(Music Biz) Welcome To the Jungle!

WELCOME TO THE JUNGLE!

 

Kiat-kiat menjadi the next big thing di dalam industri musik

 

Oleh Wendi Putranto

 

 

Seorang anak muda kulit putih berambut gondrong pirang turun dari bis antar kota seraya menenteng sebuah hardcase gitar. Anak muda ini berasal dari kampung dan untuk pertama kalinya menjejakkan kedua kakinya di New York City. Masih kaget dengan atmosfer kota megapolitan tiba-tiba seorang bandar narkotika menghampirinya menawarkan substansi ilegal. Ia menolak. Tak lama kemudian dari layar televisi sebuah toko ia menyaksikan seorang rockstar dari atas panggung megah berteriak: ”You know where you are? You’re in the jungle baby, you’re gonna die!” Anak muda tadi dan rockstar itu adalah orang yang sama: Axl Rose.

Ini merupakan scene dari video musik pertama Guns N Roses yang sangat legendaris, ”Welcome To The Jungle.” Adegan tersebut terinspirasi dari kisah nyata ketika Axl Rose dan seorang kawannya tiba untuk pertama kalinya di New York City. Seorang gembel menghampirinya di tengah jalan dan berkata kepadanya kalimat pembuka dari single Guns N Roses tadi. Axl shocked dan lantas menciptakan sebuah anthem rock paling terkenal di akhir dekade ’80an serta menyulap Guns N’ Roses menjadi salah satu band rock terbesar di dunia sepanjang masa.

Simak pula kutipan berikut ini:

 

“I wish there had been a music business 101 course I could have taken" - Kurt Cobain, Nirvana.

 

Jika saja Cobain sempat ikut kursus bisnis musik mungkin hingga hari ini ia masih akan bersama kita. Menciptakan musik-musik yang bagus dan mengantarkannya kepada seluruh penggemar Nirvana. Sayangnya semua sudah terlambat karena frontman Nirvana itu terlanjur bunuh diri tujuh belas tahun yang lalu. Di duga karena tekanan popularitas dan industri musik yang begitu keras dan tiba-tiba. Cobain tidak siap!  

 

Apa yang dialami Axl dan Kurt Cobain pasti dialami pula oleh sebagian besar anak band yang ingin serius terjun berkarier di industri musik yang terkenal ganas, licik, sadis dan tak jarang pula mematikan. Eksploitasi adalah nama tengah industri hiburan ini. Siapa pun yang tak cerdas pasti tertindas, siapa saja yang lemah pasti terbunuh. Layaknya hidup di hutan belantara, ”survival of the fittest” adalah hukum yang berlaku di bisnis ini.

ROLLING STONE seperti memiliki tanggung jawab moral untuk mempercepat pembodohan serta penindasan menjadi bagian sejarah masa lalu. Seperti halnya Big Boss kami, Jan S. Wenner pernah berkata: “Our mission is unchanged: to be inspired, to be informed and to rock & roll!”

 

Edukasi bisnis musik adalah sesuatu yang akan kami sajikan setiap bulannya melalui rubrik baru bernama MUSIC BIZ ini. Cukup sudah rasanya pelajaran teknis menguasai instrumen musik dan bocoran kord-kord itu. Sudah tiba waktunya kini untuk mengenal ”musuh” dengan cara yang cerdas. Untuk menjadikannya guide agar tidak tersesat dan terbunuh di belantara industri.

Bagaimana industri musik ini berjalan? Apa saja yang mesti dilakukan seorang artis atau sebuah band jika ingin membuat big break di industri rekaman? Siapa saja yang berada di balik kesuksesan sebuah band? Apa saja peran dan fungsi label rekaman, A&R, manager artis, booking agent, produser, sound engineer, dan sebagainya? Apa itu publishing, kontrak rekaman, kontrak internal band, kontrak manajemen, hak cipta rekaman, street team, dsb. Semuanya akan dibeberkan tuntas di sini.

            Pada pembahasan pertama rubrik ini kami akan mengulas hal-hal mendasar dalam membentuk sebuah band, seperti memilih nama band, mendaftarkan nama band ke Direktorat Jenderal HKI, memilih imej band yang sesuai, dinamika dalam band hingga mempersiapkan promo kit.

 

”Now, you know where you are? You’re in the jungle baby, you’re NOT gonna die!”

 

Hollywood Rose circa '83 with future Axl Rose & Izzy Stradlin


 

Apalah Arti Sebuah Nama?

 

Begitu William Shakespeare pernah berkata. Sayangnya, Shakespeare hidup di jaman dimana industri musik belum eksis saat itu. Ia tidak paham bahwa arti nama bagi seorang artis atau sebuah grup band adalah salah satu unsur penting ketika memutuskan terjun ke industri.  

”Nama band harus sesuai dengan musik yang dibawakan dan imejnya. Gue lebih suka seperti itu. Bisa straight to the point atau mebuat orang bertanya-tanya, ‘ini artinya apa sih?’” ujar Arian13, vokalis band rock Seringai sekaligus mantan frontman Puppen. Seringai merupakan band rock yang terbentuk sejak tahun 2002, telah merilis dua album dan pada tahun 2005 sempat dijuluki “Raja Pensi” oleh sebuah majalah remaja pria terkemuka.

 

Arian menjelaskan bahwa ia lebih menyukai nama band dalam bahasa Indonesia karena terdengar lebih eksotis. Keuntungan lainnya di era internet seperti sekarang ini jika ada orang yang ingin mencari tahu tentang bandnya akan mudah sekali. ”Jika Anda browsing di Google nama band yang dicari dalam Bahasa Indonesia pasti akan muncul nama yang dicari. Sementara kalau Bahasa Inggris kemungkinan besar akan rancu dengan band lain di sana atau merek sebuah produk,” ujarnya.

“Dulu ketika memilih nama band, gue berpikir agar sinkron dengan karakter musik yang dimainkan dan juga karakter personel bandnya,” kenang Eka Annash, vokalis The Brandals dan mantan vokalis Waiting Room. The Brandals adalah band Jakarta yang terbentuk sejak 2002 dan terkenal sebagai band dengan style musik rock & roll yang telah merilis dua album secara independen. ”The Brandals kita hilangkan huruf E-nya agar lebih singkat dan luas. Semacam punchline. Yang jelas agar mudah diingat juga,” tambahnya.

Beberapa band lainnya juga memiliki alasan dan sejarah yang berbeda ketika memilih nama band mereka. Band punk rock Bali, Superman Is Dead terinspirasi memilih nama band mereka dari judul lagu milik Stone Temple Pilots, ”Superman Silvergun.” Menurut mereka nama Superman Is Dead memiliki arti tidak ada manusia yang sempurna. Demikian pula halnya dengan nama band God Bless yang menurut Ahmad Albar terinspirasi dari banyaknya kartu ucapan Selamat Natal & Tahun Baru yang dikirimkan kawan-kawannya di Belanda.

Nama band yang unik dan panjang belakangan ini juga mulai menjadi tren di Indonesia dan mancanegara. Contohnya …And You Will Know Us By The Trail of The Dead atau White Shoes & The Couples Company. Nama yang belakangan disebut ini terinspirasi dari tren sepatu putih yang sempat berkembang di kalangan mahasiswa IKJ. Karena di dalam band ini ada pasangan suami isteri mereka kemudian menambahkan The Couples Company di belakangnya.

Keuntungan memiliki nama band panjang di antaranya adalah unik dan ”tidak pasaran” namun implikasi negatifnya juga ada karena biasanya sering terjadi kesalahan pengejaan atau minimnya space di media promosi sebuah konser dapat menjadi hambatan bagi panitia sehingga nama band tersebut terpaksa ”dipangkas”.

Tidak ada yang berhak untuk menghakimi nama sebuah band itu ”baik” atau ”buruk,” semuanya kembali ke persepsi dan selera masing-masing orang. Namun biasanya nama yang ”buruk” adalah nama band yang sulit untuk diucapkan, mudah terlupakan atau sulit untuk dibentuk menjadi sebuah logo. Hindari juga memilih nama band yang kontroversial jika ingin diterima oleh industri musik. Kontroversial di sini maksudnya nama-nama band yang mengandung arti pornografi, rasialisme atau menyinggung perasaan suku/golongan tertentu.   

Berbagai cara masing-masing dilakukan oleh anak-anak band saat mencari nama bagi grup mereka. ”Waktu mencari nama band gue membaca kamus Bahasa Indonesia. Mengumpulkan dan mencatat kata satu persatu sembari memikirkan arti yang bisa mewakili musik yang dimainkan band ini,” jelas Arian.

Sementara Eka berpendapat ada baiknya ketika memilih nama band itu ketika tengah berkumpul santai bersama para personel band lainnya seraya membiarkan ide berkembang bebas. ”Memang gampang-gampang susah. Ada yang sampai berpikir berhari-hari tapi ada juga yang langsung dapat. Menurut gue diusahakan dalam suasana care-free, santai aja. Jangan lupa untuk memikirkan apakah nama tersebut sudah digunakan oleh band lain di dalam negeri atau di luar negeri,” tukasnya.

Uniknya, di Indonesia ada pula anak-anak band (dan juga label rekaman?) yang memikirkan sisi hoki dengan berkonsultasi kepada dukun atau ”orang pintar” demi mendapatkan nama band yang memiliki tingkat keberuntungan tinggi agar sukses kariernya di industri. Mereka percaya bahwa nama band itu ada yang membawa sial dan ada pula yang membawa untung.

Menanggapi berkembangnya fenomena klenik tersebut Eka menegaskan bahwa dirinya tidak mempercayai hal-hal seperti itu. ”Sukses atau tidaknya sebuah band tergantung kepada kerja keras mereka,” ujarnya. Sementara bagi Arian ia melihat sebuah nama bukan berarti jaminan album yang dijual bakal laris manis. ”Terkadang apalah arti sebuah nama kalau pada akhirnya bandnya bisa menjual jutaan keping dengan nama apapun juga,” tukasnya.

Pada intinya dalam memilih dan menentukan nama band memang tergantung sepenuhnya dari kreatifitas masing-masing individu. Namun kiranya beberapa hal dibawah ini perlu diperhatikan sebagai acuan dalam memilih nama band yang ”keren” yaitu:

1.      Mudah diingat,

2.      Mudah diucapkan dan dieja,

3.      Mudah dibentuk sebagai logo,

4.      Tidak biasa (unik).

 

Mendaftarkan Nama Band

 

Jika nama band telah ditetapkan dan disetujui oleh seluruh personel band hal berikut yang harus segera dilakukan adalah segera mendaftarkan nama tersebut ke instansi yang berwenang. Dalam hal ini pihak yang berwenang di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang berada di bawah otoritas Kementerian Hukum & HAM RI. Tujuan mendaftarkan nama band ini adalah untuk menghindari ada band lain yang juga menggunakan nama yang sama dengan band Anda. Ini tidak hanya berlaku bagi band yang sukses menjual jutaan keeping albumnya namun untuk band pemula sekalipun.

Mendaftarkan nama band itu sama halnya dengan mendaftarkan sebuah merek dagang dalam ruang lingkup bisnis. Menurut keterangan M. Insan Kamil dari Direktorat Jenderal HKI, pihak yang mendaftarkan merek ini bisa terdiri dari perseorangan atau badan usaha. ”Kebanyakan mereka yang mendaftarkan nama band ini adalah mewakili perseorangan,” ujarnya.

Sesuai prosedur Ditjen HKI, pendaftaran nama band itu termasuk Kelas 41 dalam ruang lingkup bisnis jasa hiburan. Persyaratan yang dibutuhkan untuk mendaftarkan merek atau nama band ini adalah KTP, mengisi formulir pendaftaran, menceritakan sejarah singkat band dan menyerahkan lambang atau logo yang berbentuk tulisan atau gambar. Biaya pendaftaran merek ini sebesar Rp. 150.000  yang mesti dibayarkan ke Bank BNI dengan ditujukan kepada Direktorat Jenderal HKI.

Proses pendaftaran merek ini memakan waktu 1,5 – 2 tahun sejak pertama kali didaftarkan hingga dikeluarkannya . Mengapa begitu lama? ”Karena setiap hari banyak sekali pihak-pihak yang melakukan pendaftaran merek dan kami harus memeriksa semuanya satu persatu dengan teliti agar tidak terjadi kesamaan merek di jenis usaha yang sama,” jelas Kamil.

Tahap awalnya merupakan pemeriksaan formalitas untuk mengecek kelengkapan surat-suratnya. Setelah lolos pemeriksaan formalitas dilanjutkan dengan pemeriksaan substantif guna memeriksa apakah merek itu memiliki kesamaan nama dengan pihak lain, khususnya di bidang jenis usaha yang sama.

”Setelah pendaftaran dan pemeriksaan terhadap merek berhasil, nantinya pihak yang bersangkutan akan menerima sertifikat dari Ditjen HKI dan mereknya akan dipublikasikan di website Ditjen HKI,” tambahnya lagi. Sertifikat dari Ditjen HKI ini akan melindungi merek atau nama band yang dimaksud selama kurun waktu sepuluh tahun. Satu tahun sebelum berakhir jika ingin diperpanjang maka pemegang sertifikat ini harus mendaftarkannya kembali seperti prosedur semula.

 

Menentukan Imej Band

 

Menurut definisi buku Consumer Behavior and Marketing Action karangan Henry Assael, imej merupakan persepsi total dari sebuah obyek yang terbentuk berkat proses informasi yang berasal dari berbagai sumber secara terus menerus. Dengan kata lain, menurut Vivek J. Tiwary, penulis artikel Image & Imaging, imej yang terbetuk dari artis/band itu merupakan persepsi yang ditangkap publik saat menerima informasi apapun yang diberikan artis/band tersebut secara konstan. Imej misalnya bisa ditimbulkan dari musik, lirik, gaya/penampilan, attitude, sampul album dan desain merchandise hingga opini sang artis. 

Bagi Olive Aprilia, fashion stylist yang pernah menangani Ratu, Dewa hingga Audy, imej merupakan sesuatu yang juga ”dijual” dari artis/band selain musiknya. ”Biasanya yang disuka oleh penonton itu pertama musiknya dan menyusul kemudian imagenya. Contohnya Sex Pistols. Ketika pertama kali mendengar namanya orang pasti langsung mengidentikkan mereka sesuai imej yang terbangun. Itu mengapa makanya imej penting banget,” ujar Olive, alumnus ESMOD yang sempat kursus fashion street wear di St. Martin, London.

Eka setuju dengan pendapat Olive. ”Imej memang penting banget, dalam artian setelah musiknya. Karena itu sudah satu paket. Bagaimana cara mereka merepresentasikan musik dan style mereka ke publik itu bakal mencerminkan imej mereka nantinya,” ujar Eka.

 

Sementara menurut Arian, ”Imej itu menunjukkan siapa mereka. Artinya, imej itu merupakan identitas musik sekaligus identitas personel bandnya.” Lalu kira-kira seberapa pentingkah peran imej tersebut? ”Penting tapi tidak melebihi kualitas musiknya. Karena banyak band yang dandanannya edan tapi musiknya ternyata biasa saja.”   

            Tidak ada istilah imej yang ”benar” atau ”salah,” karena semuanya tergantung dari perspektif apa publik menilainya nanti. Namun yang pasti Anda harus menentukan sejak dari awal berkarir seperti apa imej yang ingin dibangun oleh band Anda. Mulailah dengan menggambarkannya secara tertulis seperti apa nantinya musik, lirik, logo, sampul album, desain merchandise yang dapat sejalan dengan imej yang ingin dikembangkan.

            Vivek memberikan tips bagaimana cara membentuk imej dengan tehnik”Bio Blurb.” Personel band menulis catatan sekitar 35-40 kata yang akan menjelaskan secara garis besar sound atau penampilan yang akan dikembangkan oleh band Anda nantinya. Kesulitannya biasanya datang dari personel lain yang memiliki visi atau akar musik berbeda dengan sang penulis ”Bio Blurb.” Namun tetap saja itu bisa dimusyawarahkan. Setelah ditulis gunakan ”Bio Blurb” tersebut sebagai panduan dalam menciptakan imej band: dalam mendesain sampul album, menulis lirik, memilih kostum manggung, menjawab pertanyaan dari media massa, dan sebagainya.

”Gue pikir perlu diciptakan mitos karena dari situ akan diakumulasi bagaimana cara menyinkronkan antara musik yang dimainkan dengan gaya yang ditampilkan artisnya. Harus sepaket,” ujar Eka yang mengadopsi referensi imej dari band-band seperti Velvet Underground, The Strokes, Iggy Pop & The Stooges bagi The Brandals. ”Pikirkan juga bagaimana behaviour, tindak-tanduknya, statement para personelnya. Nggak hanya terbatas itu aja. Yang pasti dibikin menarik dan juga terhibur, in a good way.”

Olive pun ikut memberikan tips terbaiknya dalam menentukan gaya fashion sebuah band. Menurutnya karakter fisik personel band juga memegang peran penting bagi sebuah fashion statement. ”Apabila cocok dengan pakaian tertentu dan terlihat pas berarti oke. Personality orangnya juga perlu diperhatikan karena kalau sudah mengubah gaya dan ternyata orangnya tidak pede maka keluarnya akan kurang enak,” ujarnya.

Lalu perlukah sebuah band memiliki fashion stylist? ”Tergantung kemampuan budget bandnya juga [Tertawa],” kata Eka. ”Biasanya kalau bandnya sudah merasa nyaman dan PD dengan apa yang mereka kenakan gue rasa peran stylist nggak diperlukan lagi. Belajar menjadi stylist bagi diri sendiri juga nggak masalah.”

Jika ternyata sebuah band memiliki budget berlebih untuk memanfaatkan jasa seorang fashion stylist, Olive menyarankan agar mereka melihat riwayat prestasi fashion stylist tersebut. ”Dengan siapa dia pernah bekerjasama sebelumnya. Seperti apa prestasinya. Kira-kira sukses nggak dia mengubah style artis itu. Tolok ukurnya bisa dilihat dari visualisasinya langsung atau berdasar komentar orang-orang,” tukasnya.

 

 

”Biasanya gue ngobrol dulu dengan artisnya sebelum mengonsep imej fashion-nya. Ketika gue bekerjasama dengan Ratu juga seperti itu. Mereka menjelaskan target apa yang mau dicapai dengan wardrobe yang mereka kenakan. Maia ingin pakaian yang dikenakan Ratu nantinya bisa menarik perhatian orang banyak dan syukur-syukur bisa menjadi tren,” jelas Olive saat ditanya proses bekerjasama dengan fashion stylist.

 

Dinamika Band

 

Kebingungan mencari personel band yang tepat dan cocok serta keteguhan hati  dalam menghadapi siklus bongkar pasang personel adalah sesuatu yang lumrah terjadi dalam sebuah band. Ini lah yang disebut dengan dinamika band.

Sekarang anggap saja diri Anda adalah pendiri dari sebuah proyek band baru dan saat ini Anda ingin mencari personel yang tepat bagi band ini. Selain meminta pendapat atau rekomendasi kawan tentang sosok yang Anda cari maka Anda pun harus sering menyaksikan konser musik. Siapa tahu sosok gitaris, bassist, drummer atau vokalis yang Anda cari ada di salah satu konser tersebut.

Menyebarkan iklan di media massa untuk mencari personel band memang tidak menjadi tradisi di Indonesia, namun dengan hadirnya teknologi internet menyebarkan e-mail untuk mencari personel di berbagai mailing list musik, Friendster dan MySpace sebenarnya bisa menjadi strategi yang jitu.

Menemukan musisi yang tepat itu sama halnya dengan belajar mengetahui apa yang Anda cari. Misalnya Anda ingin bekerjasama dengan personel band yang mampu menciptakan lagu, bernyanyi dengan bagus dan siap untuk terjun secara profesional ke industri musik.

Pada perkembangan selanjutnya karena band ini memiliki orientasi yang serius di bisnis musik maka mungkin saja Anda membutuhkan orang-orang baik yang berbakat, profesional dan enak diajak bekerjasama. Katakanlah ada kecocokan chemistry. Jika semua ini terpenuhi maka boleh dibilang sebuah formasi band tersolid sudah Anda dapatkan. Namun ternyata ini bukan perkara gampang. Minimal ini membutuhkan waktu.

Setiawan Djody, pengusaha sekaligus musisi yang menggagas terbentuknya grup legendaris Kantata Takwa di awal ’90an (di antaranya bersama Iwan Fals, W.S. Rendra, Sawung Jabo) mengungkapkan pengalamannya. ”Pengalaman saya memanage perusahaan, semua itu landasannya manajemen. Memanage perusahaan dibandingkan dengan memanage Kantata Takwa itu 1000 kali lebih sulit memanage Kantata Takwa,” ujar Djody.

”Kalau orang bisnis kalau bikin janji jam 8 pagi atau malam pasti datang. Sementara untuk di musik banyak memanage emosi orang, memanage benturan-benturan ego. Ego Iwan, Rendra hingga saya sendiri. Memang tidak perlu ada CEO tapi konsepnya harus partisipatif. Diperlukan pula seseorang yang menjadi leader. Di situlah berkahnya Rolling Stones karena Mick itu memiliki leadership and brain sekaligus sense of business, intelek. Mereka bertahan sampai sekarang. Kita bisa mencontoh Rolling Stones.”

            Sementara berbicara tentang bongkar pasang personel di dalam band menurut Djody sebenarnya itu hal yang lumrah terjadi. Hanya saja jika

terlalu sering memang bisa merugikan. ”Kalau bisa stay saja, apalagi jika chemistry di dalam band itu sudah ketemu harus dijalankan terus. Ribut, emosi, beda pendapat itu biasa dalam band,” ujarnya.

”Pengalaman saya berhadapan dengan ego para personel Kantata Takwa itu unik. Iwan Fals, saya dan Sawung Jabo itu punya kemauan sendiri-sendiri. Bagi saya seperti memanage kuda-kuda liar, lebih sulit dari memanage perusahaan. Waktu itu saya learning a lot dari band tersebut. Makanya penting sekali jika ada pertalian persahabatan sebelumnya. Saya menjadi lebih mengenal watak orang di Kantata Takwa ini. Watak musisi itu sama dengan watak seniman. Watak bohemian yang radikal,” tukas Djody seraya tertawa. (Bersambung)

 

 

Box:

Prosedur Pendaftaran Nama Band

 

Berikut ini prosedur permohonan pendaftaran erek di Direktorat Jenderal HKI berdasarkan Undang-Undang Merek No. 15 Tahun 2001.

 

1. Permohonan pendaftaran Merek diajukan dengan cara mengisi formulir yang telah disediakan untuk itu dalam bahasa Indonesia dan diketik rangkap 4 (empat).

2. Pemohon wajib melampirkan:

a. Surat pernyataan di atas kertas bermeterai cukup yang ditanda tangani oleh pemohon (bukan kuasanya), yang menyatakan bahwa merek yang dimohonkan adalah miliknya;

b. Surat kuasa khusus, apabila permohonan pendaftaran diajukan melalui kuasa;

c. Salinan resmi akta pendirian badan hukum atau fotokopinya yang dilegalisasi oleh notaris, apabila pemohon badan hukum;

d. 24 (dua puluh empat) lembar etiket merek (4 lembar dilekatkan pada formulir) yang dicetak diatas kertas;

e. Fotokopi kartu tanda penduduk pemohon;

f. Bukti prioritas asli dan terjemahannya dalam Bahasa Indonesia, apabila permohonan dilakukan dengan hak prioritas; dan

g. Bukti pembayaran biaya permohonan sebesar Rp. 450.000,- (empat ratus lima puluh ribu rupiah).

 

Sumber: Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Republik Indonesia

 

 

Alamat Kantor :

 

DITJEN. HKI
Jalan Daan Mogot KM 24
Tangerang 15119 - Banten

Loket Permohonan Merek: 021 - 5517922

 

 

 

Box 2

Q&A  Merek

 

Apakah merek itu?

Yang dimaksud dengan merek adalah suatu "tanda" yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa.

 

Apakah yang dimaksud dengan merek dagang ?

 Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.

  

Apakah yang dimaksud dengan merek jasa ?

 Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.

 

Apakah fungsi merek ?

1) Tanda pengenal untuk membedakan hasil produksi yang dihasilkan seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum dengan produksi orang lain atau badan hukum lainnya;

2) Sebagai alat promosi, sehingga mempromosikan hasil produksinya cukup dengan menyebut mereknya;

3) Sebagai jaminan atas mutu barangnya;

4) Menunjukkan asal barang/jasa dihasilkan.

 

 Siapakah yang dapat mengajukan pendaftaran merek ?

1) Orang

2) Badan hukum 

3) Beberapa orang atau badan hukum (pemilikan bersama/merek kolektif).

 

Apakah fungsi pendaftaran merek ?

 

1)Sebagai alat bukti bagi pemilik yang berhak atas merek yang didaftarkan;

2) Sebagai dasar penolakan terhadap merek yang sama keseluruhan atau sama pada pokoknya yang dimohonkan pendaftaran oleh orang lain untuk barang/jasa sejenis;

3) Sebagai dasar untuk mencegah orang lain memakai merek yang sama keseluruhan atau sama pada pokoknya dalam peredaran untuk barang/jasa sejenis.

 

Sumber: Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Republik Indonesia

 

Komentar

  1. tulisan yang bagus wendy, edukatif. kita perlu nih tulisan kayak gini yang banyak di media-media. keep up the good work my friend.

    BalasHapus
  2. wen, satu hal yang kayaknya harus lo masukin adalah gimana caranya memaintain pemasukan kepada si artisnya.

    jadi semacam income sustainability management atau apalah namanya. it's a PR thing combine with great market analysis thingy.

    banyak artis luar yang berhasil untuk ini dan tetap eksis sampe sekarang, meskipun mereka udah berkarir di dunia musik lebih dari 15 tahun. mungkin pengalaman mereka bisa dijadikan acuan?

    I know, memasukkan analisa keinginan pasar itu bakalan berat karena pasti kebentur sama idealisme bermusik..

    BalasHapus
  3. yah, mudah2an aja, setelah banyak orang baca tulisan2 di music biz, semakin banyak band yang pintar dan tak mati di belantara industri musik.

    BalasHapus
  4. referensi yang bagus banget .... selama ini tulisan2x kaya gini hanya ada dalam bahasa inggris!

    BalasHapus
  5. Merek adalah aktivitas yang sering terjadi pada malam hari di Taman Lawang, Saritem, Sarkem, dll X D
    Tulisan dosen industri musik neh nampaknya hehe..great job, Wenz! Berapa karakter tuh?

    BalasHapus
  6. loh, emang ini bukan bahasa inggris toh? heuhuehuhe...

    BalasHapus
  7. Yoi. Gue udah bosen banget ngeliat majalah sini isinya kord2 gak penting mulu. Sementara makin banyak gitaris/basis jago dilahirkan tapi di sisi laen kok band-bandnya kagak pinter2 ya? Nah, menurut gue ini salah satu solusinya. Edukasi, fren, edukasi!

    BalasHapus
  8. Wah, oke nih, mungkin elo mau berbagi, rik? Untuk edisi2 berikutnya di Rolling Stone nanti. Mau ya? Sip. Thanks :)

    BalasHapus
  9. Mudah2an begitu, Leh. Entah itu artis solo atau band ya. Udah kebanyakan dikibulinnya artis2 ini.

    BalasHapus
  10. Silakan, fren. Emang tujuannya gue taro sini biar disebarluasin ke sebanyak mungkin orang nantinya. Tapi untuk yang edisi terbaru "Music Biz" mending dibaca langsung dari majalahnya ya. Dengan membeli gitu :) Rubrik ini tiap bulan ada kok. Promosye. Hehe.

    BalasHapus
  11. 19.452 karakter, 3.255 kata. It was easy :)

    Ayo, lin, jangan nulis rubrik Rock & Roll mulu, cari tantangan laen dengan nulis feature 6 ato 8 halaman gituh. Tulis Feature ato Nilai C? Hehehe. :)) Kalo udah dapet ide sms gue aja ya.

    BalasHapus
  12. Sudah saya simpan satu kopi dalam bentuk file word di komputer gue. Btw, gue sudah baca yang edisi baru tuh. Suka gue. Banyak artis harus tau dengan pasti bagaimana mempromosikan diri mereka.

    BalasHapus
  13. "Untuk menjadikannya guide agar tidak tersesat dan terbunuh di belantara industri."

    Excellent... itu yang sangat dibutuhkan beribu2 musisi di negeri ini. Great start bro.. carry on.

    BalasHapus
  14. Merasa seperti baru keluar dari hutan tapi ternyata di depan ada hutan lagi.....

    BalasHapus
  15. thanks for the guide wenz, another great article from you

    BalasHapus
  16. akhirnya wenz...teruskan kerja baikmu ini! =)

    BalasHapus
  17. gak ngerti gw flowchartnya pas edisi ke 2. hehehe

    BalasHapus
  18. gak ngerti gw flowchartnya pas edisi ke 2. hehehe

    BalasHapus
  19. crab.

    gue kan cuman melempar ide, berharap elo yang melakukan researchnya. gue coba ya. lo butuhnya kapan?

    BalasHapus
  20. wenz wenz... nulis-nulis tentang cover gitu boleh gak? ini salah satu komponen yang sering dianaktirikan di industri nih...

    BalasHapus
  21. Siaul, ancamannya berat! Tega lu, Wenz huhu...
    Ini lagi mengamati biar dapet wangsit, perlu kontemplasi di wc mungkin haha...

    BalasHapus
  22. wow! tulisan yang keren, salute! trus seandainya sebuah band pengen meng-cover lagu orang gimana teknisnya bang wenz? :)

    BalasHapus
  23. make trade fair salah satu campaign coldplay juga, seenggaknya dari tulisan ini, jadi ngerti mau di bawa kemana tiap karya yang lahir.
    semoga apapun yang di lakukan dalam urusan administrasi tentang hak kekayaan intelektual, bukan menjadi hanya menjadi "lahan", tetapi demi terklasifikasikan, terindentifikasikan, terwadahi setiap karya cipta yang lahir tulus dibumi ini. dan sebagai panduan tiap generasi muda di masa depan dalam mempelajari sejarah peradabannya, khususnya peradaban musik indonesia.....weknow dukung wenz

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

IKJ: SCHOOL OF ROCK [Editor's Cut]

LED ZEPPELIN Reunion 2007: The Full Report From David Fricke