Q&A BRAINWASHED - The Zine Years
*Wawancara dengan JEUNE Magazine.
Apa yang mendasari elo membuat zine pada waktu itu?
Kebetulan gue waktu itu (1995) baru setahun kuliah Jurnalistik di FIKOM Moestopo,
Sayangnya, nggak ada satu pun media
Gue merangkap semuanya sendirian: reporter, editor, fotografer, cut & paste lay-outter bahkan loper juga. Edisi pertama foto kopian, 24 halaman, terbit bulan September 1996 dengan cover Grausig.
Zine elo itu lebih mengkhususkan diri di musik atau ada hal lain yang diangkat?
BRAINWASHED emang awalnya khusus ngebahas tentang "musik underground" yang lagi hype berat saat itu. Misalnya kayak thrash metal, death metal, brutal death metal, grindcore,punk/hardcore, gothic/doom. Seputar itu aja awalnya. Dan gue cuma mau mengangkat band-band temen gue yang bagus dan gue suka aja waktu itu. Di luar itu semua, walau band temen tapi kualitasnya jelek nggak akan gue muat. Musik-musik yang nggak gue suka juga nggak akan gue published di BRAINWASHED. Persetan! :) Sampe ada tulisan begini: “If you don’t like this magazine please fuck-off!” Hahahaha. Belakangan di dua edisi terakhir BRAINWASHED sempat menjadi majalah musik yang mempropagandakan pergerakan politik radikal.
Kalau masih inget, berapa kira-kira modal elo membuat zine?
Modal uang hampir nggak ada seinget gue. Yang gue punya cuma passion dan ide-ide aja. Kebetulan tante gue baru buka usaha foto kopi di belakang rumahnya jadi gue bisa ngutang dulu untuk menggandakan BRAINWASHED. Biasanya sirkulasinya itu gue atur setiap 50 edisi terjual baru gue gandakan lagi di
Alat produksi gue sederhana banget. Gue di rumah waktu itu kebetulan punya komputer jangkrik dengan operating system Windows 3.1 (ini keluaran tahun 1993 kalo gak salah) dan printernya dot matrix yang super berisik. Kalo gue ngeprint malem-malem biasanya bokap sama nyokap gue sering pada protes. Mengetiknya pun masih pake Word Star dan memanfaatkan grafis-grafis culun dari Print Master. Belom ada software lay-out majalah ato perangkat desktop publishing lainnya saat itu. Jadinya setiap logo band dan teks naskahnya selalu gue print duluan dan nantinya gue "potong & tempel" secara manual di atas meja kaca ruang tamu rumah gue.
Temen setia gue waktu ngelay out itu HVS, glue stick, cutter, tinta printer dan tentunya disemangatin sama tape mini compo yang ngeblasting musik-musik cadas beringas dari Napalm Death, Sepultura, Suffocation, Benediction, Kreator, Death Angel, Massacre, Deicide, Prong, Anthrax, Metallica dan sebagainya. Oh ya, semua ATK yang gue punya waktu itu juga nggak beli. Kebetulan almarhum bokap gue sering dapat ATK dari kantornya dan sering dibawa ke rumah. Jadi basicly semuanya itu modal dengkul kali ya? :)
Zine elo bertahan berapa lama? Dan apa suka dukanya selama menulis zine?
Tiga tahun! 1996 – 1999. Tujuh edisi saja. Masuk di edisi kedua gue udah membentuk tim kecil dan majalah ini udah naik cetak offset sebanyak 1000 eksemplar. Kebetulan ada investor yang mau mendanai labour of love gila ini. Tapi proses lay-out masih tetap tradisional seperti biasanya :) Sempat saking noraknya, gara-gara masuknya teknologi baru (internet), gue jualan gimmick majalah dengan kalimat: “News sources exclusively from the internet”. Haha. Emang saat itu belum ada warnet dan pengguna internet masih sedikit banget di
Di edisi kelima ini Eka Annash (dulu vokalis Waiting Room, sekarang vokalis The Brandals) sempat bergabung di dalam redaksi BRAINWASHED menjadi kolumnis sekaligus reporter tamu. Kita sempat meliput JIS rock scene waktu itu. Pas liputan saking semangatnya sampe jatoh dari motor segala di daerah Simprug Golf waktu itu haha.
Sukanya, gue jadi semakin banyak teman di scene, bisa gondrong 12 tahun non-stop (haha), banyak dapet demo (belum ada band yang ngerilis album indie saat itu), banyak menonton band-band bagus, banyak kenalan di kantor pos, banyak mendapat surat dari berbagai daerah ajaib di Indonesia (ternyata ada scene underground di Timika, Papua yang mengcopy edisi pertama tiga tahun setelah edisi itu terbit. Mengharukan) dan ternyata…gue lumayan “dikenal” (ada modus operandi lain agar dikenal di scene tanpa harus ngeband ternyata hehe).
Pertama kali gue kenal Arian13, masih vokalis Puppen, lewat
Oh ya, BRAINWASHED ketika meluncurkan edisi yang ketiga tahun 1997 (cover Burgerkill, isi Puppen, Tengkorak, dsb) sempat menggelar rock fest di belakang café Harley Davidson Jakarta. Nama acaranya “Backyard Torturing Ground.” Semua band so-called-indie yang kini veteran dan udah bubar kayaknya main semua di sini. Waiting Room, Tengkorak, Grausig, Stepforward, Anti Septic, Betrayer, Motordeath, Hellgods, Delirium Tremens, Bloody Gore, Straight Answer, etc. Penonton yang hadir sekitar 2.000 orang dan sempat menuai kontroversi karena dimuat nasional di Tabloid Adil dengan cover Ade Hellgods pake corpsepaint dan headline bertuliskan: “Bangkitnya Musik Pemuja Setan!” Hahahaha.
Gara-gara BRAINWASHED juga gue sempat diajak Grausig untuk meliput show mereka untuk pertama kalinya di
Suka lainnya, BRAINWASHED setelah mati menjadi majalah kemudian lebih konsentrasi menjadi concert organizer. Sempat mengundang band garage rock Swedia asuhan Kak Rick Rubin, THE (INTERNATIONAL) NOISE CONSPIRACY untuk disusupkan ke tur festival Soundrenaline 2005 yang selalu aja mengundang band-band bule kagak jelas. Ini terjadi sebelum trend konser band-band indie di
Dukanya? Hampir nggak ada. Ini karena gue ikhlas aja ngejalanin semuanya :) Bo’ong ding. Gue bangkrut secara finansial dan nggak bisa mulangin modal investor hahaha. Akhirnya gue percaya menjadi “indie” dan beroperasi secara “D-I-Y” itu emang mesti siap-siap bangkrut. Sad but true. Tapi gpp, kita cari aja investor lagi :D
Apakah pengalaman elo menulis zine, berpengaruh ke pekerjaan yang sekarang dijalani?
Pastinya! Karena gue udah terbiasa menulis musik dengan passion sebelumnya semasa di BRAINWASHED. Basic music journalism gue mungkin berawal dari
Dan nilai-nilai ini kebawa sampai sekarang gue menjadi salah satu editor di ROLLING STONE Indonesia. Memang agak klise kayak novel sampe akhirnya hobi ini bisa jadi profesi buat gue. Mungkin lebih menarik dari cerita Cameron Crowe di Almost Famous. Bagaimana menulis tentang musik ini akhirnya bisa membawa gue traveling gratis ke Tokyo, Yokohama, Munich, Mainburg, Ingolstadt, Alpen, Dubai, KL, Singapore, dsb. Dan bisa dibilang semua ini jadi kenyataan gara-gara menulis fanzine awalnya. Walau nggak lulus kuliah, gue akhirnya menciptakan profesi bagi diri gue sendiri. Lumayan.
Tentu aja menulis di fanzine itu nggak bebas nilai karena sifat redaksionalnya sangat subyektif dan personal. Hujat sana-sini, cursing mainstream
Lebih milih mana? Zine elo sebagai indikator gejala yang ada di masyarakat atau zine elo jadi pemicu yang menyulut suatu gejala di masyarakat itu bisa lahir atau terjadi?
Mungkin ini maksudnya teori Agenda Setting ya. Dulu gue gak tau dan mungkin malah gak peduli apakah zine gue ini bakal jadi indikator atau trigger di masyarakat. Misi gue sesederhana mendukung band-band temen gue aja agar lebih dikenal sama penggemar musik dari komunitas di dalam atau di luar
Menurut elo apakah zine itu termasuk ke dalam budaya jalanan ? Atau mungkin bisa diistilahkan jurnalistik jalanan?
Budaya jalanan atau bukan kayaknya nggak terlalu penting juga ya? Malah rata-rata zine yang gue bikin itu kebanyakan digarap di rumah. Apakah ini kemudian menjadikannya “budaya rumahan”? Terserah. Itu
Awalnya nggak ada. Karena pada jaman itu zine-zine luar belum masuk
Gue sempat menjadi 20 mahasiswa pertama yang menduduki Gedung MPR/DPR di bulan Mei 1998 dan menjadi demonstran gila hingga beberapa tahun setelah rejim Soeharto tumbang. Gue sempat aksi di front-front berdarah di seputaran Trisakti, Semanggi I & II, Moestopo, dsb. Menjalin komunikasi dengan front-front pembebasan seperti AFRA, FAF, PRD, Socialist Worker,
Misi majalahnya semakin ngawur dan mau menerapkan “pencucian otak” secara literally. Sampe ada profil Tan Malaka segala di dalamnya lengkap dengan semboyan “berterang-terang dalam gelap dan bergelap-gelap dalam terang!” Keren! Dan bayangin aja, covernya itu karikatur Presiden Habibie yang ketakutan karena sedang diculik dan disandera teroris. Gue sangat terobsesi menjadi teroris waktu itu. Ini tahun 1999, 3 tahun sebelum Bali Blast dan 2 tahun sebelum Osama Bin Laden meluncurkan missil berbentuk pesawat terbang ke WTC. Hahaha.
Nggak ada pesan-pesan khusus sih. Menjadi kreatif ajalah di segala macam kondisi. Belakangan gue udah jarang banget melihat ada fanzine/zine terbit lagi di scene. Mungkin juga karena sekarang ada trend ngeblog dan semua orang melupakan fanzine yang tradisional. Yah, lumayan menghemat hutan juga sebenernya. Tapi dari dulu juga bikin zine nggak pernah jadi trend yang besar di sini. Berdandan se-indie dan se-emo mungkin jauh lebih ngetrend kayaknya. Kita semakin keren secara tampak luar sebenarnya, in a fashion way, tapi kreativitas dan progres pemikiran di scene musik indie kayaknya malah stagnan. Infrastruktur indie kagak pernah berkembang, pelaku bisnisnya juga masih itu-itu aja. Semua orang lebih tertarik bikin band dan jadi artis dibanding jadi manajer band, zine editor, gig organizer atau posisi di belakang layar lainnya. Well, semuanya masih begitu-begitu aja setelah sebelas tahun ternyata :)
Tapi mungkin ini ada sedikit pesannya. Tolong dibantu aja temen baik gue yang namanya Ika Vantiani dari kolektif Peniti Pink. Dia punya gerakan konservasi dan pendokumentasian fanzine lokal. Kalo memang dulu kalian sempat menerbitkan fanzine dan sekarang nggak peduli lagi tolong aja fanzinenya didonasikan ke Ika Vantiani via penitipink.blogspot.com.
Terimakasih banyak sebelumnya :)
zine fotokopian selalu menyimpan banyak memori bagi gue...
BalasHapusudah beberapa tahun berselang sejak terakhir kali gue ngorder zine dari PePi. kangen juga.
cool interview.
BalasHapusbtw, pernah ke dubai juga?
ngeliput desert rock fest kah?
"Semua orang lebih tertarik bikin band dan jadi artis dibanding jadi manajer band, zine editor, gig organizer atau posisi di belakang layar lainnya."
BalasHapuskaya adegan awal film almost famous,
anak2 ditanyain mau jadi apa..
cm satu orang (si pemeran utama film ini) yang mau jadi jurnalis.
klo gak salah setelah beberapa lama kehadiran Brainwashed Zine, Moestopo jadi "demam" zine, salah satunya si Nisa "Jarum Pentul" hehe..
jadi kita termasuk Non-Semua Orang wen? hahaha
BalasHapusgile 95 mah baru ketemu internet juga di wasantara di kantor pos, kerjaannya ngambilin news ama photo band2 70's trus dibikin personal web di PC hahahha.. ngga kepikiran bikin zine. good interview.
BalasHapus"Pertama kali gue kenal Arian13, masih vokalis Puppen, lewat surat tahun 1996. Kita surat-suratan gitu. Gue kirim pertanyaan ke Bandung dan dia kasih jawaban via surat keong juga."
BalasHapushahahaha snail mail emang gak ada matinya. gue masih pake nih. lebih personal. plus suka ada bonus2nya, entah stiker entah flyers. artinya kita udah kenal 11 tahun ya Wenz? hahah. dan dulu gak ada tuh handphone. kalau mau nelfon elo dulu musti saat yang tepat karena lo juga jarang di rumah. :D email juga gue pas cek lagi, email pertama yang masih gue simpen, ya sekitar tahun 1996 ini.
95 saya masih smp oom wenz.. anyway, saya pernah baca brainwashed dan kemudian bikin zine sendiri karena terinspirasi anda. thx..
BalasHapusajarin nulis dong wenz!! hehehe...
BalasHapus95 gue masih SD tuh....gue juga sering denger ttg brainwashed dari alm. kakek gue...hihihihi
canda wenz!! sukses terus yah wenz!!!
aduhh.. jadi pengen cut and paste lagi bikin majalah sendiri. Ika dan zine2nya bener2 meng-inspire gw dulu untuk bikin gincu berdarah. Walaupun gincu berdarah bikinan gw cuma keluar sekali. hahahaha.. emang nih, blogspot, multiply, etc bikin orang ga mau cut and paste manually lagi kayanya. yuk sama-sama hengkang dari dunia per-blog-an di dunia maya dan kembali ke era 'analog'! hehehe.. ada yg mau?
BalasHapusanyways, aul.. kalau mau main angkatan. taun 95 gw masih 8 tahun! hahaha.. masih SD tuh gw! kita belum kenal yaaa.. hahahaha..
BalasHapuskita kenal waktu kapan ya mir? gua kelas 1 sma dan lo kelas 6 sd bukan? dan mencoba cutting edge jaman2 itu hahahah
BalasHapushahahahaha.. iyaa.. pas jaman lu sma dan gw smp pas kita sering jalan bareng. btw, inget ga overall biru yg masuk majalah kawankuuu.. hahahahahahahha.... ups.. kok bernostalgia di blog orang ya. hehehe..
BalasHapussaya dah lama banget pengen bikin zine, cuman ntah kenapa terkendala,
BalasHapuspadahal cara 'usang' seperti ini (kalo dibandingkan dengan lewat dunia maya yg lebih gmpng) masih efektif karena masih banyak koq yg jarang ke internet...
saya percaya kalau cara lama masih cocok diterapkan sekarang...
Iya, Ika & Peniti Pink itu gue prediksi nanti bisa jadi semacam "museum zine" di Indonesia. Koleksinya lengkap juga, Ric. Gue sendiri udah nggak tau ada dimana itu BRAINWASHED, cuma punya 1 edisi doang :)
BalasHapusThanks, dit.
BalasHapusBukan ngeliput desert rock fest yang ajaib itu tapi gue transit dari Munich di sana hampir seharian penuh karena pesawatnya delay lama. Dubai itu gokil berat ya, airportnya punya mall sepanjang 2 km tepat di bawah terminal dan interiornya dilapisin emas semua. Katanya sih bakal jadi "Middle East Singapore" :)
Iya, Ta. Dan di lembaga pers mahasiswa Media Publica gue pernah bikin policy agar setiap mahasiswa baru yang join dengan MP diwajibkan untuk membuat fanzine sebagai salah satu indikator minat untuk bergabung dengan pers mahasiswa.
BalasHapusJarum Pentul zine itu keren lho. Suka gue bacanya. Masih ada gak ya?
Betul, Din. Non-semua orang. Mungkin bukan orang juga kali ye, sejenis alien?
BalasHapusThanks. Wah, berarti taon 95 di Indonesia baru masuk internet ya, din? Lumayan canggih juga gue waktu itu berarti ya? Haha. Baru setaon udah jadi source berita. Gue masih inget tampilan website band-band luar itu masih culun-culun berat lah. Masih inget Angelfire.com atau Geocities.com? Nah kebanyakan kayak gitu tuh. Purbakala :)
BalasHapusGue udah jarang banget ke kantor pos, yan. Kalo kesana paling untuk ngambil paket dari luar atau ngambil uang pensiun nenek gue hehe. Emang banyak bonusnya, kadang malah dikasih T-shirt segala. 11 tahun udah sekitar kelas 5 SD tuh haha. Iya, jaman belom ada handphone waktu itu, parah, parah. Tapi kayaknya belom lama juga ya. Berarti kita hidup di generasi transisi teknologi tingkat tinggi? Jadi serasa kayak Highlander gituh.
BalasHapusThank you2. Jangan suka memuda-mudakan umur, ul :) Bilang aja tahun itu udah semester 4 juga kuliahnya. Haha.
BalasHapus95 bukannya baru lahir lu, ga? Mengalami pertumbuhan instan berkat perkembangan teknologi tingkat tinggi juga :)
BalasHapusGincu Berdarah! Ya, ya, ya gue pernah baca itu, Mir. Jamannya elo masih terobsesi dengan kegelapan ya? :) Ika yang ngasih juga ke gue waktu itu. Kita berdua muji2 zine itu tuh. "Cut & Paste" sekarang udah tergantikan dengan "Copy & Paste".
BalasHapusHehehe. Gpp, disini bebas nostalgila lah. Gue kenal Mira juga waktu dia masih kelas 2 SMP kalo gak salah ya? Jamannya belum banyak cewek di scene juga waktu itu. Goth girl yang berprestasi :)
BalasHapusMaka berakhirlah dalam tindakan, jangan hanya dalam pikiran....
BalasHapuswenz kalau gue 'diserang' di forum gue(lo tau dimana) dan gue gak tau jawabannya bantuin yak! hehehe
BalasHapusHahaha. Emangnya galak amat itu anak-anak indie sampe mo nyerang elo, Ga? Siap lah. :)
BalasHapushehehe..kadang2x soalnya gue mikir..."kok gue bisa nulis disini sih? pengetahuan gue ttg musik kan masih dikit berat..PEDE banget! hahaha..." jadi kadang2x bingung jawabnya gimana...thanks wenz! =)
BalasHapusgue mau jadi jurnalis! heheeee
BalasHapusAyo, Tan. Gue dukung! Menyenangkan jadi jurnalis itu tapi jangan berharap kaya dari sini ya hehehe...
BalasHapushahaha iya dah.ntar kalo gw ada pertanyaan2 soal jurnalistik2 gitu..gw tanya lo yak!heheeee
BalasHapusGw dulu beli Brainwashed di studio musik di tebet namanya I&N
BalasHapuskalo penulis yang inspiring lu siapa wenz?
BalasHapuswuahaha ..jadi teringat jaman dulu wenz gor bullungan ,blok m plaza lt 6 dan poster cafe ....ombat ama ndaru masih nyimpen tuh majalah lo ahahaha
BalasHapusmajalah metal gokil jaman dulu...
Oke deh, Mister Master WenzRawk hahaha...Masih butuh bimbingan neh, Suhu...
BalasHapusOia, setahun sudah berapa kali ke Bali, Wenz? Bosan yah naik pesawat ke Bali? Hehehe...oleh2 dong kalo pergi lagi X P
Siap!
BalasHapusGue emang pernah titip jual majalah disitu, bon. Cuma gue lupa edisi yang keberapa. Thx.
BalasHapusPenulis luar untuk musik Lester Bangs, Jim deRogatis, Borivoj Krgin, Martin Popoff, etc. Penulis lokal gue suka Denny Sabri, Denny Sakrie, Robin Malau, Arian13, David Tarigan, Soleh Solihun, Hasief Ardiasyah. Dulu pernah suka sama Remy Sylado but now that old guy is just a jerk, total jerk :)
BalasHapusTempat-tempat yang lu sebutin itu kuil-kuil underground metal '90an tuh haha...
BalasHapusMasih jaman emang dibimbing, Lin? Hehe. Gue aja kagak pake bimbingan karir dulu :) Banyak-banyak ngebaca tulisan-tulisan bagus dari para penulis yang elo suka gue rasa udah cukup menginspirasi dan memotivasi kayaknya. Alin juga tulisannya bagus-bagus nih, salute euy! Hampir setaon ini udah 6x ke Bali. Nggak pernah sebosen ini gue ke Bali hahaha...
BalasHapussaya adalah salah satu pembaca brainwashed :)
BalasHapusgue jadi inget salah satu filsafat bekerja, "sesuatu yang dikerjakan dengan hati, pastinya nyampenya ke hati juga"
BalasHapus*kenapa gue jadi sok filosofis gini.. mungkin karena bulan puasa dan mengantuk?
wah udah dimuat aja..hehe..
BalasHapusjawaban-jawaban yang menyenangkan, mudah-mudahan gw bisa merangkumnya dengan baik :)
pas di bagian jawaban dari pertanyaan tentang modal membuat jadi terharu bacanya, wenz! hiks... =')
BalasHapushihihiii. . . ini serius, wenz? x)
BalasHapusberarti 11-12 sama musisi donk ya, wenz? kalo gitu mending merit sm musisi ato jurnalis ni??? hahaha... XD
BalasHapustapi lo percaya gak kalo emang gak dilakukan secara kontinyu, kemampuan menulis lo akan hilang? dulu gw sangat suka menulis!!! itu gw lakukan sampe kuliah, bahkan gw sempet dipercaya dan dibayar temen-temen gw untuk menjadi editor skripsi mereka gitu! hehehe... tapi setelah kerja kok sepertinya udah merasa gak ada waktu lagi buat menulis dan akhirnya jadi kaku banget! kosa kata aja seakan berkurang dan harus berfikir keras untuk mendapatkannya. hiks!
mending sama musisi yang jurnalis vice versa xp
BalasHapusmaksud loh, yan?! hihihiii... x)
BalasHapusmendingan sama musisi, pembaca berita, jurnalis, manager, pegawai bank, spg, temannya spg, tetangganya, dan teman tetangganya, kuantiti itu sangat penting
BalasHapusJadi terngiang zaman dahulu.
BalasHapusAda Brainwashed, ada Tigabelas (dari sini editornya cerita bahwa dia pernah ngasih kado seekor anak anjing ke kekasihnya), lalu menyusul munculnya banyak fanzine/newsletter lokal lainnya.
Saya ingat zine yang bernama Membakar Batas, Kata seorang teman, Zine itu semacam injil bagi editor zine lokal, Semua dibahas disitu.
Lalu ada Sayap Imaji yang menulis Daily Orgasmic Pleasure.
Kalau dari luar saya selalu ingat 1 nama zine yang menginspirasikan semangat atau Etos DIY dalam dunia tulis menulis. Zine itu bernama: UGLY DUCKING!!
Mungkin Wenz pernah mendengarnya?
Ahh...nostalgia tentang zine, membuat diri saya carut-marut untuk memulai Ide-ide dengan Lem, Gunting, Kertas lagi.
Interview yang bagus, kawan.
saya sekarang lg suka zine "BEYOND THE BARBED WIRE", 'WASTED ROCKER", JURNAL APOCALYPSE", 3 zine lokal yg saya akuin bagus saat ini. boleh dunk zine BRAINWASHED copyan nya klo masih simpan masternya? oia saya jg sempat copy paste artikel anda utk scene music underground indonesia, sy taruh di blog sy di www.myspace.com/kontrakmati
BalasHapusthx_dikalebon