Sekaratnya Soeharto...

Kondisi terakhir Soeharto beberapa hari yang lalu

Soeharto 2007

Soeharto 1967


 SEKARATNYA  SOEHARTO...

Mantan orang nomor satu yang pernah berkuasa absolut selama 32 tahun di republik ini kini tengah terbaring lunglai di RSPP. Sekarat adalah pilihan kata yang kasar namun bagi dirinya kupersembahkan. Harapan hidup agaknya makin menipis, semua alat bantu medis yang sempat dikenakannya selama seminggu belakangan telah dilucuti satu persatu. Fungsi organ tubuh yang berfungsi hanya otak dan pencernaan. Ginjal dan jantungnya hampir tidak berfungsi.

Hanya alat bantu pernafasan saja yang tersisa. Untuk itu pun ia terpaksa “ditidurkan” agar tidak terjadi resistensi dari paru-paru yang biasa mendukung pernafasan secara alami. Menurut Tim Dokter Kepresidenan, tingkat kesadaran orang ini hanya setingkat di atas koma. Tanpa bermaksud mendahului Yang Maha Kuasa, mungkin dalam beberapa hari mendatang akan terjadi kejutan yang mungkin tidak terlalu mengejutkan lagi bagi kita semua.

Tokoh penuh senyum yang pada jamannya sangat powerful, begitu ditakuti dan menjadi mimpi buruk bagi para pembangkang kini hanya bisa tergeletak tak berdaya dibantu alat-alat penunjang kehidupan.

Soeharto namanya…..

Mendadak saya flashback ke peristiwa historik yang terjadi hampir sepuluh tahun lalu, 18 Mei 1998. Saat itu bersama sekitar dua puluh teman-teman aktivis mahasiswa yang tergabung dalam FKSMJ (Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Jakarta) dan FORKOT (Forum Kota) saya datang ke Gedung MPR/DPR di Senayan guna mendesak Harmoko (Ketua MPR/DPR saat itu) agar segera memberhentikan Soeharto sebagai Presiden RI.

Ia harus bertanggung jawab atas merebaknya praktik Korupsi Kolusi Nepotisme, krisis moneter yang makin menyengsarakan rakyat, pelanggaran berat HAM, penembakan 5 Mahasiswa Trisakti dan kerusuhan 13 Mei 1998.

Untuk meyakinkan agar tuntutan kami dikabulkan Harmoko maka kami semua sepakat untuk menduduki Gedung MPR/DPR sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Esok harinya pun disepakati agar masing-masing simpul aksi kampus melakukan mobilisasi massa untuk mendesak para wakil rakyat ini. Eskalasi politik negara saat itu kami rasakan sangat tidak menentu. Siapa mendukung siapa, siapa melawan siapa. Perubahan bisa terjadi dalam hitungan menit bahkan detik! Yang pasti kami tahu siapa musuh bersama saat itu: Soeharto!

Usia saya waktu itu belum genap 21 tahun, keras kepala dan sama sekali tidak menyadari kebengisan tentara-tentara Soeharto yang kerap membunuhi rakyat mulai dari Tanjung Priok, Aceh hingga Timor Timur. Ketika ikut menduduki Gedung MPR/DPR almarhum ayah saya sempat berkali-kali menghubungi via handphone membujuk agar saya segera meninggalkan gedung tersebut.

“Kamu akan mati konyol dan tidak akan dikenang jadi pahlawan kalau Soeharto yang menang. Gerakan sekarang terlalu sembrono, kamu nggak tahu sekejam apa Soeharto. Kamu nggak tahu apa yang terjadi tahun 1966 dulu. Mahasiswa Trisakti dan Arif Rahman Hakim itu sama-sama mati ditembak tentara Soeharto,” bujuk ayah saya saat itu. Kebetulan ia dulu kuliah di Fisip UI walau kurang jelas apakah ikut berdemonstrasi atau tidak dulunya. Saya tidak bergeming sama sekali dan memutuskan tetap tinggal. Ayah pun pasrah.

Almarhum ayah adalah tipikal orang yang sedikit bicara namun banyak dampak “menakutkan” bisa terjadi jika dilanggar. Saya menaruh rasa respek yang sangat tinggi kepadanya. Dalam sejarah pubertas pribadi kami jarang berkomunikasi secara intensif dan biasanya hanya seperlunya saja. Misalnya, saat membuka pintu rumah selepas tengah malam ketika saya mengendap-endap pulang dari pergaulan.

Ingatan saya tentang Soeharto juga kembali ke masa sekitar 23 tahun silam. Saya masih berusia 7 tahun. Saat itu kami sekeluarga masih tinggal di Jl Terogong Raya 15, Cilandak, Jakarta Selatan. Iring-iringan Mobil Mercy Kepresidenan Soeharto (atau Wapres Adam Malik) setiap pulang bermain golf di Lapangan Pondok Indah pasti selalu melewati jalan tepat depan rumah saya. Jika tidak ada tugas kenegaraan biasanya setiap hari Rabu dan Jumat jam 5 sore beliau selesai bermain golf. Saya hapal sekali jadwal ini karena mereka ternyata olahragawan yang disiplin.

Jika mendengar suara sirene voorijdeer RI 1 maka saya langsung berhambur keluar rumah, berdiri di pinggir jalan dan meletakkan tangan kanan saya di dahi. Seperti dirinya rutin bermain golf, maka saya pun rutin melakukan “ritual” ini setiap Rabu dan Jumat sore. Mobil Kepresidenan saat itu masih menggunakan kaca transparan hingga memungkinkan bagi saya melihat sosok di dalamnya: Soeharto himself!

Awalnya kendaraan selalu berjalan cepat dan berlalu begitu saja di hadapan saya. Mungkin karena rutin melakukannya aksi saya ini mulai mendapatkan “perhatian.” Beliau kerap membalas aksi saya dengan senyum khasnya sembari melambaikan-lambaikan tangan. Bahkan ia pernah pula menurunkan kaca mobil sembari membalas aksi saya.

Jangan tanya gimana perasaaan saya saat itu. Ibu biasanya berdiri di belakang menjaga agar saya tidak berdiri terlalu dekat sembari tersenyum-senyum melihat kelakuan anaknya. Ayah dan ibu mengajarkan kepada saya bahwa sosok Presiden haruslah dihormati karena jasa-jasanya bagi negara. Dan tentunya saya adalah anak yang patuh dan taat kepada orangtua.    

Ironisnya, anak 7 tahun yang menaruh rasa hormat itu 14 tahun kemudian menjadi “pembangkang” yang ikut menggulingkan rejim Soeharto bersama ribuan mahasiswa lainnya. Saya sendiri tidak pernah tahu apakah Soeharto resigned dari kekuasaannya akibat desakan mahasiswa atau ada konspirasi elit-elit politik istana.

Yang pasti ketika pendudukan Gedung MPR/DPR itu isyu-isyu santer beredar bahwa tentara-tentara Soeharto akan menggunakan pola yang sama digunakan Deng Xiaoping  dalam membasmi protes gerakan mahasiswa Cina di Lapangan Tiananmen tahun 1989. Kabar resminya, ribuan aktifis mahasiswa tewas ditembaki Tentara Merah, ditusuk bayonet, disiksa sampai mati hingga digilas tank.

Terus terang aksi kami saat itu memang mengadopsi apa yang dilakukan teman-teman di Cina namun tentu saja tidak dengan dampaknya. Selama empat hari pertama berada di Gedung MPR/DPR suasana kalut dan ketakutan yang mencekam ikut menghantui ribuan mahasiswa yang berdemonstrasi. Skenario Killing Field bergentayangan. Kepanikan massal sempat terjadi ketika di suatu pagi ada puluhan truk sampah otomatis dan beberapa mobil pemadam kebakaran tampak berniat memasuki areal Gedung MPR/DPR.

Gosipnya Soeharto marah besar dan telah memerintahkan segerombolan Kopassus bersenjata lengkap untuk menyerbu masuk dan membantai habis para mahasiswa pemberontak. Tuduhannya makar! Setelah selesai membantai maka mobil pemadam kebakaran akan “membersihkan” genangan darah dan selanjutnya truk-truk sampah akan membawa mayat-mayat mahasiswa untuk dikubur massal atau dibuang ke laut. Mampus! 

Beruntung apa yang kami takuti tidak pernah terjadi. Sejarah kemudian mencatat pada 21 Mei (tepat 4 hari setelah pendudukan) Soeharto dengan sukarela mengundurkan diri dari singgasana kekuasaannya dan menyerahkannya kepada Wapres BJ Habibie. Walau senang karena merasa gerakan ini sukses besar tapi sebenarnya terselip perasaan gamang juga di dalam hati.

Apa benar segampang ini menjungkalkan Soeharto? Demonstrasi damai yang digelar 4 hari dapat menggulingkan Presiden yang telah berkuasa 32 tahun? Kemana perginya tentara-tentara Soeharto yang super-beringas itu?

Akhirnya saya mulai memahami bahwa setelah 10 tahun peristiwa bersejarah ini berlalu Soeharto ternyata tidak pernah benar-benar “lengser” dan reformasi mengalami kemandekan, stagnan, dead end!  Korupsi Kolusi Nepotisme malah makin menggila bahkan lebih gila dari jaman Orde Baru, Soeharto tidak pernah di adili, utang negara makin membengkak, rakyat makin miskin dan pembangunan makin tidak merata. Yang bertambah kaya hanya birokrat, tentara dan polisi.     

Cilaka 13!

* * * *

“Jas merah, jangan sekali-kali melupakan sejarah!”

Begitu Presiden Soekarno suatu ketika pernah berkata. Apa yang dialami Soeharto sekarang mungkin karma atas apa yang pernah ia perbuat terhadap pendahulunya, Soekarno. Sejak Soeharto melakukan “kudeta terselubung” via Supersemar yang kontroversial di tahun 1966, ia kemudian memenjarakan Soekarno di Istana Merdeka hingga kekuasaannya dicopot Maret 1967 dengan tuduhan utama menjadi dalang G30S/PKI.

Soekarno yang mengalami depresi berat kemudian sakit ginjalnya kumat dan hanya diperbolehkan untuk dirawat di istana dengan peralatan medis seadanya. Semasa aktif menjadi presiden ia memang sempat dirawat di Wina, Austria akibat sakitnya ini dan sempat disarankan dokter ahli disana agar ginjal kirinya diangkat.

Soekarno menolak karena menurutnya ia masih harus menyelesaikan tugas negara: Merebut Irian Barat kembali ke pangkuan ibu pertiwi. Berikutnya Soekarno lebih mempercayai dokter asal RRC dan menempuh pengobatan tradisional akupunktur.

Status Soekarno saat itu adalah Tahanan Rumah. Dalam kondisi sakit pun ia terus di interogasi oleh tentara Kopkamtib bentukan Soeharto. Interogasi baru berhenti ketika kondisi kesehatan Soekarno semakin kritis. Selama dalam “tahanan” Soekarno tidak diizinkan untuk berjalan-jalan, membaca buku atau suratkabar apapun.

Walau hanya sakit gigi ia tidak boleh mendapatkan perawatan memadai. Ini terungkap dari pengakuan dokter gigi pribadinya Oei Hong Kian yang dilarang merawat Soekarno di tempat praktiknya padahal peralatan gigi di sana jauh lebih modern dibanding di istana.   

Ketika akhirnya Soekarno terusir dari Istana Merdeka yang selanjutnya digunakan Soeharto sebagai kantor kepresidenan sejak Maret 1967, ia kemudian dipindahkan ke “penjara” Istana Bogor dengan pengamanan yang super-ketat hingga akhirnya dipindahkan lagi ke sebuah rumah peristirahatan sederhana di Batutulis, Bogor. Ketika sakit Soekarno semakin parah pun ia tidak diperkenankan untuk dirawat di RS oleh Soeharto. Media massa lokal juga dilarang memberitakan sakitnya Soekarno. Dunia luar dan bahkan keluarga dekat Soekarno sendiri tidak tahu kondisi kesehatan Soekarno yang sebenarnya.

Tim Dokter Kepresidenan yang diketuai Prof Mahar Mardjono hanya boleh merawat Soekarno dengan peralatan yang minim di istana. Mahar bahkan mengakui bahwa obat-obatan bagi Soekarno pernah dilarang untuk dikeluarkan dari laci lemari karena ada “komando” dari dokter militer berpangkat tinggi yang bilang demikian.

Menurut Dr Asvi Warman Adam, peneliti LIPI di Indo Pos, “Bung Karno tidak pernah mendapatkan penanganan khusus dari dokter spesialis. Obat yang diberikan kepada Soekarno adalah vitamin B 12, vitamin B kompleks, Duvadilan, dan royal jelly (yang sebenarnya madu). Duvadilan adalah obat untuk mengurangi penyempitan pembuluh darah periferi. Sekali-sekali kalau sulit tidur, Soekarno diberi tablet valium. Ketika tekanan darahnya relatif tinggi 170/100, tidak diberikan obat untuk menurunkannya. Juga tidak tercatat obat untuk melancarkan kencing ketika terjadi pembengkakan. Tidak ada diet untuk penderita ginjal.”

Ketika kondisinya makin menurun, di awal 1970 Soekarno kemudian dipindahkan Soeharto ke Wisma Yaso (kini Museum Satria Mandala). Ini pun setelah anaknya Rachmawati Soekarnoputeri memohon kepada Soeharto secara pribadi. Alasannya jika kondisi memburuk ia dapat segera dilarikan ke RS terdekat.

Benar saja, pada petang hari 16 Juni 1970 kondisi kesehatan Soekarno mendadak kritis dan ia segera dilarikan ke RSPAD Gatot Soebroto. Semua orang pasti tahu bahwa ini adalah Rumah Sakit bentukan Angkatan Darat, alasan Soeharto memerintahkan agar ia dirawat disana pasti gampang dipahami.

Agar proses pengamanannya mudah, media massa sulit meliput dan masyarakat Soekarnois tidak berbondong-bondong datang menjenguk. Walau sudah lengser, popularitas Soekarno di mata masyarakat saat itu tidak juga pudar dan ini tentu dilihat Soeharto sebagai ancaman besar bagi kekuasaannya.  

Akhirnya pada hari Minggu dini hari, 21 Juni 1970, Soekarno pun wafat di RSPAD dalam kesepian. Hanya keluarga dekatnya saja yang tahu. Tak ada riuh-rendahnya pers di pelataran RS, tak ada kunjungan pejabat tinggi negara atau selebritis, apalagi Presiden beserta wakilnya seperti yang dialami Soeharto sekarang ini. Masyarakat luas baru mengetahui wafatnya Soekarno pada pukul 07:00 setelah RRI menyiarkannya. Suasana pun gempar.

Ironisnya, setelah wafat pun jenazah Soekarno sempat tidak jelas akan dimakamkan dimana. Sebelumnya permintaan mantan ibu negara Fatmawati agar jenazah Soekarno disemayamkan di rumahnya di Jl Sriwijaya juga ditolak Soeharto dengan alasan ingin diberikan penghormatan militer di Wisma Yaso.

Kemudian pihak keluarga ingin agar Soekarno dimakamkan sesuai dengan wasiatnya di dalam buku Cindy Adams yaitu di dekat Bogor, wilayah Batutulis, Jawa Barat. Soeharto kemudian memanggil Bung Hatta dan keluarga Soekarno ke istana dan hasilnya adalah jenazah akan dimakamkan di Blitar, Jawa Timur atas perintah Soeharto. Alasannya agar dekat dengan makam ibundanya di sana.  

Padahal semua orang juga tahu bahwa memakamkan Soekarno di luar Jakarta, di sebuah kota terpencil yang jauh dari hiruk pikuk ibukota akan menguntungkan Soeharto yang tengah mengkonsolidasikan kekuasaannya. Soeharto takut kharisma Soekarno yang masih sangat besar akan membuat makamnya menjadi situs politik yang menyedot simpati masyarakat dan publisitas yang tinggi dari media massa dalam dan luar negeri.

Kematian Soekarno yang menggemparkan membuat masyarakat luas berbondong-bondong memberikan penghormatan terakhir bagi Sang Proklamator tercinta. Kondisi Jakarta yang tidak terlalu heboh saat itu jauh berbeda dengan lautan ratusan ribu manusia yang menyambut arak-arakan mobil jenazah Soekarno yang bergerak dari Lapangan Udara Malang menuju Blitar. Kota kecil yang biasa sepi itu sontak disesaki oleh lautan manusia yang datang dari berbagai penjuru dengan truk, mobil, bus, sepeda motor, becak bahkan berjalan kaki.

Mereka berduka dalam kegamangan. Mengekspresikan kesedihan atas wafatnya Soekarno bisa saja diartikan rejim Soeharto sebagai simpati kepada “tokoh PKI,” musuh bebuyutan Orde Baru. Walau pemerintah pusat telah mengumumkan Hari Berkabung Nasional namun masyarakat sana baru berani mengibarkan bendera setengah tiang setelah ada instruksi langsung dari Gubernur Jawa Timur M. Noer.

Para pejabat tinggi, pemuka masyarakat dan perusahaan-perusahaan hanya sedikit sekali yang berani memasang iklan bela sungkawa di koran-koran. Di antaranya DPP PNI, DPP IPKI, Keluarga Yayasan Rehabilitasi Sosial BU NALO, Keluarga Sudarmoto Djakarta, PT Hotel Indonesia Internasional, Brigdjen H Sugandhi, DPP Djamiatul Muslimin Indonesia, DPP GMNI, Fraksi PNI DPR GR dan PPK Kosgoro.

Menurut laporan Kompas, upacara pemakaman Soekarno dilaksanakan dengan sederhana dan singkat. Teks pidato pemerintah yang dibacakan Jenderal M Panggabean dibuat sedapat mungkin seimbang dalam menggambarkan kebaikan dan keburukan Soekarno.

Fakta selanjutnya, sejak awal 1970 – 1979 makam Soekarno dijaga ketat oleh tentara Soeharto. Tak sembarangan orang boleh nyekar ke sana bahkan keluarga terdekat Soekarno sekalipun harus meminta ijin terlebih dulu.

Saya sendiri sebenarnya sangat berharap agar Soeharto dapat kembali diberi kesehatan dan segera pulih dari sakitnya. Tentunya untuk diadili nanti bersama seluruh kroni-kroni Orde Baru lainnya.

Diluar jasa-jasanya bagi negara jangan gampang dilupakan juga bahwa Soeharto adalah aktor yang paling bertanggung jawab atas warisan tradisi korupsi yang merambah ke berbagai instansi negara, hukum dan merusak sampai sekarang ini. Praktik pemerintahannya yang selama 32 tahun menghalalkan Korupsi Kolusi Nepotisme adalah penyebab utama semakin miskinnya rakyat dan tak kunjung keluarnya kita dari krisis yang telah berlangsung 11 tahun lamanya!

Tangan Soeharto juga bersimbah darah sekitar 500.000 hingga 1.500.000 orang atas pembantaian massal yang dilakukannya dalam upaya menumpas Gerakan 30 September. Orang-orang ini langsung dibunuhi tanpa melalui proses pengadilan terlebih dulu untuk membuktikan apakah mereka terlibat atau tidak dengan Partai Komunis Indonesia.     

Belakangan ini orang-orang tampaknya sudah mulai lupa atas segala perbuatan dan kebiadabannya di masa lalu. Semuanya seperti saling berebutan untuk memaafkan Soeharto di luar jalur hukum. Padahal di kehidupan sehari-hari kita bisa sangat marah besar dan ikhlas saja ketika melihat seorang copet dikeroyok atau maling ayam dibakar begitu saja di pinggir jalan.

Dan kini saya sangat menyesal karena melakukan salah satu hal terbodoh dalam hidup yang pernah saya lakukan 23 tahun yang lalu....

ADILI SOEHARTO!

 

 Soekarno & Marilyn Monroe di Beverly Hills, 1962

Soekarno 1967


Prosesi Pemakaman Soekarno di Blitar, 22 Juni 1970

Komentar

  1. pertama,applause buat lo wenz.. tulisan yg bagus sperti biasanya.. :) kedua, gw rasa soeharto ga bakal 'rest in peace' sebelom presiden dan masyarakat 'maafin' dia deh..huhu..

    BalasHapus
  2. waduh waduh wen....
    gue jadi ingat 10 tahun yang lalu...
    dimana gue pernah ikut andil dalam berdemonstrasi menurunkan suharto juga
    walaupun awalnya gue hanya ikut2an berdemonstrasi
    dan akhirnya keterusan sampai2 gw harus mengorbankan pekerjaan gue demi REFORMASI
    yang pasti pengalaman itu gak mungkin gw lupain & gw bangga bisa ikut serta dalam aksi REFORMASI
    apalagi pada saat gw ikut mengevakuasi teman2 di UNIVERSITAS ATMAJAYA
    dan keadaan disana benar2 sangat mencekam
    darah2 berceceran di lantai, suara tangisan, kesakitan, semua melebur menjadi satu
    salut lah buat lo wen...

    BalasHapus
  3. very good article indeed!
    awesome wenz!

    BalasHapus
  4. tapi bener ya kata orang, kalo orang jahat matinya susah..terbukti yah sama soeharto ini..udah berapa kali coba dia sekarat, pasti ujung-ujungnya sembuh lagi..tapi kali ini kayaknya koinnya abis deh.haha

    btw tulisan yang keren, wenz

    BalasHapus
  5. ini adalah salah satu alasan kenapa amien rais pas tanggal 20 mei 1998 dulu membatalkan rencana merayakan kebangkitan nasional di daerah monas, his insider source told him that the military was gonna do it "like in Tiananmen".

    Gue masih inget banget detailnya, soalnya si amien rais ngomongnya di BBC. gila, udah nyaris 10 tahun ya?

    BalasHapus
  6. this is painful wenz.

    mungkin, gue gak tau juga, mengalami sakaratul maut seperti yang sekarang dialami oleh Suharto, selama seminggu penuh itu bener-bener menyakitkan.

    mungkin, ini karena didoain sama orang-orang yang pernah didzalimi sama dia. bisa jadi kan?

    BalasHapus
  7. Iyah, heran banget liat berita di media. Orang2 pada sibuk ngemaafin, prihatin, kasian, berbagi kisah penuh air mata soal betapa baiknya dia. Apalagi para pengacara Soeharto langsung dengan sigap memanfaatkan situasi penuh belas kasihan ini agar kasus Soeharto ditutup. Masa cuma mau disisain kasus Yayasan doang. Gilaa...Malah ada yang kepikiran mau bikin monumen dekat rumahnya waktu kecil segala. Sampe tempat mandinya waktu kecil mau dijadiin tempat bersejarah. Cih, penting banget. Mau bikin monumen apaan coba? Guru Besar Korupsi Indonesia? Edan pisan yeuh...
    Bangsa kita emang bangsa yang pelupa yah >: ( Kayaknya maling ayam bisa lebih dibenci daripada Soeharto. Padahal gara2 siapa maling ayam bisa ada kalo bukan dia yang bikin semua jadi sengsara.

    BalasHapus
  8. I'd say let him live long, dengan kondisi sekarang. dengan catatan sejarah yang dilakukannya kepada keluarga besar gue, gue sudah cukup senang dengan kondisinya sekarang. ;)

    BalasHapus
  9. artikel yang sangat bagus, thanks udah bikin tulisan buat kita2 yang sering kali melupakan hal2 dan fakta2 penting seperti ini ... tapi pertanyaan gue, terutama untuk gue sendiri, apakah generasi kita ini akan menjadi generasi yang hanya sekedar bisa mengingatkan mengenai keburukan2 masa lalu, ataukan kita bisa menjadi generasi yang berandil dalam memperbaiki Indonesia? Merdeka!

    BalasHapus
  10. tulisan yang dibuat dengan hati banget nih wenz. keren.

    BalasHapus
  11. lega gue Wenz baca tulisan hebat Lo yg ini,dan seneng juga bahwa gue sempet kenalan sama orang berkacamata di Takor yg sekarang bikin tulisan panjang ini..gue pastilah dgn bangga berkata SETUJU sama semua keresahan dlm tulisan Lo wenz..bahwa ternyata banyaknya pejabat dan kroni-kroni orba yg jenguk soeharto kemarin-kemarin,hanya membuktikan pada kita bahwa rezim orba gak kemana-mana..dan mereka juga ingin buka mata kita (para saksi reformasi) bahwa reformasi itu udah mati sejak hari pertama turunnya jenderal oportunis itu plus masih banyak loyalis orba..
    Luar biasa bukan,toh akhirnya 3 presiden sipil jatuh bergantian dalam kurun waktu 5 tahun,dan kita kembali menatap (dgn tangan kanan di dahi) seorang presiden militer berkuasa sendirian bersama seorang saudagar disampingnya selama hampir 5 tahun..
    Soe Hok Gie : aku bersamamu orang-orang malang

    BalasHapus
  12. Selamat jalan Soeharto, semoga selamat di pengadilan akhirat.

    BalasHapus
  13. Hm.. mas Wenz BERPOSISI juga rupanya soal soeharto, baguslah kalo gitu karena kupikir tadinya hanya soal musik saja berkomentar, karena mmg politik itu penting.
    Gila, pemberitaan media soal kematian soeharto betul2 seperti cuci otak-cuci ingatan masyarakat untuk memaafkan dosa2 mantan diktator orde baru ini. rakyat seIndonesia dalam sekejap dibuat bersimpati-menangis dan meniyakan kalau kedepan soeharto akan diangkat jadi pahlawan nasional..
    Luar biasa memang politik media massa kita ini....
    Salam mas Wenz...

    BalasHapus
  14. Salam juga mas littlewing2611. Saya berposisi thdp Soeharto sebenernya udah sejak 1995 kok. Politik dengan kapital P malah sempet jadi bagian hidup saya juga utk bbrp lama :)

    BalasHapus
  15. " ADILI SOEHARTO!??????? "
    saya stuju dgn anda bung wenz, sangat2 setuju.....tp yg perlu dipertanyakan disini adalah seberapa berani presiden republik busuk yang kita cintai ini yaitu SBY untyuk mengusut sampai ke akar-akarnya...
    lah wong kasus nya aja belum jelas, kok kmrin pas harto mati berani2 nya dia menetapkan hari berkabung nasional atas nama rakyat indonesia !?!?

    Saya terus terang sangat kecewa dengan kawan2 anda, kawan2 jurnalis yang menurut saya sangat (maaf) TOLOL pada saat harto mati kemarin, media yang menurut saya seharusnya menjadi independent pun ternyata tak lebih dari sekumpulan penjilat2, dimana saat kemarin 80 % meliput layaknya harto adalah pahlawan besar negri ini,...

    saya sangat2 setuju jika mereka kawan2 jurnalis anda mengangkat jasa harto....harus kita akui, harto juga pernah berjasa pada republik ini, tp nanti dulu...selesaikan semua nya dengan jelas!
    rasanya sangat menyedihkan ketika membandingkan apa yg terjadi pada 98 dan saat harto mati kemarin, dulu menghujat, sekarang memuja?! apakah ini hanya atas nama rating dan oplah, sehingga rela melakuakn yang menurut saya adalah PEMBODOHAN MASAL !!

    BalasHapus
  16. soekarno gak usah ditangisi......, beliau pejuang besar. Beliau hanya ingin agar kita all indonesian menjadi manusia2 yang kuat, pilih tanding dan berdiri tegak sejajar dengan bangsa2 lain.....,
    selamat jalan bung karno-ku..........., always indonesian president in my heart....

    BalasHapus
  17. Great story mas, intinya kalo waktu saya duduk dikelas 6 SD dimana pada saat itu mempelajari sejarah tentang G30S/PKI&orde baru di buku cetak IPS sama skali tidak sesuai ya?? Soalnya yang mas wend jelasin diatas sama skali ngga ada teks nya waktu kelas 6 SD hehehe..

    Oiya mas omong2 film G30S/PKI masih ada yang jual ngga ya?? Di glodok??

    BalasHapus
  18. Semoga saya tidak keliru; teman2 semua! Ayo anak2 kita, kita didik yg baik. Agar di tangan mereka Indonesia leboh baik.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

IKJ: SCHOOL OF ROCK [Editor's Cut]

LED ZEPPELIN Reunion 2007: The Full Report From David Fricke