beberapa minggu sebelum bergabung dengan majalah Rolling Stone. 


 


Sabtu, 13 Agustus 2005


 


Lokasi: Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Jakarta.


 


Siapa:  Total ada sembilan orang dalam traveling party The (International) Noise Conspiracy (T(I)NC) ini. Tujuh laki-laki dan dua perempuan. Tiga orang vegan, lima orang vegetarian, satu orang pemakan segala dan semuanya atheis. Mike Mowery adalah tour manager T(I)NC dan satu-satunya orang Amerika Serikat di rombongan Swedia itu. Wajahnya sekilas jika diperhatikan mirip Christopher Reeve, pemeran utama Superman. Dennis Lyxzen, vokalis sekaligus frontman band, saat itu mengenakan t-shirt Alice Cooper berwarna abu-abu. Orangnya tidak setinggi yang saya duga tapi his quite good looking. Lars Stromberg, gitaris band ini merupakan orang paling tinggi di band dan ia terlihat membawa serta pacar pirangnya yang bernama Elin Trogen. Pemain bas, Inge Johansson, termasuk yang paling pendek di band, atau mungkin juga di Swedia. Di lengannya saya melihat gelang kain berwarna hijau putih hitam bertuliskan Palestine. Pemain drum berambut kriting yang menjadi penasihat spiritual di band, Ludwig Dahlberg, sempat bertanya tentang backstage pass Slayer yang saya kenakan. Ia tampak memiliki background sebagai metalhead juga. Kalle Jacobson adalah session keyboardist yang menggantikan si cantik Sara Almgren yang mengundurkan diri dari band beberapa tahun lalu. Wajahnya berkategori freak tapi ia mengajak pula pacarnya yang cantik dan bersenyum indah, namanya Frida. Orang terakhir dalam rombongan ini adalah Don Pierre Alsterberg. Ia merupakan road crew merangkap sound engineer T(I)NC. Orangnya tinggi besar, agak irit dalam berbicara dan sangat perfeksionis dalam urusan sound system. Anehnya, ia membawa serta pula alat pancingan setinggi 2 meter. Kurang jelas siapa yang menebar gosip kita akan pergi memancing selama di Indonesia.


 


Fun Fact: Mike bercerita kalau mereka baru saja melewati rute penerbangan paling spektakuler dalam sejarah band ini. 30 jam. Trayeknya Budapest-Munich-Stockholm-Bangkok-Jakarta! Ya, sehari sebelum terbang ke Indonesia mereka memang baru saja tampil di sebuah festival rock terbesar di Hongaria.


 


Minggu, 14 Agustus 2005


 


Venue: Gereja Blenduk, Kota Lama dan Pantai Grand Marina, Semarang


 


Siapa: Sebelum menuju Pantai Grand Marina, venue Soundrenaline di Semarang, saya dan beberapa kawan sempat menemani dua pasangan Swedia-Lars dan Elin, Kalle dan Frida-itu berkeliling ke Kota Lama Semarang. Mulai dari Gereja Blenduk, menjajal es kopyor dan makan buah kelengkeng hingga berjalan-jalan di tengah pasar tradisional, semuanya mereka sambut dengan antusias. Saat itu yang saya khawatirkan adalah kemungkinan orang-orang bule ini terserang diare akibat beraneka ragam “makanan aneh” yang mereka santap dengan buas sebelumnya.


 


Naik Helikopter: Saya diberitahu jika T(I)NC bakal diajak berkeliling venue dengan helikopter sebelum mereka tampil. Mendengar kabar ini Dennis Cs senangnya bukan main. Mereka mengaku seumur hidup belum pernah naik helikopter, apalagi menjelang manggung. “Wah, kita seperti Iron Maiden saja,” canda Ludwig.


 


The Show: Penampilan pertama di Soundrenaline 2005 berjalan lancar. Walau terlihat lelah mereka tetap tampil habis-habisan. Dennis yang hiperaktif sempat beratraksi dengan melompat dari atas head cabinet dan melakukan crowd surfing. Keluhan pertama dari band tercatat dan hingga tur berakhir muaranya hanya satu, rubber time. Welcome to Indonesia!  


 


Senin, 15 Agustus 2005


 


Lokasi: Candi Borobudur, Magelang.


 


Apa: Hari ini adalah day-off pertama mereka. Sejak pagi seluruh rombongan sangat antusias untuk mengunjungi Candi Borobudur. Sepanjang perjalanan dari Semarang – Yogyakarta yang ditempuh dengan bus, saya memperkenalkan kepada mereka band-band lokal macam Seringai, Sore, That’s Rockefeller, The Upstairs, Goodnight Electric, White Shoes & The Couples Company dan sebagainya. Semuanya surprise dengan scene musik indie di Indonesia.


 


Siapa: Mike Mowery, sang tur manajer mendadak jatuh sakit. Diduga ia mengalami keracunan makanan setelah melahap dengan buasnya aneka ragam makanan minuman di restoran Cina muslim kemarin. Puncaknya terjadi di atas pesawat ketika tiba-tiba saja ia muntah tanpa kendali. Inge dan Kalle yang sempat shock melihat kejadian ini akhirnya dievakuasi ke bangku lain oleh pramugari. Jangan tanya bagaimana bau di pesawat saat itu. 


 


Selasa, 16 Agustus 2005


 


Venue: Kama Sutra, Kuta, Bali


 


Siapa: Dennis terkilir tangan kirinya ketika tengah berenang di kolam renang hotel. Ia khawatir hal ini bakal mengganggu atraksinya ketika manggung. Saat di kolam renang ia juga tertangkap basah sempat melirik penuh hasrat ke artis Luna Maya yang kebetulan menginap di hotel yang sama. Bassis Inge Johansson sempat ngambek dan ngotot minta pulang ke negaranya gara-gara ia melihat sponsor rokok melakukan branding di atas panggung. Belakangan, Inge cerita sendiri ke saya kalau ia adalah satu-satunya personel T(I)NC yang menolak datang ke Indonesia karena disponsori perusahaan rokok. Lucunya, Dennis menjelaskan bahwa Inge sebenarnya menolak ikut karena pacarnya sedang ikut “War Summer Camp” di Palestina dan tadinya ia berniat menyusul ke sana. Tapi sebelumnya ia tidak menjelaskan ke personel yang lain tentang rencana pribadinya itu. Wah, ternyata problemnya tidak ideologis. Romantis, friend!


 


Memborong DVD: Sejak mereka datang pertama kali di Jakarta mereka selalu bertanya dimana tempat yang menjual DVD-DVD murah. Bule-bule Swedia ini ternyata sangat buas terhadap DVD. Dennis menggila dengan membeli sekitar 1.000 DVD, Lars di posisi kedua dengan 500 DVD, Inge 200 DVD dan yang lainnya memborong lebih dari 100 DVD. It’s a DVD day!


 


Punk Professor: Dennis mempunyai sobat kental yang kini menjadi dosen di sebuah universitas di Malaysia. Ia bergabung dengan kita di Bali. Namanya Patrick Daly. Ia anak punk yang besar di New York dan menerima gelar profesor antropologi di usia 30 tahun. Sebelumnya ia sempat berdomisili di Nablus, Palestina selama beberapa tahun. Bagi beberapa teman, he’s such an asshole karena selalu ikut campur urusan orang. Bagi saya, orang sarkastis selalu menarik.


 


Twice Bar, Kuta: Sebelum tampil di Kama Sutra, Dennis, Mike dan Patrick sempat mampir ke The Maximum Rock N’ Roll Monarchy, sentra subkultur punk di Bali. Dennis berkata bahwa tempat ini jauh lebih menyenangkan dibanding venue sebelumnya. Patrick sempat merayu agar T(I)NC bermain juga di tempat ini, Mike menyetujuinya, dengan catatan, bukan malam itu dan bukan esok hari. Weleh. Penolakan yang diplomatis. Di sini mereka sempat melihat show beberapa band punk Bali yang diorganisir langsung oleh Jerinx, drummer Superman Is Dead.


 


The Show: Club show pertama mereka di Indonesia dilakukan di Kama Sutra, Kuta dengan pembuka band punk Bali, Superman Is Dead. Dennis dan kawan-kawan mengaku kaget dengan penampilan Superman Is Dead yang mereka sebut sebagai,  “Awesome.” Seluruh personel T(I)NC tampak berdiri didepan panggung dengan antusiasnya ketika S.I.D tampil. Sekitar 200 orang penonton hadir di klub yang terkenal sering mengundang band-band hip-hop dan R&B tersebut. T(I)NC sendiri tampil dengan set yang cukup pendek, tanpa ada encore atau outro, karena DJ melakukan sabotase di lantai dansa. 


 


Rabu, 17 Agustus 2005


 


Lokasi: Tanah Lot dan Pantai Kuta, Bali.


 


Siapa: Lars, Elin, Kalle dan Frida ditemani beberapa teman berangkat menuju ke pura Tanah Lot. Mereka menolak ketika diajak untuk berbelanja souvenir di Pasar Sukowati. “We’re not tourist”, kata Lars. Oke, deh. Rombongan Dennis, Patrick, Mike, Inge dan Don lebih memilih untuk menghabiskan waktu seharian penuh berenang dan belajar surfing di Pantai Kuta. Lengan kiri Dennis yang terkilir makin membengkak. Wah!


 


Big Day Out: Hari ini adalah hari besar. Saya dan kawan-kawan memutuskan untuk menghentikan program baby-sitting sementara waktu dan mulai mencari kesibukan sendiri di pinggir Pantai Kuta bersama sebotol bir dan menunggu sunset. Sial, awannya mendung.


 


Kamis, 18 Agustus 2005


 


Venue: Grand Flora Hotel dan Barbados Café, Kemang, Jakarta.


 


Obrolan penting: Dalam pesawat dari Bali menuju Jakarta saya duduk bersebelahan dengan Dennis. Di sini saya baru menyadari betapa cerewetnya vokalis T(I)NC ini. Ia bercerita tentang perkenalannya dengan fotografer subkultur kugiran, Glenn E. Friedman hingga cerita dikontraknya mereka oleh label Rick Rubin, American Recordings. Dennis juga sempat “buka rahasia” kalau ia pernah ditawari Tom Morello untuk bergabung dengan Audioslave sebelum Chris Cornell akhirnya bergabung di sana. Rick Rubin yang datang bersama Morello ke konser T(I)NC kemudian memintanya untuk mengurungkan niatnya dan Rubin pun leluasa mengontrak T(I)NC di labelnya.   


 


The Show: Club show di Jakarta agaknya menjadi konser mereka yang paling berkesan. Dennis sendiri setuju dengan pendapat saya. And the crowd definitely gone wild. Kecuali Dennis yang kembali ke hotel naik bus, semua personel T(I)NC seusai konser dengan santainya berjalan kaki pulang ke hotel sambil menenteng tas plastik. Jarak venue ke hotel sekitar 500 meter. Whoa!


 


Jumat, 19 Agustus 2005


 


Venue: Hotel Novotel, Center Stage, Palembang


 


Apa: Bule-bule Swedia ini mengaku shocked berat begitu sampai di Hotel Novotel Palembang yang sangat megah itu. Mereka terkejut sekaligus bingung ada hotel super-mewah yang jaraknya hanya beberapa ratus meter dari perkampungan kumuh. Jujur, suasana malam di hotel itu bagaikan kita tengah berada di USS Enterprise.


 


The Show: Dalam sejarah band ini mereka mengaku baru pertama kali konser dibuka band Top 40 dan Sexy Dancers. Bayangkan, audiens konser mereka di Palembang sebagian besar adalah crowd R&B. Harga tiket yang sangat mahal (Rp.100.000) membuat anak-anak punk di sana tidak bisa datang. Dennis kemudian meminta saya untuk memasukkan anak-anak punk lokal tersebut ke dalam guest list. Masalah muncul, anak-anak punk ini ternyata datang setelah waktu guest list berakhir. Sekitar 30 punks berkerumun di depan pintu masuk dan tidak bisa masuk padahal T(I)NC akan main sebentar lagi. Negosiasi dengan pihak Center Stage gagal. Akhirnya, Patrick mengeluarkan kartu kreditnya dan bak sinterklas ia membelikan tiket untuk seluruh anak-anak punk tersebut. Patrick cuma berkoar pendek, “anak-anak ini harus menonton konser T(I)NC karena ini adalah pengalaman pertama mereka menonton band punk luar negeri.”


Wow, mulia sekali, profesor!


 


After Show Party: Hanya di Palembang ini T(I)NC mau menggelar after show party. Mereka menyewa karaoke room dan mengundang anak-anak Food Not Bombs setempat untuk berpesta gila-gilaan bersama. Minus alkohol dan asap rokok, tentunya. Dennis sempat menyanyikan lagu Slank, “Terlalu Manis”.


 


Sabtu, 20 Agustus 2005


 


Lokasi: Bumi Marinir, Juanda, Surabaya


 


Apa: Seusai soundcheck yang panjang, malamnya T(I)NC hang-out di kompleks Tunjungan Plaza. Lagi-lagi untuk berburu DVD. Oh, not again! Sementara ajakan untuk berkunjung ke Gang Dolly tidak disambut baik.


 


Minggu, 21 Agustus 2005


 


Lokasi: Bumi Marinir, Juanda, Surabaya


 


The Show: Penampilan terakhir mereka di Soundrenaline Surabaya berjalan biasa saja. Ekspektasi terhadap penonton ibu kota rock nasional ternyata tidak beralasan. Entah karena hawa yang panas atau crowd yang masih asing dengan lagu-lagu T(I)NC. Band sendiri bermain all-out seperti biasa. Anehnya, justru ketika outro “Power To The People” milik John Lennon berkumandang, sorak sorai dan yel-yel dari penonton mulai membahana. Surabaya kota The Beatles?


 


Senin, 22 Agustus 2005


 


Lokasi: Hotel Sheraton, Bandara Soekarno-Hatta


 


Apa: Maksud hati ingin mengajak rombongan untuk memborong lagi DVD di Glodok, tapi karena jalan sekitar Gunung Sahari macet dan takut tertinggal pesawat akhirnya rombongan kembali lagi ke bandara setelah menghabiskan waktu dua jam di jalan. Makan siang terakhir di Indonesia akhirnya bertempat di Hotel Sheraton Bandara. Akhirnya, setelah berangkulan dan berfoto bersama, kita pun berpisah. Dennis meyakinkan saya bahwa mereka pasti akan kembali lagi ke Indonesia, mungkin untuk tur Australasia beberapa tahun lagi. Ok, adios, amigo!


 


[Rolling Stone Magz – Oktober 2005]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

IKJ: SCHOOL OF ROCK [Editor's Cut]

LED ZEPPELIN Reunion 2007: The Full Report From David Fricke