BUKAN PAHLAWAN [Editor's Cut]
BUKAN PAHLAWAN
Mereka belum mati, mereka kembali! Mereka tetap bernyali untuk tegak berdiri walau
1 Oktober 2005 menjelang pukul
Sejam menjelang berangkat ke venue tiba-tiba sebuah SMS masuk ke ponsel Eka. "Jadi main gak? Kuta ada bom, gak ada yang berani keluar di Kuta. Metro TV, please." Pesan tersebut dikirim Dodix, road manager Superman Is Dead. Eka yang terkejut segera menjawab SMS tersebut namun kerap kali gagal terkirim. Metro TV menyiarkan berita tentang pengeboman
Menjelang pukul sepuluh malam Eka mendapat kabar dari Dodix bahwa konser yang telah berlangsung sejak pukul tiga sore itu seketika dihentikan dan ia memperingati Eka untuk tetap “stay at home.” Satu persatu kru dan personel Superman Is Dead yang lain kemudian bisa ia hubungi. Semua baik-baik saja, kecuali Jerinx yang dikabarkan sibuk mencari Cathy, pacarnya, yang pada waktu kejadian dikabarkan tengah berada
Esok harinya Jerinx bercerita kepada Eka bahwa dirinya sempat menerobos police line di TKP dengan dalih mencari saudaranya yang terkena ledakan. Belakangan diperoleh kabar ketika pengeboman berlangsung kebetulan Cathy telah meninggalkan TKP dengan menggunakan taksi dan meninggalkan mobilnya disana. Akhirnya keterangan resmi pemerintah menyebutkan 25 orang tewas dan 196 orang mengalami luka-luka karena ledakan bom di dua TKP tadi. Setengah tiang kembali berkibar di pulau dewata.
* * *
Lebih dari setengah tahun berlalu sejak sekuel Bom Bali tersebut, hampir semua orang yang tinggal di pulau
“Karena saya hidup disana jadi energinya saya rasakan setiap hari. Energi ketakutan, rasa cemas itu setiap hari nggak pernah hilang sampai akhirnya untuk pelarian kami jadi mabuk terus. Daripada stres mending minum. Karena kalau udah mabuk, mau keluar kemana pun akhirnya nggak terlalu mikir,
“Saya merasakan sendiri kehilangan teman-teman akibat peristiwa itu. Banyak sekali teman saya yang menjadi korban,” ujar Jerinx tertunduk sedih. Eka yang duduk persis di samping saya menambahkan bahwa setelah bom kedua, terjadi ledakan pengangguran besar-besaran di Bali karena banyak perusahaan yang bangkrut akibat bisnis kian memburuk. Pulau Bali yang sebagian besar perekonomiannya digerakkan oleh roda pariwisata memang terlihat masih sepi turis hingga saat ini.
Jerinx lantas bercerita tentang seorang temannya yang bekerja di sebuah restoran kecil di kawasan Kuta. “Gajinya setiap bulan
Menurut analisa Rudolf Dethu, personal manager Superman Is Dead, jika pada Bom Bali pertama ribuan turis kemudian bersimpati dengan berbondong-bondong datang ke Bali menghabiskan uang mereka untuk ikut membantu pemulihan ekonomi, maka untuk Bom Bali kedua mereka justru menjauhi pulau dewata karena takut sial menjadi korban jika ada pengeboman berikutnya.
Di tengah situasi
“Black Market Love bisa dibilang pendewasaan kami secara musikal, ada peningkatan,” tukas Jerinx. Ia menjelaskan eksplorasi Superman Is Dead di album ini lebih luas dan referensi untuk album ini bukan hanya dari punk rock melainkan juga dari musik latin hingga masuknya instrumen-instrumen tambahan seperti piano, organ, biola hingga akordeon. “Kami juga dipengaruhi unsur-unsur musik yang baru bagi kami. Seperti hardcore pada lagu ‘Citra OD’ atau ska pada lagu ‘Anger INC.’ Kami bertiga sekarang benar-benar bernyanyi disini. Eka nyanyi, saya juga dan Bobby udah pasti nyanyi [tertawa]. Album ini pokoknya benar-benar fresh dan baru buat kami,” tukas Jerinx antusias. Bobby Cool, gitaris-vokalis S.I.D yang dari tadi terdiam dengan cepat menambahkan, “Memang album ini agak ribet sedikit, soalnya memakai ini, itu dan banyak additional juga sewaktu rekaman kemarin.”
Album yang de facto merupakan karya keenam sepanjang sebelas tahun band ini berdiri juga sarat kolaborasi. Mereka mengajak Dadang (gitaris Navicula) dan Sari (vokalis Nymphea) di nomor “Lady Rose,” Leo gitaris Suicidal Sinatra di semi-balada country “Goodbye Whiskey”, Fahmi peniup terompet Devildice di lagu “Menginjak Neraka”, Prima vokalis band politikal Geek’s Smile di nomor “Citra O.D.” hingga permainan organ sahabat kecil mereka Philipus di single pertama “Bukan Pahlawan.” Memang bukan sebuah kolaborasi yang bertaburan bintang-bintang rock papan atas negeri ini. Sekadar teman-teman dekat Superman Is Dead yang sangat mereka kagumi.
“Saya kenal secara pribadi dengan mereka semua dan menyukai band mereka masing-masing. Kami pingin keluar dari stigma kalau band berkolaborasi harus ngajak artis yang sudah ngetop. Misalnya seperti Slank mengajak Rhoma Irama atau Iwan Fals,” jelas Jerinx lagi. Sambil tertawa Bobby pun ikut menimpali, “Kalau Superman Is Dead mungkin ingin mengajak Inul.”
Bobby sedang tidak bercanda, ia juga menjelaskan bahwa di album baru ini lagu mereka yang berjudul “Kita Vs Mereka” itu terinspirasi dari rentetan tekanan yang menimpa penyanyi dangdut Inul Daratista. “Kayaknya kisah dia itu mirip dengan apa yang kami alami. Dari nol sampai seperti sekarang ini terkenal tapi sekaligus ditindas,” tukas Bobby simpatik.
Jerinx pun dengan semangat menambahkan, “Dia
Perubahan yang dialami Superman Is Dead era Black Market Love memang terbilang radikal. Hal tersebut dapat diamati langsung dari pemilihan tema lagu, imej band hingga makin banyaknya penggunaan lirik
Kurang jelas siapa yang dimaksud Jerinx dengan “kaum fasis,” yang pasti ia hanya berpendapat bahwa kaum fasis ini selalu berpikir
“Yang kami tahu
Mengenai perubahan imej band yang bergeser dari glam-punk menjadi working-class-punk seperti terlihat di cover album mereka, menurut Bobby, sebenarnya telah mereka lakukan sejak album kedua, The Hangover Decade yang beredar Desember 2004. “Itu bentuk perbauran kami dengan lingkungan, jadi lebih enak,” ujar Bobby. Sedangkan menurut Jerinx jika dilihat dari sejarahnya, punk rock itu memang berasal dari bawah. Musik orang jalanan, musik orang yang kalah. “Jadi kami mencoba untuk back to basic,” tukasnya.
“Dulu kami buta banget tentang scene punk rock di
Dethu yang memiliki kontribusi cukup besar atas masuknya pengaruh glam ke Superman Is Dead akhirnya angkat bicara. “Apakah sebuah tindakan yang salah bagi S.I.D untuk menjadi glam? Oh, tidak. Itu bagian dari proses, karena itu asalnya dari apa yang mereka lihat dan rasakan. Hal lainnya yang mempengaruhi perubahan ini adalah kondisi di
Jerinx berandai-andai bahwa jika
Menurutnya lagi, perubahan imej yang terjadi dibandnya memang lebih dikarenakan perbenturan mereka dengan kenyataan obyektif di berbagai daerah di
Jerinx mengaku sebelum tur keliling
Black Market Love bisa jadi merupakan album paling ambisius yang pernah diciptakan oleh Superman Is Dead mengingat tanggung jawab dan misi yang kini menjadi ‘manisfesto’ mereka. “Di album ini kami pingin fixed something, memperbaiki sesuatu yang kami anggap dan kami pikir masih bisa diperbaiki walau skalanya kecil,” jelas Jerinx. “Apa yang terjadi bila misi tersebut gagal tercapai?,” tanya saya penasaran. “Pokoknya kami berusaha sekuat tenaga untuk memperbaikinya, walaupun nanti hasilnya kecil tidak masalah, yang penting kami sudah berusaha,” tukas Jerinx dengan nada bicara meninggi.
Dethu kemudian coba menengahi, “Mungkin bisa diterjemahkan juga kalau mereka memiliki misi di Black Market Love ini salah satunya bahwa terorisme yang terjadi disebabkan karena kebodohan dan tingkat pendidikan masyarakat yang kurang memadai. Anak-anak ingin punya kontribusi – paling tidak terhadap lingkungan terdekat mereka.”
Drummer pengagum berat Mike Ness, gembong Social Distortion ini
melanjutkan bahwa setelah Superman Is Dead diberikan anugerah hingga menjadi band yang “lumayan gede” ia merasa memiliki tanggungjawab kepada masyarakat. “Caranya dengan memanfaatkan posisi kami itu untuk kepentingan masyarakat. Jadi bukan sekadar main band untuk memperkaya diri atau supaya kelihatan keren, bukan itu. Kami pingin juga kasih sesuatu buat orang-orang yang selama ini sering menolong kami.”
“Oke, kalian
“Kalau begitu, apa tujuannya?,” kembali saya bertanya. “Agar pendengar lebih mendengarkan musik kami,” jawab Bobby. “Kami ingin memberi motivasi, harapan dan knowledge. kami ingin orang-orang yang mendengar musik kami –mereka yang merasa kalah dan terjajah – semoga mereka berpikir kalau mereka tidak sendiri dan ketika mendengar musik S.I.D mereka jadi lebih percaya diri,” tukas Jerinx bertubi-tubi.
Belakangan saya mengetahui dari Dethu bahwa Superman Is Dead secara informal ikut menjadi Duta untuk Pengurangan Sampah Plastik yang merupakan program LSM bernama CLEAN UP Bali Foundation. Jerinx sendiri bahkan menghabiskan puluhan juta rupiah royalti yang didapatnya dari album pertama untuk membangun kembali Twice, bar miliknya [dalam kompleks The Maximum Rock N’ Roll Monarchy] di Gang Poppies II, Kuta, agar scene musik di
Jerinx sering terlihat mengorganisir sendiri gigs di tempatnya ini dan bahkan menjadi MC acaranya. Ia kini disibukkan pula mengelola indie label Lonely King Records yang di antaranya merilis album milik Suicidal Sinatra, The Dissland, The Brews hingga Devildice. Sementara Bobby menggunakan royaltinya dengan membangun studio rekaman bernama Electrohell bersama surfer terkenal Rizal Tanjung. Sedangkan Eka selain menjadi webmaster juga sibuk mengelola bisnis licensed merchandise untuk band-band lokal
Apapun yang mereka lakukan sekarang, mereka selalu berupaya memberikan kontribusi untuk membangun scene musik lokal disana. Kini Bali akhirnya dikenal secara luas sebagai
Membangun scene musik di
* * *
Romeo Rockavanka malam ini cukup menyita perhatian saya. Dengan long sleeve hitam Superman Is Dead yang dikenakannya anak kecil itu tampak bangga berdiri di bibir panggung saat menyaksikan ayahnya manggung. Entah apa yang ada dipikirannya saat itu. Yang pasti sepanjang konser Superman Is Dead di Planet
Memang tak hanya Romeo yang bangga melihat ayahnya manggung, boleh dibilang seluruh anak muda
Berangkat dengan nama band Superman Silvergun yang diambil dari judul lagu Stone Temple Pilots pada tahun 1995, Jerinx (drums) dan Bobby Cool (gitar/vocal) lantas mengganti nama band mereka menjadi Superman Is Dead beberapa saat setelah Eka Rock bergabung menjadi bassist mereka. Awalnya mereka manggung membawakan lagu-lagu Green Day di atas panggung. Tahun 1997 mereka merilis album debut indie mereka yang bertitel Case 15 yang laku sebanyak 400 keping.
Tahun 2000 Superman Is Dead resmi memiliki manajer Rudolf Dethu, seorang mantan pelayar internasional yang di awal 90-an sering merekamkan kaset-kaset kompilasi punk rock/hardcore bagi teman-temannya di Bali. Orang inilah yang kemudian berperan sangat signifikan dalam kemajuan karir mereka. Akhir tahun 2002 mereka sempat merilis ulang ep Bad, Bad, Bad dibawah indie label Bandung Spills Records dan berhasil making a great buzz di lingkungan industri musik nasional. Pada tanggal 22 Januari 2003 band ini akhirnya resmi teken kontrak 6 album dengan Sony Music Entertainment Indonesia [saat itu].
Jan N. Djuhana, Senior A&R Director Sony BMG
Pria yang biasa disapa “Pak Jan” dan dikenal pernah membesarkan band-band seperti Dewa, /rif, Padi, Sheila On 7 hingga Cokelat ini bahkan menyempatkan diri terbang ke Bali tanpa asisten, khusus untuk bertemu Superman Is Dead. “Biasanya sih memang kami lakukan hal semacam itu. Dengan /rif dulu juga begitu, kami datang ke konser mereka di O’Hara Bandung. Kami harus membuktikan juga benar atau tidaknya mereka menjadi idola Kota Kembang atau Pulau Bali,” kata Pak Jan. Belakangan Sony kemudian sempat mengontrak pula band asal
Kuta Rock City yang rilis bulan Mei 2003 dalam waktu singkat “booming” dan menjadi incaran anak-anak muda di seluruh
Untuk album Black Market Love ini Pak Jan menargetkan penjualannya diharapkan bisa mencapai predikat gold yaitu 75.000 keping. “Pasar sekarang agak lesu, tahun ini dari pengambilan stiker PPN di ASIRI sampai bulan Maret 2006 penjualan turun hingga diatas 40% dibandingkan tahun lalu. Sangat memprihatinkan juga keadaannya,” tukasnya prihatin.
Berkat album
Uniknya di kedua acara penghargaan industri musik yang paling bergengsi di
Masih lekat diingatan saya ketika menyaksikan Superman Is Dead tampil dihadapan lebih dari 30.000 orang penonton yang menyaksikan festival musik MTV 3Some pada bulan Juli 2003 di Senayan yang sukses membuat “jiper” band-band besar yang tampil karena sebagian besar penonton justru memanggil nama Superman Is Dead sejak siang hari. Gilanya lagi, band headliner asal Selandia Baru, Blindspott akhirnya ditinggal pulang sebagian besar penonton setelah Superman Is Dead menuntaskan konsernya.
Diluar angka penjualan album yang fenomenal untuk ukuran band yang dibesarkan di jalur indie, apa yang telah dicapai Superman Is Dead jelas membuka mata industri musik nasional terhadap kiprah band-band independen. Label-label rekaman besarpun akhirnya tak bisa lagi menyepelekan potensi pasar dari band-band amatiran seperti ini. Pasar musik mereka ditengah lesunya industri musik malah makin berkembang besar dan potensial. Sebuah perubahan yang menyegarkan telah digelontorkan di industri musik
* * *
Jika ada kontes untuk band yang paling intens menerima resistensi, mungkin Superman Is Dead juaranya. Tak lama setelah teken kontrak dengan major label Sony Music Entertainment Indonesia [kini Sony BMG] datanglah secara bertubi-tubi tekanan, fitnah dan umpatan bagi mereka. Paham yang beredar di scene punk rock memang masih mengharamkan sebuah band punk teken kontrak dengan major label pada saat itu. Serangan pertama terhadap Superman Is Dead terjadi di
“Kami datang ke venue untuk melakukan soundcheck dan saat itu semua baik-baik saja, nggak ada tanda-tanda permusuhan,” cerita Jerinx. Menurutnya tanda-tanda permusuhan justru dirasakan beberapa saat sebelum konser ketika di belakang panggung semua orang menatap mereka dingin. “Dari
Ketika mereka konser dan baru memainkan setengah lagu tiba-tiba tersembur keluarlah caci maki dari arah penonton yang menyebut mereka sebagai band rasis. Tak hanya caci maki, gempuran dari oknum-oknum penonton juga berbentuk lemparan rokok, air kencing, ember, batu dan sebagainya. “Itu terjadi hanya beberapa saat setelah kami naik ke atas panggung. Stage sendiri cuma setinggi satu meter.
Dari
Dethu sendiri menggunakan logika sederhana saja dalam menanggapi isyu tersebut, “Jika S.I.D emang anti-Jawa kenapa mesti sengaja main di Surabaya? Bukankah itu bunuh diri namanya?” Ia juga menjelaskan bahwa The Maximum Rock N’ Roll Monarchy, markas mereka di Kuta adalah sebuah “melting pot,” tempat dimana orang dari segala macam ras, suku dan budaya sering menghabiskan waktu senggang mereka disana. “Kalau S.I.D punya sifat Xenophobic [anti orang asing, Red], ndak mungkin dong tempat hang out kami bisa sampai begitu ‘Bhineka Tunggal Ika.’” Belakangan isyu tersebut kemudian menyebar dari mulut ke mulut hingga ke berbagai pelosok nusantara dan menjadi mitos yang efektif meredam pergerakan band ini. Namun yang menggembirakan antara Superman Is Dead dengan scene
Resistensi berikutnya yang mereka terima dari luar
Di acara gratisan yang dihadiri sekitar 5.000 orang penonton tersebut Superman Is Dead sempat memainkan 8 lagu dengan penuh perjuangan karena mesti menghindari misil yang berupa botol, toples, batu, bambu, air got dan sebagainya. Ade Putri, road manager S.I.D untuk di luar
Hanya selang sehari, keesokan harinya konser mereka di UPN Jogja yang disaksikan ribuan penonton juga mendapat perlawanan yang keras pula. Sebelumnya spanduk dan poster-poster promosi konser mereka di
Eka pun ikut menimpali, “Mulutnya kena cium sepatu Underground Shoes biru Dethu tuh [tertawa].” “Setelah itu skornya 1-1,” kata Dethu ikut tertawa. Setelah insiden itu konser sempat dihentikan sesaat dan seusai konsolidasi dilakukan mereka pun menggelontorkan set panjang sebanyak 26 lagu tanpa hambatan yang berarti. “ Tadinya polisi sempat bilang ke kami kalau mereka nggak berani ambil resiko tapi kami tetap main saja dengan kondisi lampu di venue menyala,” cerita Eka.
Dengan nada bergurau Jerinx berkomentar, “Kami yakin di
Dari semua resistensi yang dilancarkan pihak yang kontra dengan bandnya, Jerinx kini merasa para personel Superman Is Dead makin kebal dan lebih aware. “
=============
Editor Wendi Putranto pertama kali menyaksikan konser Superman Is Dead hanya setahun setelah band ini berdiri di sebuah festival rock underground terbesar di Bali, Total Uyut 1996
* Feature ini sebelumnya pernah dimuat di Majalah Rolling Stone
Komentar
Posting Komentar